Takdir 14

Mobil itu dikendarainya dengan halus. Sangat nyaman, berbeda dengan saat aku naik mobil pria bedebah itu. Walau jalanan berlubang di sana-sini, pria itu tetap lincah melewatinya dengan mulus. Kau mungkin bisa tertidur pulas saat ini jika kau naik mobil yang sama denganku. Dari jendela, aku bisa melihat gedung-gedung berkaca menjulang tinggi untuk yang kedua kalinya. Impianku untuk bertamasya di gedung itu kembali terbesit. Akankah orang-orang ini akan mengajak aku dan Kiki kesana? Terkesan kekanak-kanakan memang. Maklum, anak kumuh sepertiku ini memang baru mencicipi dunia perkotaan.

“Namamu Kaka, ya?” wanita di depanku bertanya.

“Em, iya, tante,” jawabku pelan.

Wanita itu tertawa kecil. “Aduh, nak, jangan panggil saya tante. Kamu kan sekarang jadi anak ibu sama ayah. Jadi, panggilnya harus ibu dan ayah, ya.”
“Biarlah, ma,” ujar pria di sampingnya sambil tetap mengendalikan kemudi. “Mereka mungkin belum terbiasa. Nanti pasti ada waktunya.”

“Kalau Kiki? Boleh panggil ibu sekarang?” tanya Kiki sok centil.

“Boleh, dong, sayang. Ibu justru senang kalau sekarang sudah dipanggil ibu,” ujar wanita itu.

Sesaat, mobil berbelok ke arah kiri, memasuki halaman rumah sakit. Aku bertanya-tanya, untuk apa berhenti di rumah sakit?

Aku dan Kiki mengikuti mereka berdua turun dari mobil. Mereka menggandeng tangan kami dengan erat. Aku memilih diam sambil menikmati penjuru gedung rumah sakit. Saking terlenanya dengan pemandangan rumah sakit, aku tidak sadar kalau kami sudah berada di salah satu ruangan. Kulihat dokter laki-laki berkacamata sudah ada di hadapan kami.

“Oh, Tuan Ardi, ya? Anda benar-benar datang rupanya,” sapa dokter itu. Ternyata ia sudah kenal dengan pria yang sebentar lagi akan jadi ayahku.

“Tentu saja,” jawab pria itu. “Anak-anak ini sudah siap diperiksa.”

Tunggu, kami? Untuk apa kami diperiksa? Memang apa yang salah dengan kami?

“Tante ... maksudku, ibu, untuk apa kami diperiksa?” tanyaku.

Wanita itu tersenyum, lantas berucap, “Ini hanya tes kesehatan biasa. Ibu khawatir kalian sakit. Kondisi kalian akhir-akhir ini mengkhawatirkan.”

Aku menghela nafas lega. Ternyata mereka paham kalau selama ini aku dan Kiki memang sering sakit akibat terlalu letih dan pola makan tak teratur. Dokter itu menuntunku ke ranjang dan menyuruhku berbaring disana. Dia menyuntikkan sesuatu di lenganku, dan dalam sekejap aku tertidur hingga tak bisa mengingat kejadian apapun di ruangan itu.

To be continued...

counting days to the end, hoho

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top