Kuntum 16 - 第十六章


Zhuanye II Semester 4 jurusan Perfilman bagi anak BFU adalah jurusan tergengsi di kampus ini. Mereka menerima banyak murid baru baik lokal maupun internasional. Bangunan Beijing Film University ini pun tidak main-main. Sebagai kampus nomor 4 terbaik perfilman dunia, BFU adalah kampus paling gengsi di China. Bagi mahasiswa Semester 4, bulan-bulan ini bukanlah bulan yang mudah. Karena setelah Semester 4 ini, akan ada ujian praktek yang lebih berat untuk Semester 5.

Tapi, bagi Feifei dan Ban Xiao Song, permasalahan menjadi mahasiswa di kampus bergengsi seperti itu bukan yang utama.

Karena sekelas dengan idola pop seluruh China, mereka harus siap menerima jeritan penuh desak dari mahasiswi adik tingkat yang memaksa meminta mereka untuk menitipkan qingshu kepada Ban Xiao Song. Xiao Song tahu kejadian itu bukan hal yang aneh lagi, tapi ia bingung kenapa pagi ini, mereka--fangirl dan stalker--kembali beringas seperti kali pertama kelas Jun Lei Han.

"Xiao Song ge! Tolong berikan ini pada Lei Han ge!"
"Xiao Song! Beritahu Lei Han ge jangan lupa sarapan!"
"Gege! Maaf merepotkan, tapi aku punya sepuluh amplop untuk Lei Han ge!"

Xiao Song menggeram, berhenti sejenak di antara koridor menuju kelasnya. Di sebelahnya, Feifei yang sedang menyeruput teh susunya mengeluh resah. Para gadis-gadis itu benar-benar tak main-main.

"Sepuluh amplop ada uangnya tidak?!" seru Xiao Song agak galak, kesal karena kali ini bukan Brandon saja yang jadi artis, tapi Xiao Song bisa jadi artis dadakan juga.

Mahasiswi berparas cantik itu menggeleng polos. "Ini qingshu. Memangnya harus ada uangnya?"

Terdengar Feifei mendecih, lalu buru-buru menarik Xiao Song keluar dari kerumunan gadis-gadis yang berteriak tunggu, segera beranjak ke kelas.

"Ada apa dengan fangirl itu? Kenapa mereka beringas lagi," gumam Xiao Song sesampainya mereka di kelas. Sementara Feifei melengang tak peduli ke arah kursinya. Mengambil kesempatan, Xiao Song pun ikut duduk di kursi depan Feifei yang masih kosong.

Kelas pagi, masih sepi. Hanya samar-samar suara gaduh dari lantai atas, atau terkadang suara cakap-cakap orang lewat di depan koridor.

Sambil melepaskan tas dan duduk di kursi, Feifei membuka bakcangnya seperti biasa. Melihat Xiao Song duduk di depannya, Fei agak bergumam resah karena ia merasa perlu menawarkan satu bakcangnya.

"Kau sudah sarapan?" tanya Fei agak malas. Xiao Song menggeleng semangat, dari tadi pemuda itu tak melepas senyum lebarnya.

Feifei mendecih jengah, lalu dengan agak terpaksa memberikan bakcangnya pada pemuda B Boy itu.

"Kau tahu, sepertinya aku mulai merasakan kau diam-diam memperhatikanku." Xiao Song menaikan alis yang membingkai di mata lancip sipitnya itu dengan penuh gaya. Tangan Fei yang menepak menjadi balasan singkat di kepalanya. Xiao Song mengaduh.

"Diam kau. Makan saja, tidak perlu komentar. Kau harus menggantinya kapan-kapan, itu mahal," ketus Lynn sambil menoleh berkeliling. Xiao Song malah mengangguk penuh semangat, bergumam patuh. Tak menyadari gelagat Fei yang ingin berbisik, Xiao Song yang masih asyik melahap bakcangnya seketika memalingkan perhatian ketika Fei memanggilnya dengan suara rendah yang serius.

"Xiao Song, kau kan temannya Lei Han. Apa kau pernah tahu kalau Lei Han menyukai hal-hal berbau bunga?" tanya Feifei menatap lurus ke bola mata cokelat agak hitam itu. Kening Ban Xiao Song mengerut, agak bingung di tanya begitu.

"Jun Lei Han menyukai bunga?" Pemuda itu menggeleng sejenak. "Aku tidak begitu tahu. Tapi aku sangat tahu kalau dia jadi Ambassador dari salah satu produk lokal bunga yang sangat terkenal itu, lho. Namanya apa ya, aduh.." Sementara Xiao Song berusaha mengingat, Feifei membuka ponselnya, mengecek nama produk bunga yang pernah ia lihat waktu iklan Jun Lei Han tampil di TV.

