Bab 30

Emran bingung dengan kabar ini. Ia harus bahagia atau ikut bermuram durja ketika mengetahui kesehatan Ferdinant menurun drastis saat mendengar bahwa Emran berhasil menyusup ke perusahaannya. Mungkin untuk sesaat ia bisa tenang, Setidaknya tua bangka itu tak merepotkan atau bertindak melampaui batas dengan mengganggu Gendhis. Namun ia sedikit meragu, bisa saja ia ini hanya akal-akalaan Ferdinant agar ia lengah. Begitukah? Tapi kalau ini Cuma strategi kenapa juga kepemimpinan perusahaan Ang Corp sudah berpindah tangan ke Juan, Putra kebanggaan Ferdinant.

Juan memang cerdas namun kurang kuat dan masih memiliki sedikit pengalaman. Emran sempat bertemu dengan pria itu di lapangan Golf kemarin. Juan kurang kompetitif bahkan masih bau kencur di dunia bisnis. Ini akan membuat permainannya akan semakin seru. Emran akan memberi peringatan dan ucapan selamat untuk Juan. Ia dengar anak manja itu baru saja bertunangan.

Menantang Ferdinant yang lemah tak seru lagi, lebih baik mengalihkan dendamnya ke Juan yang setara dengan usianya. Permainan ini akan berjalan seru. Emran akan tahu seberapa gigihnya mental Juan. Apa pria itu akan mengompol dan menangis lalu mengadu pada ayahnya yang tidak bedaya. 

Sedang Gendhis telah berhasil melaksanakan rencananya. Melepas alat kontrasepsi tanpa Emran tahu. Soal Bima ia dapat mengurusnya, Gendhis mengatakan bahwa ke rumah sakit untuk mengecek kesehatan. Untung saja pria itu percaya. Masalahnya dengan Mitha menunggu juga dibereskan namun begitu sampai ke toko. Gendhis malah mendapati Mitha yang duduk menunggunya sambil membawa sebuah surat.

“Aku mau mengundurkan diri.”

“Mit...” Mohon Gendhis. Bagaimana bisa membiarkan Mitha ke luar. Mereka membangun toko bersama, memilih karyawan bersama. Toko sudah besar dilengkapi dengan food court di depan, Itu juga berkat kegigihan dan kerja keras Mitha.

“Ndhis, ini surat pengunduran diri aku.”

Gendhis tidak menerimanya, jelas ia tak bisa membiarkan Mitha di rumah dan menjadi pengangguran. Mitha dulu kerap bercerita jika di rumah, ia akan disuruh oleh ibunya serta harus menghadapi saudara lelakinya yang malas dan menyebalkan. “Aku gak terima kamu mundur. Persahabatan kita terhempas Cuma gara-0gara cowok Mit. Cowok yang baru aja kita kenal.” Mitha juga sadar keputusannya ini terasa gegabah namun ia ragu Gendhis akan memaafkannya setelah perkataan Mitha yang sangat keterlaluan kemarin. “Jangan tinggalin gue ya Mit. Lo boleh ambil cuti selama yang lo mau tapi jangan mengundurkan diri.”

Mitha menggigit bibir, ia ingin menangis. Yang Gendhis bilang ada benarnya setlah makan siang itu Darius tidak menghubunginya sama sekali malah nomer Mitha sepertinya pria itu blok namun ia malu mengakui kalau apa yang Gendhis ucap benar. “Ndhis, gue minta maaf. Pikiran gue terlalu sempit. Lo bener, Darius Cuma mau main-main.”

“Perkataan gue kemarin itu omongan tolol Mit.”

“Bukan. Gue yang tolol.”

Kedua wanita itu saling berpelukan sambil menggumamkan maaf berkali-kali. Persahabatan mereka sudah berlangsung lama dan terguncang Cuma masalah sepele. Sayang kan hubungan keduanya kalau rusak setelah berlangsung solid selama puluhan tahun. “Lo gak jadi mengundurkan diri kan?”

“gak tapi gue mau ambil cuti buat refreshing.”

“Gue kasih asal lo balik bawa oleh-oleh. “

Keduanya tertawa bersama. Ada kalanya hubungan remang diuji dengan cobaan namun saling memaafkan dan mengerti tetap menjadi pilihan terbaik. 

“Nah gitu dong aKur. “ Pamela datang dengan melonggokkan kepala di pintu. Mitha sendiri heran melihat pipi Pamela yang lebam sebelah. 

“Kenapa pipi lo? “

Ditanya begitu Pamela memberengut lalu menatap Gendhis dengan sadis. Yang di amati malah meringis tak enak sambil menggaruk rambut. Meluncurlah cerita yang sebenarnya dari mulut Gendhis bahwa luka Pamela akibat kesalah pahaman semata. 

“Untung suami lo ngasih uang pengobatan gue lumayan banyak jadi gue gak akan memperpanjang masalah.” 

“Idih ngadi-ngadi deh lo. Kalau tahu dikasih banyak mending mukulnya ditambahin. “ ujar Mitha memberi saran. 

