🦋 | Bab Lima Belas
Bab Lima Belas
~~~🦋~~~
Raiden berjalan keluar dari poliklinik setelah selesai memeriksa beberapa ibu hamil yang mengecek kondisi janinnya, ada juga yang konsultasi karena belum memiliki anak, atau tadi ada salah satu pasien yang disuruh pria itu untuk cek up lebih lanjut kondisi rahimnya di labolatorium RS karena diagnosanya menunjukkan pasiennya mengalami miom, kanker jinak yang tumbuh di rahim, apalagi keluarganya memang memiliki riwayat miom.
“Siang Dokter,” sapa Dimas yang sedang berdiri di nurse station sambil menulis catatan tentang pasiennya hari ini.
Semenjak Raiden mengetahui pria itu adalah adik Nisa, ia mulai sering mengajak Dimas berbicara, atau sekedar memberikan informasi berupa ilmu tambahan kepada pria muda itu.
Drtttt ... Drtttt ... Drtttt.
Saat Raiden hendak menjawab pertanyaan Dimas, tiba-tiba saja ponselnya kembali berbunyi. Tanga pria itu dengan cepa menekan tombol merah, menolak panggilan itu untuk kesekian kalinya. Terdengar helaan napas panjang yang keluar dengan kasar dari bibir Raiden.
Orang itu benar-benar tidak menyerah. Padahal Raiden sudah menyuruhnya untuk berhenti menghubunginya lagi sejak kemarin malam, tapi tetap saja! Keras kepala seperti dulu, memang manusia seperti orang itu tidak bisa berubah, pikir Raiden lelah.
“Kamu sibuk Dim? Boleh saya ajak bicara sebentar?” ajak Raiden setelah memasukkan nomor tersebut ke dalam daftar hitam di kontaknya.
Dimas mengangguk cepat, tangan adik dari Nisa itu dengan sigap menutup catatan pasiennya dan memasukkan Bolpen ke dalam saku sneli. Perlu diketahui, pena adalah benda yang harus ia jaga baik-baik sekarang, karena banyak temannya yang berani mengambil benda berharga itu dan tidak dikembalikan lagi kepada Daniel.
“Boleh Dokter.”
Kedua pria berbeda generasi itu berjalan ke arah sisi kiri rumah sakit, di mana letak ruangan Raiden berada. Sesampainya di sana, Raiden mempersilakan calon adik iparnya itu duduk di kursi yang ada di depan meja Raiden.
“Saya ngajak kamu ke bukan buat bicara soal rumah sakit atau yang ada urusannya sama RS dan Pasien,” jelas Raiden sambil menatap lurus lawan bicaranya.
Sejak tadi malam, setelah Raidan masuk ke kamarnya. Pria itu memikirkan lagi tindakan apa yang harus dilakukan tentang hubungannya dengan Nisa. Apalagi wanita itu sempat bertanya mengenai statusnya untuk Raiden. Seperti ini sudah saatnya ia lebih serius.
Tidak lupa tentang orang itu yang tiba-tiba saja muncul.
Sedangkan Dimas yang diajak bicara mulai mengernyit bingung, karena biasanya Raiden selalu membahas hal-hal yang tidak jauh dari pasien, penyakit, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan profesi mereka.
“Nisa sudah kasih tau soal hubungan saya dengannya sama kamu?” tanya Raiden, memastikan lagi bahwa Dimas tahu hubungan mereka atau tidak agar tidak terlalu membuat koas itu kaget.
Ternyata dugaan Raiden benar, Nisa belum memberitahukan hubungan mereka kepada Dimas, semua tergambar jelas dari raut keterkejutannya.
“Sepertinya Kak Nisa tidak mau mengganggu saya, Dokter, jadi kak Nisa nggak kabarin berita baik itu,” jelas Dimas, mencoba membela kakak perempuannya.
Sejujurnya, Raiden sedikit kecewa, karena dirinya berharap Nisa telah memberitahukan kepada Dimas kalau mereka sudah memiliki hubungan yang bisa dikatakan seperti orang pacaran.
Raiden tersenyum tipis. “Saya serius sama kakak kamu, Nisa. Jadi saya mohon kerja samanya. Sekitar beberapa bulan kedepan kalau nggak ada halangan, saya ingin bertemu dengan keluarga kalian,” tutur Raiden, mengutarakan niat baiknya untuk bertemu dengan kedua orang tua Nisa.
“Tapi ... Orang tua kami tidak di Surabaya tinggalnya Dokter. Kami rantauan di sini,” ungkap Dimas.
Satu fakta yang baru diketahui Raiden setelah selama ini hidup di satu atap yang sama dengan wanita itu. Seperti ada sesuatu yang menamparnya dengan cukup keras. Kenyataan bahwa, selama itu, ia dan Nisa belum pernah membahas hal-hal pribadi di antara keduanya. Raiden pun mengakui, ia pun tidak pernah menceritakan tentang kisah masa lalunya bersama Jessica, mantan istrinya itu, dan juga kedua orangtuanya yang kini berada di Jakarta.
