06 : Ratu=Tamatlah riwayatku 😭

Tenggorokan Ratu bergerak saat ludah kosong tertelan. Sorot mata serupa permata itu bagai sedang menyilaukan netranya yang kini tertunduk tegang.

Langkah pemilik suara tadi maju bagai elegi hitung mundur akhir dari nasib atau juga nyawa Ratu. Sebab kini ia juga sedang  mengacungkan pedang ke arahnya.

“Ma-maaf, anu tadi itu saya  ....”
Ratu terdongak, terlonjak hebat saat ujung mata pedang yang berkilat menyentuh kulit lehernya.

Sorot membunuh itu tak berubah. Makin dekat kian menikam dan siap menebas pedang.

“Apa? Serangga pengganggu agaknya memang cocok untuk kamu, ya?”

Kalimat itu membuat Ratu terhenyak dan untuk sepersekian detik menangkap kalimat Restu bagai menohoknya terkait apa yang ia lihat tadi. Jika benar, tentu ia tak terima. Namun sepersekian detik selanjutnya ia menangkap hal lain yang lebih realita. Tentu kalimat itu terkait kedatangannya di sini.

“Maaf, Bos. Tadi saya ... cuma lagi cari bola Sasya.” Ratu meringis dengan napas kembang kempis. Ia bicara lebih patuh dari sebelumnya.

Sungguh sebenarnya ia tak ingin bertemu dengan pria ini lagi. Sudah berhari-hari ia bisa tenang tak dihantui ancaman-ancaman sejak kejadian di toilet itu. Kenapa sekarang harus terperosok bertemu macan lagi bagai menyerahkan diri?

Alis Restu menukik satu. “Apa sekarang kamu merangkap baby sister juga? Tugas kamu apa rupanya?!” Suara Restu naik bagai merontokkan bulu kuduk Ratu.

“Bu-bukan. Tadi saya nggak sengaja nemukan Sasya tersungkur mencari bola. Jadi saya bantu carikan supaya tangisnya reda.”

“Cari bola Sasya sampai ke sini?” tuding Restu dengan rasa tak suka yang kentara.

“Itu. Kalau itu  ....” Ratu tergagap tak mungkin mengatakan apa yang dilihatnya. “Saya nggak tahu ini ruang apa, sa—“

“Mana Baby Sister Sasya memangnya?” potong Restu dingin. Masih tetap mengunci Ratu di bawah ancaman pedangnya.

“Mungkin sedang buat susu. Ah, ya. Mungkin sedang buat susu Sasya.” Ratu mengangguk senewen dengan dugaannya sendiri.

“Tapi  ... gelagat kamu seperti sedang dikejar-kejar dan menghindar.” Mata biru kehijauan milik Restu menelisik diam-diam.

“Nggak ada kok, Bos.” Perawat Fatma itu memejam cemas.

“Jadi ngapain kamu masuk ke sini!” Kalimat  tanya itu serupa seruan menghunjam.

“Saya nggak sengaja, Bos. Saya pikir ini—”

“Ini kamar pribadiku! Tak ada yang boleh masuk ke sini selain atas izinku. Yang berani masuk? Siap-siap menerima ganjaran!”

Mata Ratu terbelangah spontan.
Jadi ini kamar pribadi Restu yang dikatakan Iva?

Ruang ini mirip ruang olahraga karena ada beberapa alat fitnes tepat di belakang Restu.

Baru Ratu sadari saat matanya mengedar sekilas, di balik dinding transparan bisa ia lihat lukisan Restu dengan seekor macan dan burung elang di lengan terpajang gagah di dinding. Di bawahnya ada ranjang king size yang berselimut seprai hitam.

Di sebelah kiri ada dinding berupa rak buku yang bagian tengahnya sedikit terbuka mirip pintu rahasia. Sepertinya menuju ke ruang lain. Di sisi kiri rak itu ada senapan, pistol juga pisau berbagai ukuran tergeletak di meja. Bahkan ada yang masih bermandikan darah. Gadis itu sempat bergidik ngeri tapi tak bisa berkutik sama sekali. “Apa pria ini baru membunuh orang lagi?” tanyanya dalam hati.

