11 : Ini Aneh
Jantung Ratu mengalami palpitasi lokal begitu melihat kedatangan Tuan Muda dengan ekspresi wajah ketat.
Langkah berkertak-kertak sepatu sang bos yang menginjak decking tile sebelum mencapai teras membuat wanita itu ingin menghilang, tapi tentu saja juga segan pada Reval.
Gadis dengan rambut dikucir kuda itu kali ini mundur dan tersembunyi di balik tubuh tinggi Reval sambil merunduk. “Ck! Pokok pisang datang!” serunya di hati dengan rasa tak suka.
Restu yang melihat keberadaan careworker Fatma dan Reval di situ tetap melangkah tak acuh juga angkuh.
“Den Reval, saya permisi,” ucap Ratu lebih dulu untuk menghindari pria kejam itu.
“Kok pergi? Kebetulan ketemu Tuan Muda. Sekalian aja bilang ke dia. Kak Restu.”
Panggilan Reval menghentikan langkah sang bos mafia.
Sontak Ratu menahan ringisan datar di bibir. Pria si pokok pisang ini yang ingin ia hindari malah harus berdiam di sini lagi.
“Ratu minta menu Oma diganti.”
Restu memiringkan kepala tajam, menatap Ratu dengan dingin.
“Dia bilang, belakangan Oma makannya gak habis.”
Ungkapan itu membuat Restu bergeming sejenak. Kali ini menyorot sangar pada careworker itu seolah menvonisnya sebagai sumber masalah.
“Loh. Ester bilang Oma belakangan makannya selalu habis. Mana yang benar?” Sorot mata dingin itu bagai hendak membekukan persendian Ratu yang sebenarnya tak takut, tapi tetap saja ia tak ingin banyak bicara dengan pria ini.
“Eum. Itu ... saya yang menghabiskan.”
Bukan hanya Reval, baik Restu juga terkejut mendengarnya. Namun wajah pria itu hanya terkesan kaku.
“Jadi kamu makan sisa Oma?” ujar Reval baru tahu.
Gadis itu meringis. “Ya ... mubazir dibuang-buang. Chef dan yang lain udah capek masak. Belinya juga bukan pakai daun. Kan sayang yang kerja keras,” jawabnya polos tanpa niat apa pun.
Reval melongo aneh. “Apa Ratu sesusah itu sampai sisa makanan orang lain pun ia makan?” tanyanya di hati.
Namun Restu yang melihatnya menilai dari sudut pandang berbeda. Tanpa sadar, gadis ini menghargai uang Restu yang dihamburkan percuma. Hal yang tak pernah ia temui baik dari pihak keluarga, lawan bisnis, bahkan orang yang ia percaya. Perkara remeh tapi entah bagaimana di jiwa bisnis Restu berkesan tak biasa.
“Terserah, yang penting tugas kamu tunaikan. Jangan sampai Oma malah makin sakit karena ganti menu seperti saran kamu. Kalau itu terjadi, hati-hati kamu! Berhadapan dengan aku!” seru Restu garang.
Ratu mengangguk patuh. Gegas, ia pun langsung pamit pada dua pria yang masih berdiri di sana. Namun saat ia berbalik tangannya ditarik dan Ratu pun terbelangah. Saat netranya melihat pria mana yang mencekal pergelangannya, jantungnya hampir loncat karena ini di luar dugaan.
“Kamu mau ke mana? Tugas jaga Oma udah selesai 'kan? Aku masih mau bicara. Ayo ikut aku.” Tanpa rasa canggung, Reval mengajak Ratu keluar di depan mata Restu.
Tuan Muda rumah itu sempat bergidik kaku, tapi mau marah pun ia tak punya alasan tepat. Entah bagaimana, tiba-tiba dirinya merasa kian gerah dan kembali mengibas ujung kerah. Ia pun pergi melangkah mengabaikan dua insan yang masih berdiri di sana.
Sesampainya di kamar, tubuhnya terhempas di sofa empuk berwarna hitam seraya memijit dahi yang sedikit pusing mengurus segala urusannya di luar. Namun, otaknya tiba-tiba melintaskan sebuah pikiran. “Kenapa Ratu bicara masalah menu Oma pada Reval? Kenapa bukan Ester?” tanya hatinya merasa aneh.
👉👉👉
Dua hari usai malam itu.
[Bos, Axel berhasil memasukkan sabu lewat pelabuhan siang tadi]
[Kita kecolongan, Bos]
Pesan dari Eric dan Saka. Tangan kanan juga salah satu anggotanya di Mafia Bawah Tanah. Netra biru kehijauan milik bos mafia itu kini memicing tajam saat membaca pesan. Otaknya membuat praduga juga rencana untuk mematikan kelompok mafia yang menjadi rivalnya itu. Agaknya Murad masih ikut turut andil dalam hal ini.
“Dasar bedebah!” pekik Restu geram.
Pikiran-pikiran yang berkumpul di kepalanya kini mengepul. Otak dan dada Restu terasa panas. Ditambahi lagi masalah Dinda yang memusuhinya.
Pria itu melangkah ke halaman untuk mencari udara dan menjernihkan pikiran agar bisa mengatur strategi lagi. Belakangan, berada di kamarnya membuat ia bosan.
Pria itu menatap arloji di tangan kiri. Pukul 22.00 para pelayan sudah tidak lagi berkeliaran dan istirahat di kamar mereka. Karena itu agaknya duduk di taman akan menjadi pilihan terbaik untuknya.
Sementara itu, di taman samping rumahnya.
