🦋 | Bab Dua Belas
Bab Dua Belas
~~~🦋~~~
Raiden membuka pintu kamarnya dengan ragu-ragu. Ragu karena takut Nisa tidak mau melihat wajahnya. Namun tetap saja, langkahnya membawa ia pergi ke depan kamar Nisa yang telah tertutup rapat. Pintu kamar berwarna abu-abu tanpa ukuran itu menjadi saksi Raiden yang hendak mengetuknya untuk bertemu dengan Nisa.
Namun ponselnya tiba-tiba saja berdering sirene dari kamar Raiden. Itu panggilan dari rumah sakit. Segera ia memutar tumit langkahnya, kembali ke kamarnya.
Sebuah nomor tidak dikenal yang tertera di layar ponselnya. Raiden pun menggeser ikon berwarna hijau itu dan mengangkat ponsel ke arah kupingnya.
“Hallo?”
[ “Selamat malam Dokter. Saya koas Dimas. Ada pasien wanita dewasa, 26 tahun yang melahirkan dibantu paraji dan rahimnya ikut keluar. Tanda vital pasien mengalami penurunan ....” ]
“Iya sudah, siapkan ruang operasinya sekarang!”
Setelah Dimas mengatakan semua informasi kepada Raiden, dan ia pun menginterupsinya untuk menyuruh nakes suapaya menyampaikan OK. Raiden langsung menarik jaket yang ada di dalam lemari pakaian, dan segera mengambil kunci mobilnya.
Langkah lebar pria itu membawanya kembali ke depan kamar Nisa.
Tok ... Tok ... Tok.
“Nisa?”
Butuh beberapa detik hingga Nisa membuka pintu kamarnya.
“Saya ada panggilan darurat dari rumah sakit. Kamu tolong tidur sama Daniel, ya?” jelas Raiden terburu-buru.
Nisa berdiri di tempatnya sambil menatap kecewa punggung Raiden yang menjauh dari pandangannya, lalu menghilang dari balik pintu. Padahal tadi, wanita itu berpikir bahwa Raiden akan mengajaknya berbicara untuk menjelaskan apa yang pria itu lakukan padanya tadi. Tapi sayang, dugaannya salah.
Nisa menggeleng kepalanya kuat-kuat, mengenyahkan pikiran itu. Raiden pergi untuk menolong pasiennya, kenapa Nisa harus sedih dengan perbuatan baik yang dilakukan dokter beranak satu itu?
“Sadar Nisa!”
Nisa kemudian menutup pintu kamarnya. Lalu berjalan ke kamar Raiden yang pintunya tidak ditutup oleh pria itu tadi setelah keluar dari sana. Mata Nisa pun bergerak melihat tubuh anak satu tahun yang sedang tertidur pulas di atas ranjang sambil memeluk boneka beruangnya.
🔥🔥🔥
Nisa membuka pintu apartmen bersama Daniel yang baru saja selesai makan siang bersama Nisa.
Jam telah menunjukkan pukul 12 siang, namun sejak tadi malam kepergian Raiden, pria itu belum juga kembali. Mungkin sekarang sedang banyak pasiennya.
Pintu apartemen di sebelahnya pun terbuka. Hadirlah sepasang manusia, Johnny dan juga kekasihnya, Tania.
“Siang Daniel ganteng,” sapa Johny sambil mengusap kepala Daniel. “Hai Nisa,” lanjutnya, tersenyum lebar seperti biasanya.
“Hai Daniel, hai Nisa,” sapa Tania, tidak kalah cerianya dengan Johny.
“Haii juga,” sapa Nisa kembali, ia pun menunduk ke arah Daniel. “Ayok, Daniel sapa balik Om Johny, dan Tante Tania,” katanya sambil mengangkat tangan Daniel, seperti memberi lambaian sapaan.
“Aku pulang dulu, yah. Sayang,” pamit Tania sambil mengecup pipi Johny. “Nisa, Aku pamit dulu. Bye-bye Daniel.” Setelah itu wanita berusia 26 tahun itu berjalan meninggalkan mereka.
Sejujurnya Nisa memang sudah cukup mengenali Tania dan Johny. Ia pun tahu pria yang tinggal di sebelah apartemen Raiden itu memiliki kekasih. Mereka kekasih yang sangat manis menurut Nisa, kadang jika ia melihat mereka bersama secara tidak sengaja di sekitar apartemen bersama Daniel, membuat sisi feminimnya berandai-andai jika suatu hari nanti ia memiliki kekasih yang seromantis Johny dan Tania.
Tapi, apakah bisa semanis mereka berdua?
“Mau aku bantu, Nisa?” tawar Johny, melirik ke arah kantong sampah berukuran sedang yang sudah di bungkusnya dengan beberapa plastik hingga tidak terlihat kotornya.
Tentu saja pertanyaan itu menarik Nisa keluar dari pikirannya.
“Nggak usah Mas, nggak papa,” tolak Nisa.
Bukan Johny namanya kalau tidak membantu Nisa meskipun wanita itu menolaknya. “Udah nggak papa.”
Johny mengambil plastik sampah itu dari Nisa. “Wow. Berat, jadi biar aku aja,” serunya lagi saat Nisa hendak mengambil plastik itu kembali dari tangannya.
Nisa tersenyum kecil. “Makasih, Mas.”
🔥🔥🔥
Raiden baru pulang dari RS, dan sampai di apartemen dengan rasa kantuk yang bukan main. Sekarang yang dibutuhkan dokter Obgyn itu adalah berendam di air panas, lalu tidur di atas kasur hingga besok. Pasalnya setelah operasi CITO tadi malam, ia langsung bertugas di poliklinik hingga jam 12 siang.
