Kuntum 57 - 第五十七章


Film asing pertama yang dibuat oleh Lynn akhirnya selesai. Masa-masa syuting dan edit, dari pra produksi hingga pasca produksi, semua tim bekerja penuh antusias dan giat. Mereka sangat menginginkan film ini menjadi pengingat akan keberadaan Lynn di BFU juga sebagai dukungan akan sebuah karya yang patut diperhatikan. Bagi setiap bagian, selesainya proses syuting ini, itu artinya, selesai juga masa-masa berat selama musim semi ini. Selesai pula hari-hari dimana mereka saling beradu mulut, menumpahkan ide, berargumen positif, atau berbagi pengalaman. Masing-masing personil dari tiap kru memiliki pengalaman yang tidak pernah orang lain miliki.

Sebagaimana A Shi dan Melody Tai yang sebenarnya sama-sama menyukai dunia busana, tapi genre dan jenis kesukaan mereka berbeda. Otomatis, penilaian dan opini mereka pun berbeda, hingga memunculkan argumen, pendapat dan persiteruan untuk menuju jalan keluar. Atau pun Leo Lee dan si kembar sipit yang lebih menyukai tata kamera melalui sudut pandang ruangan seperti ini, atau Leo Lee yang menyarankan untuk mengedit bagian dimana yang menurut si kembar sipit harus di masukkan ke bagian film. Seluruh argumen, keributan, ramai dan ricuh suara-suara itu larut dalam kenangan masa yang hanya bisa di putar kembali oleh linimasa. Lynn, selamanya tidak akan pernah melupakan kehangatan yang terlalu cepat berlalu untuk ditinggalkan.

Setelah menelepon mama dan papanya dari Jakarta, Lynn menepi di balkon koridor yang mengarah ke taman luas, tempat pertama kali ia menemukan sekuntum Peony yang akhirnya tahu kalau bunga itu adalah sebuah tanda atau lambang untuk menyatakan perasaan.

Di bawah pohon rindang itu, Lynn masih ingat betapa sejuknya angin yang menerpa dan betapa hangatnya pemandangan matanya. Di sosok Lei Han yang hanya berupa bayangan, lama-lama sosok itu menggunung dalam hatinya, memaksa Lynn untuk menahan semua emosi gelak yang hampir memaksa Lynn untuk terus memikirkannya.

Tidak.

Lei Han bukan orang yang memberi bunga itu.

Dia tidak pernah menyatakan perasaannya padaku sekalipun, walau aku sudah memberitahu perasaanku sendiri.

Zi Wei benar. Ceritanya adalah realita.

Dan ia adalah seorang sutradara paling hebat.

Mata Lynn menyapu seluruh pemandangan hijau di depannya. Rumput pendek berterbaran menepi teratur di sisi jalan setapak. Pohon-pohon rindang memayungi segerombolan mahasiswa di bawahnya yang sedang berteduh segan. Cahaya matahari musim semi yang mengintip malu-malu, detik-detik kuntum bunga Peony berguguran, mengotori tanah dengan warna merah mudanya, juga mewarnai harum angin dengan khas rasa manis.

Semua itu, tidak akan pernah Lynn lupakan. Kulitnya yang menyentuh udara Beijing, bahkan tak pernah ia lepas rengkuhannya. Soal rasa yang pernah dimiliki di sini, ia yakin, suatu saat, ssmua itu akan terjawab. Mengenai Lei Han yang ternyata bukan realita dari segala harapan, namun justru, ia telah melukai Luo Yi diam-diam.

Jantung Lynn mendadak berdegup cepat, rahangnya berkernyut asam. Ia tak mengerti, kenapa bisa Luo Yi sepolos itu untuk menahan semua perasaannya? Ini bukan waktu SMA lagi. Bukan waktunya kisah romantis harus berbalut penuh drama. Tapi ini soal hati yang dimiliki pemuda setangguh Luo Yi. Bahkan terhadap cinta, laki-laki pun bisa jatuh dan tertunduk. Sampai sekarang, Lynn tidak pernah berani mengucapkan satu patah katapun soal Peony kepada Luo Yi.

