🦋 | Bab Tiga
Bab Tiga
~~~🦋~~~
Nisa menunggu di dalam kafe sejak satu jam yang lalu, namun orang tua si bayi itu belum juga datang. Wanita itu mulai resah dengan keadaannya sekarang, apalagi mbak-mbak pelayan kafe sedari tadi memandanginya terus, seperti ingin mengusirnya dari tempat ini.
Bagaimana tidak ingin mengusir diri Nisa? Jika sedari tadi minuman yang dibelinya belum juga habis, dan ia sama sekali tidak menambah pesanan. Beruntunglah Nisa tidak meminta kode WiFi. Bisa terbayang bagaimana dirinya sekarang di tatap sama mbak-mbak itu.
Nisa kembali melirik ponsel jadulnya, namun orang yang ditunggu-tunggu wanita bertubuh mungil itu sama sekali tidak memberi kabar kalau ia akan terlambat datang, atau sama sekali tidak datang.
Kepala wanita itu selalu bergerak mengarah ke arah pintu kafe saat wind chimes berbunyi.
Lima menit lagi, kalau lima menit orang tua bayi tidak kunjung muncul atau menghubunginya, Nisa akan pergi dari tempat ini.
Lima menit berlalu begitu saja, tidak ada yang datang menghampiri Nisa, atau pun pesan masuk ke ponsel jadul itu. Seperti yang sudah disepakati oleh dirinya, Nisa bangkit dari bangku yang terbuat dari kayu itu, dan berjalan keluar dari kafe.
Tangan mungil wanita itu begerak di atas layar gawainya, mengirim pesan singkat kepada orang tua si bayi, bahwa ia akan pulang duluan, dan menunggu kapan saja si orang tua itu bisa menemuinya.
Sepanjang perjalanan pulang Nisa bersama tukang ojek online, ia berusaha berpikir positif, mungkin saja orang tua bayi sedang sibuk, apalagi orang tua tunggal yang berprofesi sebagai dokter. Bisa saja orang tua bayi sedang sibuk di rumah sakit.
Ah, Nisa sempat membaca biodata orang tua dan bayi yang diberikan oleh yayasan kepadanya. Isi biodata tersebut hanya ketentuan umum seperti biasa. Inti dari itu semua, Nisa akan menjaga anak laki-laki yang memiliki nama Daniel Purnama, sedangkan orang tuanya adalah single Daddy, atau duda yang memiliki profesi sebagai dokter. Nama pria dewasa itu, Raiden Purnama. Hanya itu. Infomasi penting lainnya belum ada, seharusnya jika mereka bertemu hari ini, Nisa ingin sekaligus membahasnya dengan Raiden.
Saat ini, di pikiran Nisa, Raiden adalah itu dokter yang badannya gemuk, berkacamata tebal yang memiliki lingkaran hitam di sekitar matanya. Pokoknya usia bapak-bapak akhir empat puluhan.
Akhirnya, setelah sampai di rumah, wanita itu segera mengganti pakaiannya dengan daster. Yups! Bagi Nisa daster adalah pakaian terbaik yang sangat cocok dan nyaman di pakai saat di kos-kosan atau di rumah.
Ketika Nisa hendak berbaring di atas kasur, mendadak saja ponsel wanita itu berdering dari tas selempangnya. Ia pun berjalan menuju meja yang berada di kamar, tempat wanita itu meletakkan tasnya.
Terlihat kerutan halus muncul di kening Nisa saat membaca nama orang yang menghubunginya.
Orang Tua Bayi Keempat.
Nisa berdehem sebentar, menjernihkan suara agar terdengar enak didengar nantinya. Segera ia menggeser simbol gagang telepon di layar ponselnya, mengangkat panggilan tersebut.
🦋🌹🦋
Di sinilah Nisa berada, di sebuah taman yang berada tidak terlalu jauh dengan kos-kosannya, juga tempat yang menurutnya paling bagus yang bisa ditawarkan olehnya untuk bertemu dengan orang tua bayi yang memiliki nama Raiden itu.
Nisa sengaja berdiri di depan pintu masuk taman supaya bisa memantau kedatangan Raiden. Tepat saja, saat itulah ia melihat sebuah mobil berwarna putih yang berhenti tepat beberapa langkah di depannya. Feeling Nisa tidak pernah salah dalam menebak orang. Langsung saja ia berjalan ke arah mobil itu dengan langkah kecilnya. Namun langkahnya harus tertahan, ragu dengan feeling-nya saat melihat tampang pria yang keluar dari mobil itu.
Pria itu memiliki paras yang sama sekali tidak manusiawi menurut Nisa. Bayangkan saja karakter komik yang sering dilihatnya di kamar Dimas atau kumpulan anime adiknya saat maraton nonton malam-malam, persis sekali. Sangat jauh dari anggapan Nisa pada awalnya tentang pria itu, apalagi foto yang ada di biodata yang didapatkannya sangat berbeda dengan yang sekarang.
