10 : Kenapa Harus Melihat Kalian?

Mobil Phorsche 718 Cayman GT4 berwarna hitam itu melaju dengan suara deru yang begitu padu membelah jalan kota.

Di belakang roda kemudi, Restu, sebagai pemiliknya menyorot tajam ke depan bagai macan mengintai mangsa.

Sementara Eric sedang sibuk membuka tablet di samping bosnya.

“Kita siap, Bos,” ucapnya setelah menerima laporan dari earphone yang sudah stanby di telinga.

Sementara itu di area swimming pool rooftop Hotel Grand Ambarawa. Murad dan beberapa rekannya sedang saling melempar tawa renyah di sela senda gurau sambil merendam badan di tepi kolam yang hangat.

Musik klasik mengalun di setiap sudut menambah suasana rileks para tamu di ruang VVIP yang sudah Murad booking khusus untuknya hari ini.

“Bagaimana dengan kebijakan pajak di pelabuhan dan perusahaan bisnis, Pak Murad? Aman?” tanya salah seorang rekannya.

“Sejauh ini, aman. Selagi kita bisa meng-handle antar dua kubu mafia itu, kita berada di zona aman.” Binar keyakinan Murad terbias di balik senyum kekuasaannya.

“Kau yakin? Eldrago nggak bakal tahu tentang ini?”

“Yakin. Tenang saja.” Murad tertawa puas bagai merayakan kejayaan yang berada di tangannya.

Pria itu keluar dari air, mengenakan handuk lalu duduk di kursi malas kolam renang sambil menyedot orange juice di meja.

“Pak, ada panggilan,” seorang anak buahnya datang membawa gawai miliknya.

“Ya.” Pria itu langsung menjawab telepon.

'Pak. Laporan pajak semua perusahaan sudah masuk email.' Suara dari seberang.

“Okay.”

Murad kembali tersenyum puas sarat kelicikan. Namun semua itu hilang saat suara pegawai hotel berlari tergesa untuk melaporkan keadaan yang datang tiba-tiba.

“Pak—“

Belum selesai kalimat itu, mata Murad sudah disajikan dengan sosok tinggi dengan sorot tajam dalam bingkai wajah tampan, tapi terkesan dingin juga sangar. Lelaki itu hadir diikuti seseorang bertuxedo sepertinya, masuk dari pintu kedatangan utama rooftop swimming pool.

Murad sedikit terkejut tapi tinggi hatinya yang sedang memeluk kursi kekuasaan membuatnya tak takut. Ia merasa, bahwa ia yang memegang wewenang di sini. Maka siapa saja harus tunduk di bawah aturannya. Pria bertubuh gempal itu kembali meneguk juice dengan nikmat.

“Ma-maaf, Pak. Tamu yang ini, kami nggak bisa cegah,” ucap pegawai hotel yang dipahami Murad.

Ketua hotel ini sekali pun tak 'kan berani menghalau kedatangan Restu Eldrago Osok si pria kejam pemilik saham banyak anak perusahaan di bawah E-Kingdom Group. Walau sejujurnya, Malik juga tahu, siapa Restu Eldrago di balik jas necis yang dikenakannya jika tak duduk di kursi direktur. Tetap saja, Murad ingin turut memonopoli pria bertangan baja itu yang konon terkenal seram bagai malaikat pencabut nyawa.

Dalam hati, Murad menahan kesal atas kehadirannya di sini. Tentu saja, ia bisa mencium kabar buruk terkait kedatangan orang nomor satu di E-Kingdom Group. Karena itu, Murad ingin mendapatkan lebih dari apa yang dihasilkan Eldrago Osok dengan kekuasaannya. Maka, pria bertubuh gempal itu tak ambil pusing.

Ia bangkit dan mendekat pura-pura menyambut sang bos mafia dengan ramah.

“Tuan Restu. Kau datang tiba-tiba. Mari duduk,” ajaknya bermanis muka penuh kepura-puraan. “Maaf, harusnya aku juga mengundang Anda untuk merilekskan diri bersama di sini. Aku pikir, Tuan Restu pasti sedang sibuk dan tak ada waktu.” Pria itu membuka tangan dengan senyum ramah yang palsu.