Betapa minimnya informasi yang saling mereka tukarkan satu sama lain. Yang Raiden ketahui tentang Nisa hanyalah luarannya saja. Begitu pun Nisa yang belum mengetahui banyak hal tentang Raidan.
Lalu, sebuah pertanyaan lain muncul di benak pria itu. Apakah dirinya sudah cukup mengenal calon ibu dari anaknya itu? Apakah Ia sudah siap menceritakan masa lalunya kepada Nisa?
Ingatkan Raiden ketika kembali ke Apartemen untuk mengajak Nisa bercerita lebih dalam lagi tentang satu sama lain.
Raiden berdehem, menjernihkan suaranya yang tadi tertahan di tenggorokan saat mendengar pernyataan Dimas. Lalu berkata, “Hmm ... Tentang kakakmu, apa yang dia sukai? Maksudnya saya hadiah, atau makanan kesukaannya?”
Dimas tersenyum lebar, mendengar kabar tentang hubungan dokter yang sangat ia kagumi dan sang kakak perempuan membuat ia bahagia. Menurut Daniel, Raidan merupakan salah satu Doker yang sangat baik kepada pasiennya, baik dalam artian, ia selalu memberikan motivasi, membuat pasiennya tertawa. Tidak hanya itu, ia tidak pelit ilmu, apapun yang ia ketahui, kesalahan yang pernah ia buat, ia katakan di setiap kesempatan kepada para koas yang ia temui. Intinya, Raiden adalah salah satu dokter yang membuatnya terus bersemangat untuk berusaha! Apalagi pria itu mendapatkan gelar spesialisnya saat ia berusia 29 tahun! Luar biasa sekali memang dokter yang satu ini.
“Kak Nisa tidak terlalu suka hadiah benda-benda gitu, Mas. Hmm, kalo makanan sih, sejuah ini Kak Nisa bisa makan apa aja, tapi yang paling Kak Nisa suka itu rendang, pokoknya makanan padang,” beritahu Dimas.
Raiden mengangguk paham, sambil meningat baik-baik perkataan Dimas barusan. “Nanti saya tanya-tanya lagi, yah Dimas.”
“Siap, Dokter.”
😎😎😎
Di apartemen, Nisa baru saja memandikan Daniel, lalu memakaikan pakaian berwarna merah, dan juga celana yang senada dengan bajunya. Tidak lupa menyisir rambutnya dengan rapi.
“Bundaaa! Auniiii!” celoteh Daniel sambil memegang lengan Nisa yang sedang menggosok wajahnya dengan bedak baby.
“Bundaaa!!”
“Ahaha, iya Danieeeel. Duh, wangi banget sih, anaknya siapa ini?” seru Nisa sambil mencium kedua pipi anak itu secara bergantian.
Ding ... Dong ... Ding.
Bell apartemen berbunyi di tengah-tengah Nisa yang sedang menggendong Daniel ke arah ruang bermainnya. Wanita itu segera melepaskan Daniel di ruangan tersebut dan membiarkannya bermain bersama mainannya di sana.
“Aunti ke depan dulu, ya, sayang,” seru Nisa sambil berdiri dari sana dan berjalan ke arah pintu utama apartemen Raiden.
Nisa membuka pintu tersebut tanpa melihat lagi ke door viewer. Entahlah selama ini biasanya yang menekan bell kalau bukan petugas apartmen, atau Johny yang sekedar membelikan sesuatu untuknya atau Daniel.
Pintu apartemen terbuka. Tampaklah seorang wanita berambut sepinggang yang memiliki rahang yang tirus, bibirnya dipoles lipstik merah merona, matanya lebar. Bahkan tubuhnya tinggi menjulang bagaikan model.
Apa memang bener wanita cantik di depan Nisa sekarang adalah model? Tapi tatapannya kenapa melihat Nisa seperti itu? Pandangan yang membuatnya merasa rendah diri.
“Siang Mbak? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Nisa, hati-hati karena takut lancang kepada kolega Raiden. Misalnya wanita itu adalah kawan Raiden? Tidak ada yang tahu.
“Di mana Raiden?” tanyanya langsung, tanpa membalas sapaan dan pertanyaan Nisa.
“Huh?”
“Ck! Minggir sana! Saya mau masuk!” serunya sambil mendorong tubuh Nisa ke samping.
Kaki jenjang wanita itu melangkah masuk ke apartemen Raiden bagaikan model yang sedang berlenggang di atas karpet merah.
Kening Nisa mengernyit heran. Wanita yang cantik, namun attitude-nya nol. “Permisi, Mbak? Mbak siapa yah?” tanyanya sekali lagi, penuh dengan kesabaran.
“Mamanya Daniel!”
Deg!
To be Continued
A.n:
Hai hai, kawans halu, aku sudah Update! Semoga suka yah. Eheh.
Seperti biasa jangan lupa untuk vote komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian ya. 😀👍
Btw kalo ada typo atau kalimat ambigu bisa dikasih tau yah?
P.s:
Jangan lupa makannnnn. 😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top