EPILOG
DUA HARI KEMUDIAN
"Jadi, pengemis-pengemis itu dilepas di gunung, Bri?"
"Ya, bukan dilepas, sih, Di. Di sana kan ada pos penjaga kebun, pengemis-pengemis itu dititip di sana sampai petugas penertiban datang. Tapi, tengah malam mereka hilang. Semuanya hilang, Di. Sudah dicari ke mana-mana tapi nggak ketemu. Kalau dipikir-pikir, mereka itu asal-usulnya saja nggak ada yang tahu, kan? Sekarang di simpang tiga Bayang sudah sepi dari pengemis, tapi banyak warga yang bilang, mereka masih didatangi pengemis setiap malam."
"Kasmin?"
"Bukan. Pengemis baru."
"Oh, terus Mak Sulas?"
"Nggak ada yang tahu di mana Mak Sulas sekarang. Rumahnya sudah rata. Apalagi di rumah Mak Sulas ditemukan mayat nenek-nenek yang sudah busuk. Jembatan ke sana juga sudah diputus. Ah, pokoknya banyak yang berubah di kampung ini setelah kejadian itu. "
"Tapi setiap malam sudah nggak ada penampakan-penampakan lagi, kan, Bri?"
"Nggak ada, Di. Aman. Kalau liburan lagi, kita mancing di danau baru, yuk!"
"Danau baru?"
"Rumah Mak Sulas kan udah rata. Jembatannya nggak jadi dibongkar, jadi banyak yang mancing di danau kecil di balik bukit itu."
TOK TOK TOK
"Bentar dulu, Bri, ada tamu."
Saya menahan panggilan dengan Sobri. Kemudian bergegas ke ruang tamu. Ini masih pukul sembilan malam, tapi ruang tamu sudah gelap. Jadilah saya menyalakan lampu, lalu membuka pintu.
PANGAPORA, CONG.
TAMAT
Tamat, cong.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top