🦋 | Bab Tersembunyi 3
Note: Bab ini berada diantara bab 14 dan 15 bab. Anggap aja 14,5 yah ahaha.
Bab Empat Belas
~~~🦋~~~
Hari ini Daniel sedang berlari-lari di taman saat Raiden tiba-tiba mengajak Nisa dan anaknya itu untuk pergi ke taman yang sama ketika ia dan Nisa bertemu. Taman Harmoni.
Raiden dan Nisa memilih duduk di bangku yang sama seperti saat malam itu. Mereka sama-sama memandang Daniel yang memekik kesenangan sambil memetik beberapa bunga yang sudah layu karena cahaya matahari yang perlahan menghilang di ufuk barat.
“Nisa?” panggil Raiden sambil menarik tangan mungil Nisa ke dalam genggamannya dan meletakkan tangan mereka di atas paha pria itu.
Tindakan sederhana yang mampu membuat hati Nisa kembali berdebar-debar seperti remaja puber yang baru saja merasakan jatuh cinta.
“iya Mas?” Nisa memandang penasaran pria itu.
“Cuma keringat waktu pertama kali ketemu di sini,” akuh Raiden.
Tangan Nisa yang lain bergerak, menggaruk pipinya yang tidak gatal namun memerah. “Hmm.”
“Kesan pertama kamu gimana pas lihat mas?” tanya Raiden.
Nisa bergumam tidak jelas sebelum berkata. “Nggak nyangka aja orangnya seganteng mas.”
Kepala Raiden bergerak naik turun. “Jadi kamu pikir Mas gendut? Udah bapak-bapak bau tanah gitu?”
“Bukan gitu, Mas!” selah Nisa, ingin membantah lebih lanjut namun ucapan Raiden memang benar, akhirnya Nisa hanya bisa menunduk malu.
“Mas juga sama, kok. Kirain yang datang bakal ibu-ibu, ternyata ...,” tahan Raiden sambil menunggu Nisa mendongak menatap matanya. “Cantik banget,” sambung Raiden dengan senyum cerah ketika Nisa melihatnya.
“Gombal yah, Mas?” ungkap Nisa tidak percaya dirinya dikatakan cantik.
Raiden menggeleng. “Itu fakta.”
📍📍📍
Raiden tidak pernah menyangka bahwa seseorang yang awalnya tidak pernah ia pikirkan untuk menjadi seseorang yang spesial akan datang secepat ini setelah Raiden baru saja satu tahun bercerai dengan Jessica, mantan istrinya.
Hal yang lebih luar biasa lagi, Raiden tidak percaya bahwa seseorang itu adalah Babysitter. Sungguh, Raiden beberapa Minggu yang lalu ada sosok yang tidak memikirkan tentang perkara cinta atau hal-hal berbau romansa lainnya. Riaden hanya ingin memfokuskan diri pada Daniel dan juga pasien-pasiennya.
Waktu berlalu. Semua terjadi begitu saja, di luar kemampuan Raiden dalam menahan rasa kepada Nisa.
Ketika bertemu dengan Nisa. Raiden merasa bahwa, ia kembali menjadi remaja SMA yang dulunya tidak menemukan cinta sejatinya dan baru saja merasakan perasaan sayang yang benar-benar tulus. Raiden menyukai hal itu, walaupun cukup terlambat untuk umurnya yang sudah menginjak 30 tahun.
Raiden berjalan keluar dari kamar. Daniel sudah tertidur. Kini hanya ada dirinya dan Nisa. Pria itu berjalan ke arah kulkas, tiba-tiba ia ingin meminum air dingin.
Ceklek.
Pintu kamar Nisa terbuka, menampilkan Nisa yang sedang menggosok rambut panjangnya yang basah dengan handuk kecil berwarna putih. Wanita itu menggunakan baju tidur bergambar boneka yang sangat menggemaskan pada tubuh mungilnya.
“Mas kira kamu udah tidur,” ujar Riaden, membuka percakapan diantara mereka.
Nisa menggeleng pelan. “Rambut aku masih basah,” jawabnya.
“Sini Nisa,” panggil Raiden seraya memasukkan kembali botol minuman ke dalam kulkas dan menutup benda pintu ajaib itu.
Walaupun bingung, seperti biasa, Nisa selalu menuruti apa mau duda satu anak itu tanpa bertanya apa dulu yang hendak Raiden akan lakukan.
Alhasil, seperti inilah yang terjadi. Raiden menyuruh Nisa duduk di kursi makan, dan pria itu menarik pelan handuk dari tangan Nisa. Raiden mulai mengeringkan rambut wanita itu dengan pelan-pelan.