Dari depannya Xiao Song menjentikkan jari. "Florrish!" serunya.

Tangan Fei mengibas cepat. "Bukan produknya. Apakah di produk itu menjual rangkaian bunga Peony?"

"Peony?"

Xiao Song terdiam sejenak, seperti berpikir. "Sepertinya, iya. Apalagi Peony. Itu kan bunga terkenal selama musim semi. Terlebih artinya 'aku menyukaimu' sangat sering digunakan untuk menyatakan perasaan."

Tiba-tiba Fei menggebrak meja sampai Xiao Song terlonjak dari kursinya.

"Benarkan dugaanku!"

Tangan Xiao Song mengelus dadanya, kaget. Ia menatap bingung sekaligus terkejut ke arah Feifei yang tiba-tiba bersemangat.

"Tuhanku. Ada apa sebenarnya? Dari kemarin kau membicarakan soal Peony terus?"

"Apa kau bisa dipercaya?" tanya Fei agak memicingkan mata.

"Tentu saja! Aku kan suami masa depanmu!" seru Xiao Song percaya diri sampai satu pukulan menghantam kepalanya lagi.

"Baik. Baik. Apa? Memangnya aku pernah ember?" sahut Xiao Song mengusap-usap keningnya yang malang.

Sebelum angkat bicara, Fei kembali menatap pintu depan dan belakang kelas. Sepertinya tidak ada tanda-tanda orang yang akan datang. Tapi berjaga-jaga saja Fei kembali memelankan suaranya.

"Kemarin aku melihat Jun Lei Han meletakkan sekuntum bunga di loker Lynn," ucap Fei cepat dan pelan, membuat kening Xiao Song lebih mengerut dalam.

"Apa!?"

"Kau dengar ucapanku!"

Xiao Song mengangkat tangannya, menghalau gerakan Fei yang sudah mau memukul kepalanya lagi.

"Baik! Baik! Aku dengar! Aku cuma kaget. Kau.. serius?"

Fei menurunkan tangannya. "Sungguh. Yah, aku sebenarnya tidak melihat dengan jelas, tapi mataku yang masih sehat ini melihat Lei Han menutup loker Lynn tepat ketika aku datang ke ruang loker." Fei bercerita, sementara Xiao Song kembali menelaah kepribadian sahabatnya itu.

"Hm. Aku sungguh tidak tahu kalau dia akan seniat itu," gumamnya pelan, membuat Fei bertanya apa maksudnya.

"Lei Han pernah menyinggung Lynn kalau dia sangat berbakat. Yah, beberapa kali Lynn jadi tema obrolan kami, tapi itu tidak lama. Sekedar pembicaraan basa-basi. Tapi, aku tidak tahu kalau Lei Han benar-benar... tertarik pada Lynn."

Alis Fei terangkat, ia menatap Xiao Song ragu. "Jadi kau pikir Lei Han menyukai Lynn.. diam-diam begitu?"

Xiao Song mengangguk pelan.

"Mana mungkin? Jun Lei Han.. dan bunga Peony di dalam loker...? Itu murahan sekali. Kenapa dia tidak bilang saja langsung?"

"Aiyah, kau ini. Kau pikir menyatakan perasaan pada orang semudah berceletuk, hah? Jun Lei Han itu tetap manusia biasa walau dia idol pop hits. Dia masih memiliki rasa tak layak untuk dimiliki. Nah, makanya jangan menganggap orang dari tampilannya saja! Seorang pria juga memiliki rasa takut seperti seorang wanita," oceh Xiao Song agak protes. Feifei terdiam sesaat, agak merenung pada perkataannya tadi.

"Baiklah. Tapi janji padaku jangan katakan ini pada siapapun terlebih Jun Lei Han dan Lynn."

"Kenapa aku tidak boleh kasih tahu ke Lei Han?"

Telunjuk Fei menunjuk hidung Xiao Song dan berseru, "kau sendiri yang bilang Lei Han tetap memiliki rasa takut menyatakan perasaan seperti wanita! Kalau kau menceritakan hal seperti ini, bukankah sama saja kau membuka aibnya?"

Xiao Song mengangguk singkat, mengiyakan. Lalu tak lama setelah itu, segerombolan mahasiswi yang suaranya sudah menggema dari lorong itu sekonyong-konyong masuk ke kelas. Itu adalah perkumpulan Yan Zi Wei dan kelima teman gadisnya. Bercakap-cakap dengan penuh gaya. Xiao Song dan Fei melirik dengan ujung mata, masih tidak senang dengan kejadian beberapa hari yang lalu.