“Enak aja kalau ngomong. Muka gue aset. “

“lo hari ini pakai wig padahal lo jadi laki lebih pantes. “ begitulah Pamela dan Mitha jika bertemu. Keduanya tidak akur bahkan akan memperpanjang masa perdebatan. 

“kenapa gue cakep kan kalau jadi laki! “

“IIh najis! Ndhis lo kok mau sih bantuin di depan ibunya. Biar aja ibunya tahu kelakuannya, biar dia cepet tobatnya.”

“Dasar ya lo perempuan dajal, gak pernah punya empati sama nasib orang.”

Mitha mengerutkan hidung menganggap yang Pamela lontarkan adalah omong kosong belaka.

“Udah-udah kalian kalau ketemu kayak kucing sama anjing. Adu mulut terus! Dikutuk jadi jodoh ntar!”

“Ih amit-amit!” Mitha sampai menggetok dahinya beberapa kali berharap doa Gendhis tidak akan pernah dikabulkan.

“Eh gimana usul gue yang kemarin?”

Mata Gendhis berbinar cerah, “Gue udah ngelaksanain. Tinggal rencana yang kedua.”

“Rencana apaan yang kalian maksud?”

Pamela dan Gendhis Cuma saling menatap dan cekikan sendiri membiarkan Mitha dengan kebingungannya.

🐖🐖🐖🐖🐖🐖🐖🐖🐖

Rencana bulan madu yang Genhdis usulkan diterima Emran dengan baik walau pria itu bilang Cuma bisa liburan lokal tepatnya ke Makasar sekaligus meninjau pekerjaan. Di bahas tentang pekerjaan Gendhis merengut tapi suaminya bilang pekerjaan itu hanya memakan waktu sehari sisanya mereka bisa bersenang-senang.

Emran ke Makasar bukannya tanpa tujuan. Prediksinya tentang Juan salah, adiknya yang keparat itu bersekutu dengan Saka Baratha untuk merebut proyek pertambangan batu bara di Makasar. Tapi ada yang menarik dari masa lalu tunangan Juan, yang dulu merupakan calon istri Saka Baratha. Emran tersenyum jahat, terornya masih ia jalankan atau ada baiknya ia menekan Juan secara langsung. Terus terang Emran belum menguji kekuatan lelaki yang lebih muda beberapa tahun darinya itu.

Namun sata melihat keceriaan Gendhis. Ia dihinggapi rasa tak enak. Bagaimana kalau kejahatan sekaligus kebohongannya terbongkar. Ia harus menjelaskan apa. Mungkin istrinya bisa menerima dendamnya pada Ferdinant namun tentu tidak pada Juan. Ah itu bisa dipikirkannya nanti lagi pula ia punya anak buah banyak untuk melaksanakan tugasnya di belakang Gendhis.

“Maaf ya. Aku harusnya mengajakmu liburan ke luar negeri bukan Cuma ke sini.”

Mata Gendhis menyipit satu, ia memasang tatapan genit sambil mengigit bibir. “Kalau ke luar negeri pasti merepotkan. Abang lupa aku tak punya paspor. Membuatnya akan memakan banyak waktu.” Gendhis mulai dengan rayuannya, mengalungkan tangannya pada leher Emran. Tindakan istrinya cukup aneh, mengingat Gendhis jarang bersikap agresif dengan memulai duluan.

“Apa kau puas dengan kamar yang ku pilihkan?”

Emran mengernyitkan dahi, istrinya berpindah ke pangkuannya. 

“Kamar apa pun bagus asal bersama abang.”

“Apa yang kau inginkan? Biasanya kau merayuku karena ada maunya.” Tak mungkin juga menjawab bahwa Gendhis menginginkan anak. 

Sebelum berangkat ke Makasar Gendhis belajar banyak dengan membaca internet. Tentang cara-cara hamil dengan cepat termasuk posisi bercintanya selain itu ia juga menuruti saran Pamela untuk bersikap lebih berani dengan membangkitkan gairah Emran sampai tak tertahan. Intinya Gendhis tak mau menyia-nyiakan sperma suaminya walau setetes.

“Aku menginginkanmu...” ia menyusuri dada suaminya dengan jemarinya yng lentik lalu dengan berani membuka kancing kemeja Emran. “Aku hanya menginginkanmu.” Biarlah bibirnya yang selanjutnya berbicara. Hasratnya yang tertahan mendapatkan luapan gairah Emran. Begitu kan cara laki-laki dan perempuan memercikan api asmara sebelum bercinta namun kali ini tujuannya lebih mulia. Tak ada lagi alat pencegah, tak ada lagi penghalang Gendhis untuk mendapatkan keinginannya.

🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊


Matahari sudah lumayan tinggi, terlihat dari sinarnya yang menembus korden. Badan gendhis terasa luar biasa antara remuk dan tidak bertenaga. Ternyata membangkitkan mahluk buas di dalam tubuh suaminya memerlukan banyak tenaga serta asupan makanan. Mereka bercinta tak cukup sekali bahkan berkali-kali sampai akhirnya mereka tumbang dalam kepuasan.