Pemandangan yang sangat romantis yang tidak pernah Nisa pikirkan akan terjadi di dalam buku kehidupan percintaannya. Pipi Nisa yang selalu jujur kembali bersemu merah. Sungguh Raiden benar-benar dokter yang ahli membuat anak orang deg-degan dengan tindakannya itu.
“Kamu kenapa nggak pakai hairdryer?” tanya Raiden sambil mengusap kepala Nisa dengan handuk.
“Hmm ..., Katanya nggak baik buat rambut,” jawab Nisa jujur, walaupun jawaban paling jujur dari wanita itu adalah, ‘Sayang uang, mending pake handuk aja, lebih ramah lingkungan, dompet pun, iya!’
Raiden tidak menjawab, ia hanya fokus dengan kegiatannya itu.
“Mas rambutnya udah kering,” seru Nisa sambil memutar badannya perlahan ke arah Raiden.
Deg!
Nisa menelan saliva kuat-kuat saat jaraknya dengan Raiden sangat dekat. Nisa ingin menghindar namun di belakang ada meja makan, ketika Nisa hendak bergerak ke kanan, tiba-tiba saja Raiden menghalangi pergerakan Nisa dengan merentangkan tangannya hingga menyentuh meja, begitu pun saat Nisa hendak bergerak ke arah berlawanan.
Mata Nisa dengan canggung melirik Raiden yang sudah dekat sekali dengannya, bahkan wanita itu bisa merasakan hembusan napas pria itu. “Ma ..., Mas? Aku mau ke sana,” ujar Nisa gugup.
Raiden tersenyum tipis. “Coba aja pergi,” balas Raiden.
Nisa mengedipkan mata beberapa kali hingga terlihat sangat menggemaskan sekali. Karena gemas, Raiden spontan mencubit hidup Nisa.
“Mas, sakit ini mah!” seru Nisa sambil mengusap hidungnya.
“Kamu gemesin,” jujur Raiden kembali memposisikan diri seperti semua, yaitu menghimpit Nisa.
“Mau sampai kapan kayak gini, Mas?” Nisa mulai kesal karena Raiden terus menatapnya tanpa bergerak dari tempat pria tampan itu.
Kepala Raiden menggeleng. “Nggak tau.”
Sepertinya Riaden lagi ingin bermain-main seperti anak remaja, pikir Nisa tidak habis pikir dengan Raiden.
“Kamu cium Mas dulu, di sini, nanti Mas lepasin,” tawar Raiden sambil menunjuk pipi kiri dan kanannya.
Tentu saja Nisa menggeleng kuat-kuat, tidak setuju dengan tawaran Raiden yang aneh-aneh itu. “Yang lain aja, Mas!”
“Di sini,” seru Raiden sambil memajukan bibirnya beberapa senti ke depan.
Bola mata Nisa bergerak memutar. “Jangan minta cium dong, Mas.”
“Yaudah, gini aja deh!”
Raiden lalu menarik tengkuk leher Nisa dan mengecup kening wanita itu dengan lembut, dan lama.
Nisa memejamkan mata, dengan jelas ia bisa merasakan hembusan napas di atas kepalanya, dan bibir Raiden yang menyentuh keningnya. Hati Nisa tidak bisa berbohong bahwa ia sangat bahagia dengan ciuman di kening. Sungguh sesuatu yang menghangatkan rongga dadanya.
Wajah dan tubuh Raiden perlahan menjauh dari Nisa. Wanita itu pun perlahan membuka matanya dan melihat Raiden yang sedang berdiri di depannya dengan senyum manis.
Tubuh Nisa memang pendek, namun ia masih bisa melompat kan? Wanita yang rambutnya masih berantakan itu berdiri dari kursi makan, lalu berjalan mendekati Raiden dan ....
Hap!
Satu kecupan di pipi kanan.
Hap!
Satu kecupan lagi di pipi kiri.
Hap!
Kali ini ciuman itu datang dari Raiden yang menarik Nisa ke dalam depannya dan mencium kedua pipi Nisa seperti boneka yang ada di kamar pria itu.
“Mas! Itu ilerannya kena pipi aku!” seru Nisa seraya menjauhkan wajahnya dari Raiden.
“Masih mending gini, daripada langsung masuk bib—”
“Mas, ih!” pekik Nisa, menghentikan uacapan Raidan.
Raiden tertawa lepas. “Iya kan?”
Nisa menggeleng tidak percaya dengan pria itu.
To be Continued
Belum Revisi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top