Ia belum siap untuk merasa terpukul. Ia belum siap untuk melukai Luo Yi lebih dalam. Ia tidak sanggup membuat Luo Yi tersenyum ringkih, berpura-pura senang walau sebenarnya ada yang tidak beres dengan pemuda itu.

Selama ini, dalam sisa waktu yang ada, Lynn hanya berpura-pura fokus pada filmnya. Berbicara pada Luo Yi secukupnya, dan kembali berkonsentrasi pada proses syuting dan editing. Ia hanya ingin menghindari perasaan tak menentu itu, perasaan aneh yang selalu datang ketika melihat Luo Yi diam-diam dan mengetahui kalau pengirim bunga selama ini adalah dirinya.

Bagaimana bisa semua itu bertepatan dan menjadikannya kesalahpahaman?

Lynn merunduk, menatap jalan setapak yang mengelilingi balkon gedung F. Berpikir sekali lagi bagaimana ia membuka obrolan mengenai hal itu kepada Luo Yi. Ia tak berani bertanya, tapi ia butuh kepastian dan jawaban sebenarnya dari pemuda itu.

Tiba-tiba dari belakangnya, tanpa sadar, seseorang menyenggol pundaknya seketika seorang pemuda juga ikut berdiri di sampingnya.

Lynn terperanjat kaget. Ia tergagap sejenak melihat Luo Yi tersenyum menunduk menatapnya. "Luo Yi?"

"Sedang apa, Lynn?"

Lihat. Bagaimana dia bisa mengatakan hal itu sangat luar biasa sempurna? Dia sama sekali tidak terlihat terluka. Dia sama sekali tidak terlihat terpukul atas apa yang sebenarnya telah terjadi di belakangnya. Bagaimana Lei Han yang sudah cukup menyadarinya dan bagaimana dirinya yang selalu memendam rasa itu. Apakah Luo Yi selalu sediam ini? Apakah ia selalu senaif ini?

"Luo Yi," sahut Lynn diam sejenak, memandang pemuda di sebelahnya dengan wajah serius. Membayangkan masa-masa polos mereka, memilih-milih bahan bumbu di Pasar Weihu atau memasak bihun ayam bersama di Yihe Quan semasa syuting film, atau bahkan ke toko buku dan mengobrol hingga sore. Membicarakan tentang film-film di dunia, dan bagaimana perkembangannya. Semua itu, tanpa sadar terasa menyakitkan. Baik Lynn atau terhadap Luo Yi. Lynn sadar, kalau perasaan itu bukan menetap padanya.

"Kenapa?" Luo Yi bertanya, sedikit menyurutkan senyum di bibirnya.

Lynn bingung ingin mengawali dari mana, tapi kemudian ia berkata pelan. "Sisa tiga minggu lagi aku ada di sini. Setelahnya, aku akan kembali ke Indonesia, menempuh hidupku seperti biasanya."

Mendengar itu, Luo Yi hanya mengerjap pelan, tak mengomentari apapun.

"Berada di sini, menurutku sama seperti di mimpi. Beijing terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Dan hebatnya, aku datang ketika musim semi sedang berlabuh." Lynn tersenyum ke arah langit, kembali bersuara, "walau aku sering lupa, tapi tempat ini tidak pernah kusimpan dimanapun kecuali di hatiku. Termasuk kau, Luo Yi."

Di sebelahnya, mata Luo Yi melebar sedikit. Lynn segera menoleh, masih dengan senyum yang sama walau ekspresi wajahnya agak kecewa.

"Luo Yi, kenapa kau tidak pernah memberitahuku kalau Peony itu darimu?"

Tatapan hangat yang menjalar seketika berubah dingin. Pemuda itu melempar pandangan ke arah taman, terdiam cukup lama seperti berpikir untuk jawaban.

