🦋 | Bab Tujuh

Bab Tujuh
~~~🦋~~~

“Ck! Datang ke rumah sakit bukannya ketemu dokter, malah ketemu perawat! Dokter cuma tau terima gaji apa?” celetukan salah satu keluarga pasien dengan kesal tiba-tiba.

Raiden baru saja sampai di rumah sakit, bahkan langkahnya belum melewati pintu masuk, namun pertanyaan itu tiba-tiba muncul di saat ia melewati pintu RS ketika seorang wanita berusia akhir 30 tahun itu menyeletuk sendirian melewatinya begitu saja.

Sebenernya pertanyaan tersebut diajukan dari sudut pandang orang yang belum mengenal bagaimana cara kerja dokter, ataupun tenaga kesehatan lainnya. Mungkin saja penyebab orang-orang berpikir seperti itu karena ada kaitannya dengan Dokter yang memiliki tiga SIP atau surat izin praktek, sehingga Dokter jarang sekali berada di sekitar rumah sakit.

Misalnya teman Raiden, Dokter Jihan, ia harus bekerja di rumah sakit Kasih, pada hari Senin pagi ia harus visite rawat inap ditambah poliklinik di RS kasih, nanti siangnya visite lagi pasien rawat inap di RS Citra, dan sorenya ia praktik di apotek Cinta di dekat apartemennya. Nanti di hari Selasa pagi ia harus visite pasien rawat inap dan poliklinik lagi di RS Citra dan seterusnya. Selain itu Dokter Jihan tentu saja juga menerima panggilan darurat dari RS Kasih atau RS Cinta memang jika diperlukan.

Bisa terbang kan betapa sibuknya seorang dokter? Dan masih dikatakan seperti itu?

Raiden sendiri adalah Dokter full time yang hanya bekerja di RS Kasih. Akan tetapi, bukan berarti ia tidak memiliki kesibukan. Dirinya kadang mendapatkan pertanyaan dari beberapa keluarga pasien karena jarang menemukannya di sekitaran RS. Padahal semalam sebelumnya pria beranak satu itu harus melakukan operasi sehingga datang ke RS jam 3 pagi, atau operasi CITO lainnya yang membuatnya jarang berkeliaran. Setelah itu, dilanjut dengan visite pasien rawat inap dan melayani poliklinik sampai pasien habis sekitar jam 11. Lalu Raiden istirahat sebentar. Jadi, sebenarnya dia sudah bekerja 8 jam di RS Kasih.

Tidak hanya itu, ada Dokter yang bertugas di fasilitas kesehatan tingkat pertama, kadang mengemban tugas selain sebagai karyawan fungsional juga sebagai pemegang program atau struktural. Bisa saja mereka harus segera pergi setelah melayani pasien di poliklinik untuk menghadiri pertemuan dengan Dinas Kesehatan, atau mengikuti pelatihan, atau mewakili faskes memantau kegiatan-kegiatan lapangan seperti posyandu, pertemuan dengan rumah sakit rujukan, BPJS, rapat dengan Pemda, mendampingi kunjungan kerja ke desa bersama anggota DPRD, atau sejenisnya.

Intinya, jam kerja dokter jika dirata-ratakan lebih dari 40 jam dalam seminggu. Namun karena menjadi dokter adalah sebuah pengabdian, maka dokter seringkali tidak menghitung jam kerja itu. Hal ini yang kadang disesali karena dokter juga manusia yang bisa menderita kelelahan, sakit, ataupun terhenti umurnya. Sungguh penting bagi dokter untuk menyeimbangkan kegiatan antara kerja, istirahat dan olahraga. Dengan beban kerja seperti ini, maka jam kerja yang terjadwal masuk jam 8 pagi pulang jam 4 sore sulit diterapkan pada profesi dokter fungsional.

Sampai di sini paham?

🦋🌹🦋

Nisa mengelus rambut anak kecil yang berada di pelukannya dengan penuh kasih sayang saat keluar dari kamar apartemen Raiden.

Niatnya hanya berjalan-jalan sebentar ke luar gedung itu, sekalian refreshing karena terlalu lama di dalam apartemen. Selain itu, memperkenalkan anak di atas satu tahun dengan lingkungan bisa meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Peranan alam juga penting dalam menjaga keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan Daniel dari sisi emosional, fisik, intelektual, dan spiritual.

Memang keadaan alam di sekitar cenderung menarik anak-anak seumuran Daniel untuk mengingat, melihat, dan menyentuh objek-objek yang ada.

Brakkk!

Pranggg!

“Huaaaa, auniiii!” Daniel memekik kaget, dan hampir saja menangis.

Bukan hanya Daniel yang kaget, Nisa saja hampir berteriak keras, namun ditahan karena ada anak kecil itu di dalam pelukannya.