Inilah masalahnya, Raiden bahkan sangat takjub dengan paraji yang bisa mengangkat rahim dalam 10 menit, sedangkan dokter Obgyn butuh 1 jam bahkan bisa lebih.
Pasiennya tadi sungguh membuat semua orang yang berada di dalam OK panik. Bagaimana tidak panik! Wanita itu melahirkan dan dibantu oleh paraji, namun saat paraji menolong ibu tersebut saat melahirkan, ternyata malah menarik keluar rahim si ibu bersama bayi. Tidak hanya itu, ususnya pun robek. Alhasil malam tadi ia bersama dokter Bedah berada di satu ruangan OK untuk menolong si pasien.
Langkah Raiden tertahan saat keluar dari lift dan melihat Nisa yang sedang berdiri bersama Johny. Pria itu bahkan menepuk punggung wanita itu dengan santai. Setelah itu Nisa dan Daniel masuk ke dalam rumah dan pria itu mengangkat sekantong sampah di tangannya.
Raiden mengembuskan napas dengan kasar. Ia baru saja pulang ke apartemen, dan melihat pemandangan tadi membuatnya merasa semakin lelah. Ia berjalan kembali, lalu berpapasan dengan Johny yang tersenyum menyapanya, namun tidak ditanggapi oleh pria itu.
Sesampainya di dalam apartemennya. Ia melihat Nisa yang sedang bermain dengan Daniel di ruangan bermain. Karena sudah malas, dan sangat lelah, ditambah kesal dengan apa yang baru saja dilihatnya, pria itu memilih pergi ke kamarnya untuk membersihkan tubuh dan tidur sebentar.
🔥🔥🔥
Seharian itu Raiden dan Nisa sama sekali tidak berbicara. Tentu saja hal itu membuat Nisa jadi bingung dan tidak nyaman. Rasanya ada yang berbeda. Dan perubahan itu membuatnya tidak senang sama sekali.
Nisa keluar dari kamar Raiden, seperti biasa ia baru saja menidurkan Daniel, telat jam setengah delapan. Matanya kembali mencuri pandang ke arah pria yang sedang duduk di maja makan bersama teh di atas meja.
Tepat saat itu, kepala Raiden menoleh ke arah Nisa. Lalu keduannya saling bertatapan untuk beberapa saat.
“Nisa?” panggil Raiden pelan. “Boleh kita bicara sebentar?” lanjutnya.
Kepala Nisa begerak naik turun. “Boleh mas,” jawabnya sedikit gugup bercampur terkejut karena Raiden mengajaknya berbicara duluan. Ia pun berjalan ke mendekati pria itu.
“Ada yang bisa saya bantu, Mas? ..., Hmm, ata—”
“Kita udah dewasa kan?” potong Raiden seraya menatap Nisa dengan serius.
Kepala Nisa mengangguk kaku. “Hmm,” gumam wanita itu. Jantungnya sudah tidak terkondisikan sekarang.
Raiden menarik lengan Nisa, hingga tubuh wanita itu kini berada di dalam delapan pria itu. Belum juga kepalanya mendongak karena masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi, dagunya sudah ditarik pelan ke atas. Bibir keduanya kembali bertemu.
Terdiam kaku. Itulah yang sedang terjadi kepada Nisa sekarang saat Raiden kembali menyatukan bibir mereka untuk yang kedua kalinya. Tidak ada pergerakan sama sekali dari Nisa, ia hanya berdiri, menunggu apa yang akan dilakukan pria itu selanjutnya kepadanya. Namun bukan berarti ia baik-baik saja sekarang, karena detak jantungnya sedang berpacu kencang seperti Barus saja berlari mengelilingi lapangan basket sepuluh kali tanpa berhenti.
Raiden yang tidak merasakan penolakan dari Nisa pun perlahan menggerakkan bibirnya, hanya lumatan pelan yang sedikit menghanyutkan kedua insan itu. Kini tangan besar Raiden sudah melingkar di pinggang Nisa. Sedangkan tangannya yang lain memegang leher jenjang wanita itu untuk tidak begerak menjauh.
Tangan mungil Nisa memukul dada bidang Raiden saat pasokan udara di paru-parunya sudah menipis. Akhirnya ciuman yang tadinya biasa-biasa saja hingga berubah sedikit panas itu pun dihentikan oleh Raiden.
Nisa menundukkan kepalanya, sangat malu dan gugup bukan main sekarang. Ia bahkan tidak berani menatap seseorang yang masih memeluk pinggangnya dengan erat itu.
“Karena saya nggak suka main-main. Mari kita serius. Bukan sebatas babysitter dan orang tua Daniel. Tapi ... Mari kita saling mengenal.” Raiden berkata dengan penuh kesungguhan, semua tergambar jelas pada raut tatapannya yang sungguh-sungguh menatap ke arah Nisa.
Kepala Nisa begerak, memandang ke atas. “Huh? ... Maksudnya, Mas?” tanya Nisa tidak percaya dengan apa yang baru saja ia simpulkan dari perkataan ajakan pria itu kepadanya.
Raiden melepaskan pelukannya dari Nisa. “Kamu paham maksud aku,” ujarnya seraya mengusap kepala Nisa.
“Jadi mas nga—”
“Ayaaaa ... Ayaaaaaa!”
Ucapan Nisa tertahan saat suara Daniel terdengar dari kamar Raiden. Keduanya saling bertatapan beberapa detik sebelum mereka berjalan ke arah kamar pria itu mengecek kondisi Daniel.
To be Continued
A.n:
Aey. Haluu semuaaa.
Bagaimana dengan part ini?
Ada typo atau kalimat rancu?
Seperti biasa, jangan lupa untuk vote komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian ya.
P.s: ayok makan buat yang belum makan. Jangan lupa minum air juga yang banyak. ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top