"Ya! Terlebih Lynn yang sok polos itu!" Tiba-tiba salah satu teman Zi Wei menyeletuk demikian. Kepala Fei langsung terangkat tinggi, menatap tajam ke arah gadis itu.

Dari tengahnya, Yan Zi Wei ikut menambahkan. "Jangan khawatir, gadis sok polos itu belum kenal kita saja."

"Zi Wei, kau bilang apa?" Nada bicara Feifei seketika menaik, ia menatap sekumpulan gadis itu dengan sinis. Xiao Song mengambil tangan Fei, berusaha menenangkannya, tapi sepertinya sentuhan itu tak rasa di tubuh Fei yang mulai panas.

Yan Zi Wei menoleh, melirik acuh. "Maaf, aku lupa kalau kau teman gadis sok polos itu."

Dengan cepat Xiao Song menahan gerakan Feifei yang bangkit berdiri. Tampangnya seperti mau menerkam Yan Zi Wei. Fei sempat menepis cengkraman Xiao Song, lalu dengan terpaksa ia menahan rasa ingin mencakarnya itu, kembali duduk di tempatnya.

Selepas kedatangan Yan Zi Wei dan sekumpulannya, kelas seketika ramai. Para mahasiswa mulai berdatangan. Sebagian menyapa Xiao Song yang masih belum beranjak dari kursi di depan Fei, sibuk menghabiskan bakcang, menemani Feifei yang takut tiba-tiba naik pitam lagi.

"Xiao Song, sampai kapan kau akan duduk di situ?"

Suara yang sangat tidak asing itu menerjang keduanya. Xiao Song terkesiap kecil lalu tersenyum lebar sampai matanya menyipit sembari bangkit berdiri, membiarkan Lynn menempati singgasananya.

"Bercanda. Aku cuma mau meletakkan tasku. Setelah itu..." Badan Lynn hendak berbalik keluar kelas, tapi langkahnya terhenti akibat Brandon Jun berdiri tepat di depannya. Fei dan Xiao Song terdiam sejenak sebelum tertawa kecil.

Wajah Lynn terangkat, kembali bergumam pelan, "aku membeli bakpau di kantin..?"

Alis Brandon Jun terangkat sebelah, matanya mengarah ke Xiao Song dan Fei, lalu kembali menatap Lynn. "Kau mau beli bakpau?"

Seakan tersadar ucapannya, Lynn mengerjap sadar. "Eh, maksudku, aku sedang bicara pada Xiao Song tadi, i--iyakan, Xiao Song?" Lynn menoleh ke arah Xiao Song agak tergagap, sementara pemuda itu mengangguk kikuk. Bergerak paham, Brandon mengangguk kemudian seraya bicara, ia mengeluarkan sesuatu dari dalam ranselnya.

"Kalau sekarang kau mau ke kantin, kuberikan ini padamu sekarang saja." Tangan Brandon keluar bersamaan dengan sebuah buku bergambar kereta misterius. Tanpa sadar, mata Lynn membulat.

"Ini versi Bahasa Inggrisnya. Ambilah."

Mata Lynn teralih pada buku itu, lalu segera menatap Brandon kembali seraya menerima. Tapi pemuda itu keburu menyentuh kening Lynn dengan satu jemarinya, agak membungkuk dan dengan suara rendah berkata, "jangan di letakkan di atas lemari loker lagi, ya?"

Sesuatu dari dalam dada Lynn meledak-ledak. Ia terpana beberapa saat, lalu mengerjap singkat sambil tersenyum, kemudian mengangguk lemah, membiarkan pemuda itu berlalu ke mejanya sendiri.

Dari kursi, Feifei yang menatapinya terbatuk sekilas. Namun perhatian Lynn terlalu berpusat pada buku yang digenggamnya hingga tanpa sadar ia membaui buku itu.

Aroma buku baru. Lembaran yang hangat dan khas, Lynn sangat menyukai bau itu. Kemudian, tanpa sadar, hatinya meletup rendah ketika sekali lagi memandang ke arah Brandon.

Tidak menyadari satu tatapan kilat, yang sedang memandangi dirinya penuh amarah.

***
Maafkan baru apdet hari ini. Season mobile legend tinggal sejam lagi. Jadi aplot ini bentar, push bentar stelah season, baru fokus ini lagi. Yeahahaha. Enjoy gais! Thank you so much buat yang sudah menunggu^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top