Usut punya usut, ternyata tumpukan barang-barang yang berjatuhan itu tidak jauh dari posisi Nisa dan Daniel, lebih tepatnya barang-barang berisikan peralatan rumah seperti panci, belanga, dan lainnya yang berjatuhan tepat di samping kamar apartemen Raiden.

Nisa berjalan ke arah belanga yang jatuh tidak jauh darinya, dan memungutnya.

“Maaf, yah, Mbak bikin kaget,” seru seorang pria berbadan tinggi, sangat tinggi bahkan melebihi tinggi Raiden.

Tidak hanya tinggi, pria itu terlihat sangat manis dengan baju putihnya. Apalagi wajahnya yang terkejut melihat ke arah Nisa.

[By pinterest]

“Nggak papa, Mas,” seru Nisa cepat-cepat sambil menyerahkan belanga yang ada di tangannya kepada pria itu.

Pria itu mengambil belanga dari Nisa dengan senyum manisnya. “Terima kasih, Mbak.”

“Mas butuh bantuan?” tawar Nisa saat melihat masih banyak barang-barang yang berada di samping lift.

“Nggak usah, mbak. Nggak papa. Makasih yah Mbak,” tolak Pria itu dengan halus.

“Beneran nggak papa loh Mas kalo mau saya bantu?” Nisa kembali menawarkan dirinya.

Mata pria itu melirik ke arah Daniel yang ada dipeluknya. “Anak mbak gimana nanti?” tanyanya tidak enak hati.

Pipi Nisa seketika memerah saat mendengar kalimat dari pria itu. Apa katanya tadi? ‘anaknya?’ kalau ia adalah mama dari Daniel, berarti wanita itu secara pasti adalah istri dari Raiden? Percayalah sekarang hatinya sedang berbunga-bunga. Nisa membenci pikiran delusinya ini. Sungguh!

Sadar, Nis! Astaghfirullah, batin Nisa.

“Ah. Saya babysitter,” jelas Nisa.

Wanita itu tidak mau ada salah paham di antaranya dan Raiden tentang anggapan orang-orang di sekitar mereka. Apalagi dirinya yang pas-pasan ini di sanding dengan pria setampan dan sekaya raya Raiden?

Bangun Nisa, sadar! Ini bukan kisah penulis Prancis Charles Perrault tentang Cinderella, serunya membatin lagi.

Mata pria itu kini menatap Nisa lebih teliti dan baru sadar dengan pakaian babysitter yang dipakai wanita itu.

“Nama mas siapa?” tanya Nisa tiba-tiba.

Huh?” Pria itu terlihat sedikit kaget dengan pertanyaan Nisa yang terkesan terburu-buru itu.

Pria itu membasahi bibirnya. “Johny,” jawabnya.

“Daniel sayang. Daniel mau bantu om Johny kan? Kasian om Johny angkat barangnya sendiri,” ajak Nisa sambil menunjuk ke arah Jhony dan barang-barang yang ada di samping lift.

Anak kecil berumur satu tahun akan lebih mudah memahami maksud yang diinginkan orang tua saat si orang tua lebih ekspresif dalam menyampaikannya. Itulah yang diketahui Nisa, dan diterapkannya saat berbicara dengan anak kecil seperti Daniel.

Kepala Daniel bergerak naik turun. “Auuu!”

Nisa tersenyum senang. “Pinter banget anak satu ini.”

Daniel pun turun dari gedongan Nisa. Kemudian keduanya berjalan ke arah lift dan mengambil beberapa barang yang tidak terlalu berat. Nisa memegang sebuah kardus yang masih disegel, berukuran tidak terlalu besar. Sedangkan Raiden memegang sebuah gelas plastik di tangannya.

Kemudian mereka berjalan ke arah Johny dengan perlahan-lahan. Nisa dengan sigap membantu Daniel saat bocah itu hendak jatuh.

Dari tempatnya, pria bernama Jhony itu menatap kagum ke arah Nisa yang sangat keibuan dalam merawat Daniel. Sudut bibirnya terangkat, tersenyum tipis.

“Makasih banyak yah, anak ganteng.” Johny menundukkan kepalanya hingga sejajar dengan Daniel, lalu mengambil gelas dari tangan mungil anak itu. “Makasih, Mbak?”

“Nisa, kalian ngapain?”

To be Continued

A.n: yuk yuk kenalan sama Abang Johny. Ahahaha. Btw, jangan lupa untuk vote komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian ya. Kalo ada typo atau kalimat ambigu silakan diberitahu. Terima kasih. •>•
P.s: Jangan lupa untuk selalu bersyukur! You have done very well so far. Kisseu. -3-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top