Dan akhirnya Ratu sadari, ruang lebar ini didominasi dengan warna hitam. Sofa hitam, seprai hitam, karpet hitam, lemari hitam, juga kebanyakan benda yang ada di sana serba hitam.

“Maaf atas kelancangan saya.” Ratu tertunduk tak ingin berdebat dengan Tuan Muda rumah tempat ia  bekerja seperti awal ia bertemu pria kejam itu.

“Siapa saja tau, aku paling tak suka ruanganku dimasuki orang lain.”

Suara mata pedang berdesing bertubi-tubi saat benda itu menebas angin di sekitar tubuh Ratu yang gelagapan dan mata terpejam.

Ia pikir, habislah riwayatnya.  Saat menyadari suara pedang diayun itu berhenti, Ratu termegap sesaat lalu membuka mata disambut seringai  menyeramkan.

Restu bergeming menatap wajah pasi gadis yang dilaporkan Ester belakangan terlihat akrab dengan Iva dan juga hangat pada Fatma.

“Oh, apa aku masih hidup?” lirih Ratu polos bersama embusan napas kelegaan.

“Keluar kamu dari sini! Jangan pernah muncul di hadapanku lagi! Pergi, sekarang! Sebelum aku berubah pikiran!” bentak Restu yang menahan nyeri di perutnya.

Tanpa pikir panjang, langkah seribu diambil Ratu. Namun saat tangannya menjeremba handle pintu, gadis itu kebingungan karena benda persegi itu terkunci sekarang.

Ratu salah tingkah dan serba salah. Memohon dibukakan atau ia berusaha sendiri?

Restu yang melihat itu menggerutu jengkel. Dasar serangga penganggu! Pekik hatinya geram.

“Minggir!” hardik Restu kasar.
Ia menekan sesuatu di smart door lock yang kemarin sempat bermasalah.

Pintu Restu hanya bisa diakses dengan sidik jarinya, juga multi card  yang di-setting bisa membuka seluruh pintu yang ada di rumah ini. Black Card itu hanya ia yang punya.

Tadi ia sedang mencoba kembali, karena itu pintu kamar pribadinya terbuka. Saat semua fungsi otomatis tak bekerja, Restu mencari gawai untuk menghubungi Eric. Namun belum sempat ia mendapatkan ponselnya, telinga dan netra Restu dikejutkan dengan kedatangan serangga pengganggu di kamarnya.

Kali ini ia menyadari serangga penganggu ini yang tadi menutupnya dan kunci tak bisa dibuka.

“Agh!” Restu mengerang bringas.

Lalu melangkah mencari gawainya untuk mengontak Eric.

“Pintu utama kamarku juga bermasalah lagi! Panggil orang yang kupercaya ke sini! Sekalian peringatkan dia jika main-main denganku. Kemarin terowongan rahasia, sekarang pintu utama! Tak becus!”

Entah apa yang dikatakan  Eric di seberang sana. Mungkin pria itu sudah kenyang mendengar segala serapahan bosnya yang seirama dengan orang-orang di rumah ini bukan? Hingga ia kebal menerima umpatan apa pun.

“Kamu keluar dari pintu itu, menuju ke tangga dekat toilet tempat kau tak sopan masuk kemarin. Pergi!” perintah Restu lagi kian menahan perih di perutnya.

Ratu mengangguk patuh dan beranjak menuju pintu yang dikatakan Tuan Muda. Namun saat ia berusaha membuka kejadiannya sama!

Restu mengerang dan mencoba membuka pintu itu. Hasilnya masih sama. Pemuda itu kian murka.

“Kamu!” Telunjuk Restu mengacung beringas ke arah Ratu. “Dasar serangga!” Restu memukul keras udara dengan hampa.