Menarik napas dalam-dalam, akhirnya Nisa memutuskan untuk bertanya kepada orang itu. Daripada ia berdiri seperti orang bodoh seperti sekarang. Setelah ia bertanya, ternyata memang benar, pria itu Raiden, orang tua si bayi.
Akhirnya Nisa mengajak Raiden masuk ke dalam taman. Malam itu suasana cukup ramai dengan remaja yang pacaran atau anak-anak bersama orang tua mereka. Lampu taman juga menyala dengan sangat baik, sehingga tidak terlalu buruk untuk mengobrol di sini.
Lagi pula sebenarnya Nisa sudah mengeluarkan cukup banyak uang hari ini untuk pergi ke kafe itu. Tentu saja sekarang ia tidak mau keluar biaya lagi, uangnya menepis. Sekali lagi ini bukan perkara pelit, tapi bagaimana supaya ia bisa memanajemen keuangannya dengan sebaik-baiknya.
"Silakan Pak, yang mau ditanya atau disampaikan?"
"Saya ingin bertanya beberapa hal sebelum menerima Mbak sebagai baby sitter, untuk itu saya mohon mbak menjawabnya dengan jujur, ya."
"Baik, Mas. Udah sering saya ditanya-tanya sebelum jadi babysitter."
"Jika anak saya tidak bisa diatur atau berbuat tidak sopan, apa yang akan mbak Nisa lakukan? Apakah mbak Nisa bisa merubahnya menjadi lebih baik?"
Nisa mengangguk paham dengan pertanyaan Raiden. Wajahnya menampilkan senyum manis yang meyakinkan bahwa jawabannya memang benar-benar bisa dipercaya.
"Kalau saya ingin mengubah seorang anak kecil menjadi lebih baik, tentu saja nggak terjadi dalam waktu semalam. Para ahli saja mengamati untuk mengubah kebiasaan itu membutuhkan waktu. Tapi berapa lama? Yang jelas, saya harus terus memberikan dukungan untuk membantunya menyesuaikan dengan nilai yang keluarga yang bapak ajarkan. Di sini, saya selalu menempatkan diri saya sebagai orang tua yang baik dalam merawat anak.
Setiap kali saya atau bapak memberikan bimbingan atau melatih anak Bapak secara emosional, saya atau bapak sedang membangun jalur baru di otaknya untuk menggantikan perilaku lama yang tidak diinginkan. Begitulah yang bisa saya lakukan. Itulah sebabnya cara kita berbicara dan bertindak di depan anak harus mencerminkan apa yang kita inginkan. Saya percaya kalau anak bapak dididik dengan cara yang baik, hasilnya tetap baik," jelas Nisa panjang lebar.
Raiden menatap lekat Nisa. Mencari-cari letak kesalahan yang ada pada wanita itu untuk menjadi bahan pertimbangannya, namun sama sekali tidak ada yang ditemukannya di sana.
"Masih ada yang ditanya lagi, Pak?" tanya Nisa, membuyarkan konsentrasi pria itu.
"Masih ada satu lagi, Mbak." jeda Raiden. "Apakah menurut mbak Nisa dengan membentak dan bersikap tegas kepada anak bisa membuat seorang anak kecil menurut?"
"Saya pikir, bahkan orang besar pun nggak suka dibentak, begitu juga dengan anak. Sebagai orang tua, sudah sewajarnya kita menjelaskan kepada anak dengan cara yang mudah dipahaminya, dengan cara membentak dan marah kepada anak malah nggak membuat keadaan membaik. Saya belajar dulu sebelum menjadi babysitter, saya diwajibkan untuk memahami dasar-dasar untuk mendidik seorang bayi, makanan apa yang baik untuk si anak, dan cara mengatasinya. Dalam hal ini, saya pikir praktik langsung mungkin lebih terlihat seperti apa nantinya, Pak."
Raiden mengangguk-angguk kepalanya. Ia kemudian menarik napas perlahan mendengar jawaban Nisa.
"Baiklah. Saya harap besok mbak Nisa sudah bisa ke rumah saya, yah. Semoga saja semuanya berjalan dengan baik," ujar Raiden.
Nisa tersenyum manis. " Siap, pak. Sebelumnya terima kasih sudah memberikan kesempatan kepada saya untuk menjaga anak bapak."
"Iya. Tapi, jangan panggil saya Bapak. Apa saya terlihat setua itu?" tanya Raiden dengan geli.
Sudah sejak tadi Raiden sedikit risih mendengar Nisa memanggilnya bapak, padahal kalau dilihat, sepertinya umur mereka tidak terlalu jauh jaraknya.
"Ah, iya. Saya panggilnya?"
"Mas, aja."
"Kalau begitu, Mas. Panggil saya Nisa saja, Mas," imbuh Nisa.
To be Continued
A.n:
Hai sobat halu. Eheheh. Seperti biasa jangan lupa vote, komen, dan share cerita ini ke teman-teman kalian, ya. Kalo ada salah ketik atau kalimat ambigu? Silakan diberitahu, ya.
Semoga hari kalian penuh warna, dan bahagia selalu. Semangat!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top