Tentu saja Retu sadar hal itu. “Tampaknya kau sedang menikmati masa kejayaanmu.” Mata tajam lelaki itu lurus menatap ke kolam renang lalu bergeser dengan sorot yang sama ke arah Murad. Pria-pria yang bertelanjang dada di dalam air bergidik ngeri dan sontak ingin segera lari jika tak merasa berada di bawah perlindungan Murad.

“Ah, bukan begitu, Tuan Restu.” Murad terkekeh ramah. “Pelayan. Bawakan minuman. Mau minum apa, Bos?” ucap Murad menjamu tamu.

“Tak perlu. Aku tidak lama.”

“Ah, jangan begitu, Tuan Muda.”

Restu tak ingin lama berbasa basi. Karena itu ia langsung memberi isyarat lewat mata pada Eric yang sudah memegang sebuah berkas.

Kertas berlembar-lembar itu kini terkapar di meja.

“Periksalah,” kata Restu dengan sorot tenang tapi menenggelamkan.

“Apa ini, Tuan Muda?” kata Murad memasang wajah tak tahu apa-apa.

“Bacalah,” kata Restu cukup dingin seolah hendak membekukan pria di depannya seraya duduk dengan tenang.

Murad meraih benda itu dan membaca isinya. Ia belum sampai di akhir berkas tapi mimik wajahnya yang mencoba berkilah sudah terlihat jelas.

“Tuan Muda. Apa ini?” ucapnya bersembunyi.

“Kau memonopoli pajak perusahaanku untuk bisa meraup lebih banyak keuntungan di luar dari apa yang aku beri padamu? Lalu diam-diam kau bermanis muka ke pihak Axel untuk mendapatkan hidangan tutup mulut dari mereka juga. Kau tak merasa kenyang rupanya, ya?" ucap Restu sarkastis.

“Ah. Bos salah sangka, Bos. Mana mungkin saya berpihak pada Axel. Mereka terkenal penyelundup kelas atas di pelabuhan. Sayangnya selalu gagal dikasuskan."

"Gagal karena kau turut ikut punya andil dalam bisnis mereka bukan? Jangan bodohi aku, Murad." Seringai kebencian terlukis di wajah Restu.

“Penjilat!” bentak Restu benar-benar marah. Sungguh ia ingin menembak pria berperut buncit yang cukup tamak dan tak tahu diri ini.

“Jangan terlalu serakah, Murad. Aku bisa menggiring opini masyarakat untuk bisa menjatuhkanmu dari kursi sekarang. Harusnya kau tau, jangan main-main denganku!” tekan Restu lagi di samping Eric yang berdiri di antara Murad dan bosnya.

Dalam hati Murad. "Kau yang serakah dengan terlalu kaya. Tak masalah bukan jika kau bagi-bagi kekayaan itu pada yang lain," gumamnya dengki.

Eric kini menodongkan pistol ke dahi Murad yang terdiam.

“Berani sekali kau menodongkan pistol!” Suara Murad bagai kalimat perintah untuk anak buahnya bergerak.

Secepat kilat, empat orang ajudannya turut datang, mengacungkan pistol dan belati pada Restu dan Eric. Sementara orang-orang di kolam renang segera mengendap-endap untuk menyelamatkan diri.

Tawa miring yang tak gentar tertarik di ujung bibir Restu. “Kau benar-benar tidak tahu malu!” seru Restu dengan seringai angkuh. “Kau pikir, empat orang ajudanmu ini bisa melawanku? Hhm?”

“Kau terlalu sombong, Restu! Bagaimanapun perusahaanmu harus ikut kebijakan pemerintah setempat. Menerorku sebagai pemegang wewenang hanya akan menyeretmu dan kelompok mafia di bawah pimpinanmu ke jeruji besi! Kau siap?”

Bukannya takut, tawa Restu malah pecah cukup lebar. “Ternyata kau sudah benar-benar lupa diri, Murad! Meski aku bos mafia, tapi perusahaanku tak pernah ingkar pajak! Tapi kau manfaatkan itu! Buka catatan divisimu. Kalau kebijakan yang kau buat masih bisa ditolerir, aku maklum. Tapi ini, sama saja ikut memeras rakyat jelata. Apa otakmu itu isinya hanya uang? Apa otakmu itu tak sampai untuk berpikiran dengan kebijakan yang kau buat rakyatmu bisa kehilangan pekerjaan?!”