Ia benci orang lain masuk, dan kini orang itu malah terperangkap di kamar pribadi bersamanya?

Gadis itu kembali terkinjat saat tangan Restu menjeremba dan mencengkeram kuat lehernya membawa wanita itu terpojok ke dinding.

“Kenapa kau harus banyak melibatkan diri dalam urusanku ha? Kau jenis serangga yang bebal rupanya, ya! Hama macam apa kau ini? Hapus! Hapus semua ingatanmu tentang apa yang kau lihat tentangku. Semua! Termasuk apa yang kau lihat di kamar ini! Dengar?!”

Ratu tergemap, megap-megap berusaha mengangguk setuju bersama napas yang satu-satu.
Ia tak langsung bisa bernapas semestinya walau tangan Restu sudah melepas cekikan dengan kasar beberapa detik setelahnya.

Pria ini, benar-benar kejam dan seram. Lirih Ratu dalam hati.

Gadis yang memeluk lehernya dengan tersengal tanpa sengaja menangkap bercak darah di kemeja putih slim fit Tuan Muda-nya.

“Bos, Anda ... ter-lu-ka?” tanya Ratu terbata sedang di sana Restu sedang memegangi perutnya yang kian nyeri saja.

Rasa sakit yang sebenarnya ia tahan sejak tadi. Karena itu ia menyuruh Ratu segera pergi.

Akhirnya pemuda itu terduduk lunglai di sofa tak mampu lagi menahan rasa tikaman luka di perutnya.

“Bos, An-Anda nggak papa?” Wajah Ratu berubah panik saat Tuan Muda itu mengerang kesakitan.

Takut-takut  Ratu melangkah maju tak bisa diam saja karena ia jelas tahu bosnya tersiksa.

“Bos, Anda baik-baik saja?”

“Mundur kamu! Jangan mendekat!” Mata biru itu memelotot tajam dan langkah Ratu tertahan.

“Cepat kau pergi dari sini!”

“Lewat mana?” Mimik wajah Ratu menegang bingung. “Dan Anda terluka. Izinkan saya periksa.”

“Nggak perlu!” Otak Restu masih bekerja mengingat terowongan rahasia yang baru diperbaiki. Namun ia tak ingin Ratu juga tahu jalan pintas itu. Gadis 'bengal' ini sudah terlalu jauh mengetahui apa yang harusnya tidak perlu ia ketahui.

Helaan napas lelah lolos dari mulut Ratu. Apa semua orang di rumah ini—kecuali Iva—sudah terprogram keras kepala dan kasar begini? Persis seperti Oma Fatma yang mengumpat walau sebenarnya ia butuh.

Ratu bergeming menahan diri. Ia menanti harus apa. Jika memang Restu menolak ditolong maka ia berharap pintu itu segera terbuka dan ia bisa pergi dari ruang ini segera.

Namun kesiagaan Ratu terhenyak saat tiba-tiba Restu terhuyung dan meringkuk lemas di sofa.

“Bos. Serius Anda nggak papa?” ujar Ratu tak yakin dengan ucapannya dan apa yang dilihatnya.

Restu tak bisa lagi  berkata apa-apa karena menahan denyut yang menyiksa di perutnya.

Melihat kondisi Restu akhirnya Ratu maju, dengan gugup dan takut-takut meminta izin pada sang Tuan Muda yang tak lagi bisa menjawab apa-apa.

Sedikit gemetaran, Ratu menyingkap kemeja sang bos. Lalu sepersekian detik netranya tergegau.

“Ya Tuhan!”
.
.
.
Restu kenapa? Bakal ada kejadian apa lagi setelah ini?
Ikutin terus kisah Ratu dan Bos Mafia, ya. 🤗🤗

Ketemu juga di sini yuk
Instagram📷 :Zain_Isika
KBM App : Zain_Isika

Mafia si pemburu.
Kutunggu selalu.
See you 😉👉
And Thank you ❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top