"Ratu, ada lowongan kerja di rumkit Duta Medikal Utama. Kamu keluar aja dari rumah itu. Pindah kerja yang lebih manusiawi. Walau nanti kita beda rumah sakit, ya gak masalah. Yang penting seperti keinginan kamu kerja di rumah sakit 'kan? Bukan jadi careworker." Suara Aarav dari seberang mengusik hati perawat pribadi Fatma itu.
Sungguh berita ini cukup menggiurkan untuknya. Namun mengingat kontrak kerja yang sudah ia tanda tangani untuk satu tahun ini, bagaimana ia bisa pergi?
Gadis itu bimbang, bibirnya tergigit kecil. Ia yang baru saja keluar dari kamar Fatma saat mendapatkan panggilan dari Aarav—kekasihnya saat pendidikan ners—kini dibuat gamang. Semenjak kedatangan Ratu ke sini, perbincangan mereka tak makin membaik. Apalagi Ratu harus curi waktu untuk bisa bicara.
“Tapi, Aarav, aku udah tanda tangan kontrak satu tahun. Kalau aku keluar dari perjanjian, akunya yang bayar,” ucap Ratu bingung.
Uang muka sudah ia terima dari keluarga ini dan sudah ia serahkan pada Linda untuk biaya pengobatan penyakit asma yang diderita ibunya itu. Sebagian diambil Hulia untuk biaya pengobatan pamannya. Ratu bahkan hanya memegang uang pas-pasan yang sudah ia gunakan untuk membayar bemor hari itu. Bahkan untuk membeli pulsa pun ia tak mampu. Berkomunikasi dengan ibu dan adiknya, ia harus menunggu mereka yang menelpon lebih dulu.
"Kamu harus berani dong? Gak mungkinlah mereka minta kamu bayar. Mau pakai apa? Mereka juga tau kerja di situ buat cari uang. Masa disuruh bayar. Paling juga itu cuma gertakan doang!" ujar Aarav di seberang.
Dalam hati Ratu, Aarav tak tahu saja seperti apa Tuan Muda di rumah ini. Ratu bahkan sudah melihat sisi lain dari pria itu tanpa sengaja. Dan ia nyaris mati. Namun Ratu tak ingin cerita tentang ini pada kekasihnya.
“Ck, bukan gitu. Uang muka 'kan udah aku terima.”
"Ya bilang aja ibu kamu sakit.’
“Gak semudah itu Aarav.”
‘Ah, kamu ini kayaknya mulai berubah, Ratu. Kok jadi ciut gitu nyali kamu?’
“Aarav, kamu tau 'kan aku ini bukan pengecut? Tapi—“
‘Ya karena itu aku bilang gitu. Mana Ratu yang pemberani? Ners yang membuat aku jatuh cinta karena karakternya yang berbeda dengan wanita lain yang pernah kutemui. Kenapa sekarang kamu jadi lemah begini ha?’
“Bukan gitu, Aarav—“
‘Atau apa kamu memang gak mau nikah sama aku? Karena itu kamu pura-pura sudah teken kontrak di sana? Kamu bahkan gak kasi kabar ke aku tentang ini sebelumnya,’ potong pria yang berprofesi sama dengan Ratu itu.
“Aarav. Aku gak bisa hubungi kamu!" Ratu sedikit kesal dan menekankan.
‘Udahlah. Kayaknya percuma juga aku kasi kabar ini ke kamu. Aku lagi jaga malam ini di UGD. Udah dulu.’
Panggilan terputus begitu saja.
Ratu menarik napas berat. Gadis itu berbalik, sepersekian detik terlonjak hebat saat menemukan ada sesosok pria sedang berbaring di kursi malas dekat kolam renang sambil melipat dua tangan di depan dada dengan mata yang tertutup.
Ratu menegang seraya memegang dada kaget. Sejak kapan si pokok pisang itu ada di situ? Gumamnya halus.
Pura-pura tak tahu ada orang, gadis itu berjalan mengendap-endap agar bos mafia itu tak membuka mata yang serupa permata itu. Keinginan Ratu terlaksana tapi telinganya yang malah disajikan suara bariton dari sang Tuan Muda.
“Kalau udah gak kuat kerja di sini, keluar aja. Tau pintu keluarnya di mana 'kan?” Restu bersuara tanpa membuka mata.
Langkah Ratu berhenti. Ia melirik dongkol pria yang baginya tak punya hati itu, terlebih suasana hatinya sedang kacau.
“Andai saya bisa!” ucap Ratu mendengkus kesal sebelum berlalu pergi.
Cukup berani untuk menghadapi Tuan Muda rumah ini.
Netra Restu terbuka begitu sosok gadis tengil itu menghilang dari sana. Sorot matanya memandang lurus bagai menembus
jauh ke langit berbintang yang cukup benderang malam ini.
Cahaya yang berkerlipan tergantung di sana kian menonjol saat lampu tiba-tiba padam. Restu bergeming menikmati pemandangan dalam kegelapan yang memang menjadi warna kegemarannya.
Namun beberapa detik kemudian, ketenangannya diinteruksi suara minta tolong dari toilet dekat kolam renang.
Pria itu menajamkan telinga mencoba mengenali suara.
Itu ... Ratu?
.
.
.
Tbc
Ratu kenapa? 😱
Ketemu juga di sini yuk
Instagram📷 :Zain_Isika
KBM App : Zain_Isika
Mafia si pemburu. Kutunggu selalu, see you dan tengkyu 🤗❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top