Bab 3. Hai Calon Istri!
Happy reading😍
🌷🌷🌷
Bab 3. Hai Calon Istri!
“Ya Allah, sakit perut aku Mbak denger ceritamu. Kok, ngenes men Babang Gavin.” Wina terbahak-bahak sambil memegangi perutnya saat Zi menceritakan insiden lamaran semalam.
Saat ini mereka berada di ruang kerja Zinnia. Pagi-pagi, begitu datang Zi langsung menyeret gadis berhijab marun itu ke atas.
“Terus cincinnya mana, Mbak?” tanya Wina seraya menyipit. Dia memindai jemari Zi yang kosong.
Zi segera meraih tas miliknya di meja, dia kemudian mengaduk isinya dan mengambil kotak kecil berwarna hitam. “Nih,” ucapnya sambil memperlihatkan isinya.
“Wih, cantiknya,” ucap Wina kagum seraya mengusap benda berkilau itu. Sesaat kemudian, dia berpaling. “Kenapa enggak dipake, Mbak?”
“Dih, males gue.” Zi memilih membuka lap top guna mengecek berkas penjualan semalam yang harus diperiksanya pagi ini.
“Loh, ya ... gimana to Mbak Zi iki?” Wina terlihat bingung menatap wajah Zi yang datar. “Emang Babang Gavin ditolak?”
“Entah,” sahut Zi tanpa mengangkat wajah. Dia tetap fokus pada layar di hadapannya.
“Walah bingung aku,” ucap Wina seraya menggaruk-garuk kepalanya yang terbalut hijab. Dia mengembuskan napas panjang dan melirik Zi yang tanpa beban. “Ya udah, Mbak Zi, aku turun.”
“Hmmm ....” Zinnia masih saja fokus ke lap top. Dia hanya melambaikan tangannya ke arah Wina.
Wina beranjak pergi seraya merapikan posisi apronnya. “Wah, pasti bakal jadi hot gosip Mbak Zi dilamar,” lirihnya. Matanya berkilat tidak sabar membagi cerita hangat yang baru saja didengarnya kepada teman-teman di bawah.
Rungu Zi yang tajam menangkap ucapan Wina. Dengan cepat dia beranjak dan menhampiri Wina yang sudah mencapai pintu. Zi membekap erat mulut Wina dari belakang, tak memedulikan jilbab gadis itu yang meleyot berantakan. “Awas, ya, kalo sampe semua denger. Jaga mulut ember lo,” desisnya di telinga Wina.
“Hmmmmppp.” Wina mengangguk-angguk cepat sambil mengangkat dua jarinya membentuk simbol “v”. Bibirnya mengerucut melirik penampilannya di kaca yang berantakan.
“Gue traktir seblak sampe kenyang kalo lo bisa jaga mulut,” ucap Zi menyeringai. “Deal?” Zinnia menaikturunkan alisnya.
“Deal,” ucap Wina menautkan jarinya. Wajahnya berubah cerah. Otaknya langsung traveling membayangkan seblak level lima favoritnya. Seketika air liurnya terbit. Dia menjilat bibirnya sendiri.
“Dih, jorok. Dasar perut karet,” decak Zi sebal. Dia tahu apa di balik pikiran Wina yang senyum-senyum sendiri.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk Zi tenggelam dalam lautan pekerjaan. Rencana pembukaan cabang baru menyita pikirannya. Dia ingin membuat konsep yang lebih fresh untuk cabang baru.
Perempuan berkerudung pasmina itu memutuskan turun sebentar melepas penat. Dia ingin memastikan bagaimana kondisi kedainya.
Sebelumnya, Zi mendekati cermin yang berada di dekat pintu kamar mandi. Dia mematut diri. Merapikan pasmina yang menutupi kepalanya. Zinnia itu memoles lip tint agar bibirnya terasa lembab dan segar. Bagi seorang Zinnia, keindahan wanita salah satunya dari penampilan.
Begitu sampai di lantai bawah, pandangan Zi mengedar. Ruangan dalam kafe lumayan ramai pengunjung. Dia melirik jam di pergelangan tangan. "Tentu aja, mendekati jam makan siang," ucap Zi bermonolog.
Zi mendekati kasir. Seperti biasa dia berniat membantu Wina yang tampak kerepotan menerima orderan yang masuk. "Mbak Zi, ada yang mau ketemu tuh! Cowok ganteng arah jam dua," ucap Wina setengah berbisik seraya menulis orderan untuk dibagi ke masing-masing dapur.
Spontan, Zi memicingkan mata. Pandangannya mengarah kepada lelaki berambut gondrong. Sesuai yang ditunjuk Wina. Keningnya sedikit berkerut, dia merasa sosok itu tidak asing.
"Selebgram terkenal, Mbak. YouToubers plus traveler blogger aseli Arema," bisik Wina tepat di telinganya.