"Lynn seandainya musim semi di dunia ini bisa bertahan selamanya, maka perasaan itu sama halnya seperti aku takut kehilanganmu. Hanya musim semi tempat aku menyatakan perasaan. Lewat bunga yang berguguran, aku hanya ingin kau cukup memperhatikan kalau aku ada untuk memberimu kebahagiaan. Aku bukan Lei Han. Dan aku tahu aku tidak pernah ada di saat kau melupakan barang yang kau pakai, aku bukan orang yang selalu ada untukmu, aku bukan orang memberimu banyak hal mengenai dunia ini, tapi melihatmu bersama Lei Han, tertawa bahagia, itu cukup memberiku satu jawaban." Perlahan-lahan, Luo Yi menoleh ke arahnya, menatap sendu penuh lirih.

"Mencintaimu saja, itu sudah cukup."

Entah kenapa, genggaman dalam tiang balkon Lynn mengeras. Di bola mata cokelat itu, meledak semua kesedihan yang ditutupi oleh Luo Yi. Kesedihan yang selama ini tidak pernah Lynn ketahui akhirnya bisa ia lihat di sana. Ketika Luo Yi menunggunya malam itu, ketika Luo Yi duduk di sisi kelas, melihatnya berdua dengan Lei Han tertawa-tawa membicarakan novel, atau ketika tidak sadar, Luo Yi yang berjalan di belakangnya di koridor, berusaha meredam luka yang dalam sewaktu melihat dirinya berjalan bersama Lei Han. Semua itu, seakan-akan muncul begitu saja dalam benaknya, memaksa Lynn tanpa sadar menguapkan air mata yang tiba-tiba menggenang.

"Kau tahu alasan lain aku tidak ingin mengatakannya?"

Lynn tidak menjawab, tidak berani bersuara takut air matanya jatuh. Kenapa justru pernyataan itu membuat hati Lynn terasa tersobek-sobek? Seakan-akan ia bisa paham kalau cinta Luo Yi sama seperti cintanya terhadap Lei Han. Sama-sama tidak terbalaskan. Kenapa Lynn tidak bisa menyukai Luo Yi saja? Kenapa hatinya selalu berdentum di arah yang lain, yang justru tidak memberinya kepastian?

"Terkadang, sesuatu yang sangat berharga takut untuk kumiliki. Kau sangat berharga, Lynn. Walau kau hanya berdiri dan bernapas di sini selama lima bulan, namun untukku, itu cukup untuk mengenalmu seperti sepuluh tahun. Kau berbeda. Kau sangat menjadi dirimu sendiri. Kau membuat semua orang memahami dirimu dan menjadikannya sulit untuk melepasmu pergi. Tapi, aku sudah siap jika hari itu datang." Kembali, Luo Yi tersenyum, sedikit menunduk, memandanya dalam. Pemuda itu mengangkat satu jarinya, mengusapkan air mata yang menjatuhi pipi Lynn dengan gerak lembut.

"Lynn, aku tidak pernah bisa mengucapkan selamat tinggal kepadamu. Kau selalu hidup dalam memori musim semi di Beijing kami," akhir Luo Yi dengan suara rendah. Di tatapan itu, Lynn tidak tahu kenapa semuanya jadi terasa sangat sesak dan menggumpal. Tak ada kata-kata yang bisa ia suarakan kecuali air matanya yang semakin tumpah. Seakan-akan pernyataan Luo Yi sama seperti pernyataan yang ia ambil tentang Lei Han.

Dengan sekali gerakan, Luo Yi bergerak maju, sedikit menarik Lynn masuk ke dalam dekapannya, membuat tubuh mungil Lynn berada dalam bungkusan tubuh Luo Yi yang tinggi. Di dalam kehangatan itu, tumpahlah semua emosi yang menyesakkannya. Wangi tubuh Luo Yi, dan bagaimana rekaman memori itu membludak dalam jiwanya.

Kenapa Luo Yi yang selama ini ada tidak pernah bisa ia rasakan dalam hatinya? Kenapa seluruh batinnya menyuarakan nama Lei Han bahkan ketika Luo Yi yang memberi kehangatan ini?

Tuhan, apakah cinta bisa sekejam ini juga?

"Lynn, jangan pernah lupakan aku. Kau terlalu berharga untuk kusimpan dalam kenyataan."

***

Ni aku update. Nggak boong kok hehe. Kuy di tunggu part selanjutnya besok ya. Terima kasih^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top