CHAPTER 11

"Kasmin bukan cucu kandung saya. Semua tahu itu. Di balik keterbatasannya, Kasmin adalah anak baik. Dia membantu pekerjaan rumah, merawat saya, membawakan makanan, merawat kebun kecil, bahkan memancing ikan."

"Saya menemukan Kasmin di simpang tiga Bayang, sekitar seratus tahun yang lalu. Oh, itu terlalu lama, ya? Mungkin lima puluh. Kalau masih terlalu lama juga, anggap sepuluh. Saya lupa. Yang jelas, waktu itu Kasmin masih remaja."

"Kasmin tidak bisa bicara dengan baik. Penglihatannya juga tidak sempurna. Mata kirinya cacat, entah sejak lahir, atau karena kecelakaan. Yang jelas, dia sedang sakit parah waktu saya menemukannya tergeletak di pinggir jalan simpang tiga Bayang."

"Saya membawa Kasmin ke rumah. Waktu itu saya masih kuat menggendongnya. Saya obati dia, saya rawat dia seperti merawat cucu sendiri. Setelah sakit selama seratus minggu, akhirnya Kasmin sembuh—Ah, kalau terlalu lama, anggap saja seratus hari, saya lupa, yang jelas setelah itu Kasmin bisa kembali beraktifitas."

"Seperti yang saya bilang, Kasmin banyak membantu saya. Seperti punya hutang budi, Kasmin juga merawat saya ketika sedang sakit."

"Tahun demi tahun, Kasmin semakin tumbuh dewasa. Saya juga semakin tua. Banyak yang berubah dari Kasmin, terutama kepribadiannya. Kasmin juga sering pulang membawa uang, yang belakangan saya tahu kalau dia ikut mengemis di simpang tiga Bayang. Mungkin kamu sudah tahu, di sana banyak sekali pengemis. Bahkan sampai sekarang."

"Saya sempat menegurnya. Saya tidak suka dia meminta sama orang lain. Selama ini, kalau dia butuh sesuatu, selalu saya kasih. Selama saya punya uang. Namun, waktu itu kesabaran saya habis. Saya memukul Kasmin dengan tongkat ini, dan mengancam akan mengusirnya kalau masih ketahuan mengemis."

"Setelah hari itu, Kasmin pergi dari rumah. Dia tidak pernah pulang lagi selama seratus hari. Saya hanya mendengar kabar dari warga yang datang untuk pijat, kalau Kasmin masih ada di desa. Saya merasa lega. Sayangnya, ternyata Kasmin masih mengemis di simpang tiga Bayang."

"Lama tidak pulang, suatu malam, Kasmin tergopoh-gopoh membangunkan saya. Wajahnya panik dan sangat ketakutan. Seperti dikejar setan. Waktu itu sedang hujan deras, tapi saya bisa lihat ada air mata di mata cacat Kasmin. Dengan keterbatasan bicaranya, Kasmin memberi tahu saya kalau dia sudah membunuh orang."

"Perempuan tua yang Kasmin bunuh adalah seorang pengemis juga. Baik saya dan Kasmin tidak tahu namanya. Kasmin mengakui bahwa ia tergoda oleh selembar uang lima puluh ribu yang pengemis itu dapatkan dari seorang dermawan. Karena itu, Kasmin merampas kaleng uang milik si perempuan. Kasmin tahu, perempuan itu tidak bisa berdiri, dan itu membuat Kasmin merasa berada di atas angin."

"Sayangnya, perempuan itu bukan perempuan sembarangan. Saya ingatkan, semua pengemis di simpang tiga Bayang bukanlah orang sembarangan. Perempuan itu menyayat tangan Kasmin dengan pisau yang diam-diam dia simpan."

"Pertengkaran tidak dapat dihindari. Kasmin mengamuk, merampas pisau, lalu menusukkannya ke perut perempuan itu berkali-kali sampai mati. Tidak ada saksi mata saat itu kecuali sesama pengemis. Namun anehnya, pengemis yang lain sama sekali tidak peduli."

"Semua itu Kasmin ceritakan dengan bahasanya yang terbatas. Butuh waktu lama buat saya untuk mengerti dan menyambungkan semuanya."

"Kasmin mengubur mayat perempuan itu di suatu tempat. Ia tidak berani bilang di mana. Saya hanya tegaskan sama Kasmin, agar menggali lagi kuburan itu, dan memindahkan mayatnya ke pemakaman ini. Selagi mayat perempuan itu masih utuh."

"Nahas. Setelah kepergian Kasmin malam itu, saya tidak lagi melihat dia. Sampai akhirnya kemarin kalian datang ke rumah, membawa kabar Kasmin sudah meninggal."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top