Pandangan Zinnia menyorot kepada pria yang berjalan ke arahnya. Maniknya memindai penampilan lelaki berambut gondrong dan berkulit sawo matang tersebut. Kaos oblong berwarna hitam dan jeans sobek-sobek melekat di tubuh laki-laki itu. Skornya cuma 70. Enggak ada yang istimewa, ucap Zi dalam hati. Kebiasaan baru Zinnia adalah menganalisis segala sesuatu. Hal ini termasuk mengamati dan memberi nilai kepada setiap laki-laki yang berjumpa dengannya.
"Hai Calon Istri!" sapa pria berambut gondrong itu sambil mengedipkan mata. Senyumnya yang lebar menampilkan deretan gigi yang berbaris rapi.
“What?” Mata Zinnia melotot sempurna. Menyorot tajam kepada laki-laki yang tertawa lebar memperlihatkan deretan giginya yang rapi serta memperlihatkan lengkungan di pipi kanannya.
"Bisa kita ngobrol sebentar?" Raut yang semula tersenyum tadi berubah menjadi serius.
Zi keluar dari meja kasir menuju ke tempat dimana lelaki gondrong tadi duduk. Dia mengempaskan pantatnya ke kursi. Kedua tangan Zi saling mengait di meja. Menatap tajam ke arah laki-laki tadi dengan wajah datar. "Ada perlu apa nyariin gue? Kalo cuma sekedar booking tempat atau pesen kue bisa langsung ke Wina," ketus Zi. Akibat emosinya yang tersulut Zi melupakan peraturan yang dia buat sendiri. Tamu adalah raja.
"Duh, cantik-cantik kok sewot! Santuy napa," ujar Saka kembali cengengesan.
"Sepertinya ini hanya akan membuang waktu gue," ucap Zi ketus seraya hendak berdiri.
Spontan Saka menahan lengan Zi yang langsung dihadiahi pelototan. "Ouwh, maaf. Oke?" Saka langsung melepaskan tangannya yang memegang lengan baju Zi. "Duduklah dulu. Aku perlu bicara serius, Zi." Nada bicara Saka melembut.
Zinnia kembali memperbaiki posisi duduknya. Maniknya masih menyorot tajam ke arah Saka meminta penjelasan.
"Well ... sebelumnya aku mau memperkenalkan diri dulu. Oke? Namaku, Ajisaka Parikesit daaan ... kurasa kita berjodoh."
Mata Zi melebar mendengar kata terakhir pria di hadapannya. Dia menelisik ekspresi lawan bicaranya dan mencoba mengamati bahwa itu guyonan belaka. Namun wajah laki-laki berkaus abu-abu itu tak bergeming. Sontak emosinya kembali meninggi. Wanita itu memekik, "Ngaco ... lu gila, ya!"
Zi mengentakkan kaki meninggalkan pria itu dengan dada bergemuruh. Rungu Zi menangkap suara tawa kecil di belakangnya. Pria itu benar-benar memancing emosi Zinnia.
Sayup-sayup Zi mendengar kehebohan waktu menaiki tangga. Dia berhenti sejenak dan berpaling. Tampak Saka sedang dikerubuti beberapa orang untuk berfoto bersama. Zi bergidik ngeri membayangkan seandainya dia berjodoh dengan pria itu. "Benar-benar petaka," gerutu Zi dalam hati. Dia pun mempercepat langkahnya naik ke atas menuju ke ruangan.
Zi berusaha fokus dengan menatap layar laptop guna menyelesaikan laporan keuangan. Namun pikirannya berkali-kali terdistraksi oleh peristiwa yang baru terjadi. Bayangan pria dengan tatapan setajam elang merajai pikiran. Bagaimana bisa seorang laki-laki tidak dikenalnya tiba-tiba datang dan berkata bahwa mereka berjodoh.
"Aaarrghh ...." Zi menggeram. Mengetuk-ngetuk keningnya dengan pensil yang sedang dipegang. Dia merutuk dirinya sendiri karena merasa kehilangan semua logika yang selama ini dijunjung. Dikarenakan seorang pria yang bahkan tidak masuk dalam skala penilaiannya.
Zi meraih ponsel yang tergeletak di meja. Jemarinya dengan lincah masuk ke laman pencarian. Diketiknya sebuah nama di layar. Sedetik kemudian maniknya fokus menatap layar ponsel. Sedangkan jemarinya dengan lincah menggulirkan aneka informasi tentang seorang Ajisaka Parikesit.
Setelah puas berselancar di dunia maya menggali semua informasi tentang seorang Ajisaka, tanpa sadar bibir Zinnia membentuk sebuah lengkungan. Pandangan kemudian beralih kepada layar laptop yang masih menyala. Zi kembali larut pada lembaran tabel dan kolom neraca di layar.
***
Makasih buat yang baca. Yuks, tinggalkan jejak dengan memberi komen biar Askina lebih semangat nulisnya. Tengkyu😘
040123
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top