Mata Restu memerah. Ia benar-benar marah. Hitungan detik, sepuluh orang berpakaian hitam masuk menerobos pintu masuk begitu saja dan perkelahian terjadi.

Eric yang sigap melindungi Restu, mengangkat tangan kanan kiri mengacung belati setelah menyimpan pistol di holster. Restu berpesan, tak ada yang boleh menggunakan senjata api untuk aksi mereka kali ini. Pertarungan dengan benda tajam cukup untuk memberi orang-orang Murad pelajaran.

Murad ikut berang dan menggebrak meja dengan geram. Saat bersamaan tangan gempalnya diraih Restu lalu dengan mudah terpelintir diikuti suara erangan anggota dewan itu.

“Jika kau masih berkhianat, menjilat, kupastikan nasibmu tidak akan lagi terhormat!” tekan Restu di telinga Murad yang mengerang berang ingin melawan dengan menumpukan tubuhnya pada Restu. Namun tak disangka, kekuatan tubuhnya yang besar itu tak mampu menggeser Restu yang mengunci tangannya dengan keras. Sepersekian detik selanjutnya, masih dalam posisi Murad yang mendorong ke belakang, Restu sengaja memberi point agar pria itu mundur.

Bos mafia itu tak melepas cengkeraman tangannya, malah ikut menyumbang kekuatan menarik bobot berat rivalnya itu. Lalu sebelum langkah mereka berdua sampai ke kolam, Restu melepas cengkeraman dan berkelit tipis dengan mudah. Berakhir dengan tubuh Murad yang terjun ke air kolam. Pria itu bangkit dengan wajah basah dan kemarahan yang ingin ia lampiaskan. Namun saat matanya menangkap pemandangan yang ada di sekitar kolam renang, pria itu lebih memilih bungkam. Sebab seluruh orangnya kini sudah berada di bawah ancaman peluru anggota sang bos mafia.

Di hadapannya, di pinggir kolam, Restu menekuk satu lutut dengan tangan bertumpu di ujungnya.

“Ini peringatan buatmu. Belum ada apa-apanya, Tuan Murad yang terhormat! Sekali lagi kau menusukku dari belakang, nyawamu melayang! Dasar bermuka dua!" ancam Restu kejam dan menghunjam.

Bos Mafia itu berdiri dan berbalik seraya menjetikkan jari sebagai perintah. Seluruh anak buahnya melepas cengkeraman mereka pada semua orang yang tadi ada di sana lalu berjalan mundur seraya menodong pistol sebelum menghilang di balik pintu utama.

👉👉👉

Bayu menari syahdu menerpa daun dan ranting yang meranggas di halaman kediaman keluarga Eduard Osok. Purnama tengah benderang di antara bintang yang terkalahkan oleh pesonanya.

Mobil Porsche hitam datang bersama deru mesinnya seakan ikut meningkahi angin yang memeluk malam.

Seorang pria turun sambil membanting pintu mobil diikuti gerakan menarik kerah seolah sedang sangat-sangat gerah. Kepalanya miring ke kanan sekali gerakan bersama bibir yang ketat dan sorot mata benci.

Langkahnya maju dan sampai ke pintu utama saat menemukan ada dua sejoli sedang berdiri dan saling melempar tawa.

Kemarahannya yang belum pergi ditumpangi lagi dengan tingkah wanita si serangga penganggu.

“Den Reval, makasi udah mau bantu bujuk Chef Ursula ganti menu Oma, ya,” ucap wanita itu semringah bersama tatap mata berbinar.

Terkesan ramah, juga penurut. Berbeda saat berhadapan dengannya yang sering lebih berani, bebal juga bengal, bahkan melewati batas.

Pria yang sedang bicara dengannya juga menarik senyum kecil. Tak terlalu kentara memang. Namun, itu saja sudah cukup membuat Restu bisa membaca ada sesuatu di balik senyum tak biasa itu.
.
.
.
Tbc

Restu .... (Monggo diisi menurut dugaan pembaca 😁 Kemarin Reval, kali ini Restu 😂)

Ketemu juga di sini yuk
Instagram📷 :Zain_Isika
KBM App : Zain_Isika

Mafia si pemburu. Kutunggu selalu, see you dan tengkyu 🤗❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top