“laksanakan saja yang ku perintahkan.” Samar-samar ia mendengar suara suaminya yang sedang berbicara di telepon dengan seseorang. “berikan dia peringatan, tembak mobilnya dan berikan tembakan kecil yang sengaja di plesetkan.”

Gendhis terpaksa bangun karena suaminya memulai percakapan yang berbahaya. Ia menjepitkan selimut pada ketiaknya, dengan terseret-seret ia berusaha menemukan di mana Emran berada. “Siapa yang ingin abang tembak?”

Suaminya tertegun sebelum membalik badan. “Ada musuh Abang yang berbahaya.”

“Apa Abang berusaha membunuh orang?”

“Tidak. Itu hanya tembakan main-main sebagai peringatan.”

Nampaknya Gendhis sulit percaya. Wanita mengerutkan dahi lalu menyipit seolah tak puas dengan jawaban yang Emrna berikan. “Percayalah, aku tidak akan membunuh orang.”

Gendhis menghela nafas tertahan. Dari matanya Emran tidak melontarkan suatu kebohongan namun kenapa firasatnya tidak ingat. Bukan kebetulan mereka di Makasar tanpa ada urusan penting. “kau pasti kelelahan. Aku sudah menyuruh pelayan mengantarkan makanan ke kamar dan kau bisa melakukan pemijatan dan perawatan di bawah.”

Wajah Emrna begitu cepat berubah nampak kejam jika di luar dan nampak hangat jika bersamanya. Tapi gendhis menyimpan ketakutan, akan monster dalam tubuh sang suami yang bisa muncul menerkamnya juga. Pada saat itu terjadi apa gendhis sanggup menahan amarah yang emran lemparkan. Bukannya saat ini ia sudah memulai rencana liciknya untuk mendapatkan anak. Pasti cepat atau lambat, ia akan medatangkan kemurkaan tapi ia yakin bahwa Emran tak akan sampai hati membuangnya.

🦁🦁🦁🦁🦁🦁🦁🦁🦁

Hari keduanya di Makasar. Sendirian tanpa teman hanya makan di restoran ditemani Bima. Itu pun Bima tak duduk. Pria itu sigap menjaganya sambil berdiri. Gendhis layaknya ibu pejabat dengan topi lebarnya yang mempunyai pengawalan ketat. Emran katanya pergi mengurusi bisnisnya namun kenapa perasaan Gendhis tak enak. Masih jadi tanda tanya besar kenapa Emran tidak keberatan membawanya sampai ke sini. Biasanya Emran keberatan karena itu bisa memunculkan rumor yang tidak sedap apabila koleganya melihat. Emran terkenal singgel membawa perempuan, tidur dalam satu kamar.

“Bang Emran kapan pulangnya?” tanyanya pada Bima. Semula pria ini memasang sikap tegap namun Gendhis merasakan kegagapan dan kehati-hatian Bima menjawab pertanyaannya.

“Nanti agak siang Non.”

“Bapak gak menyembunyikan sesuatu kan?”

“Apa yang saya sembunyikan?”

Tak lama ponsel Bima berbunyi. Biasanya Gendhis tak peduli tapi pria itu menerima pesan sambil mengelap keringat. Pesan itu berupa video yang membuat Gendhis penasaran. Apalagi Bima langsung buru-buru menutup videonya saat melihat Gendhis menatapnya.

“Bapak dapat pesan apa?”

“Bukan pesan apa-apa Non.”

“Boleh saya lihat?” Tak sopan memang tapi jemari lentik Gendhis sudah merentang layaknya preman. Tak baik menolak permintaan majikan apalagi Emran sudah berpesan jika Bima harus menuruti apa yang Gendhis inginkan.

“Eh ini bukan sesuatu yang penting.” Namun Gendhis semakin meneguhkan keinginannya membuat Bima terpaksa menyerahkan ponsel.

Tindakan Gendhis bisa dibilang lancang padahal ia tak pernah melanggar kesopanan dengan melihat pesan milik orang lain tapi entah kenapa hatinya berkata bahwa pesan yang Bima terima ada hubungannya dengan sang suami.

Dengan perlahan Gendhis melihat video yang teman Bima kirimkan. Ini hanya video biasa pertandingan Mma namun yang membuatnya istimewa adalah pemerannya, salah satunya adalah suami Gendhis, Emran. Menurut keterangan di pesannya video ini diambil secara langsung bukan siaran ulang. Apa Emran sekarang sedang berkelahi lagi di belakangnya.

“Pertandingan Bang Emran berlangsung di mana Pak?”

“Non, saya gak mungkin bawa Non ke sana.”

“Tapi saya mau ke sana.” Dilihat dari video tadi Emran sepertinya main-main dengan kawannya. Yang Gendhis takutkan adalah Emran sengaja berkelahi untuk mengerjai lawannya yang lemah. “Saya harus ke sana. Kalau bapak gak anter saya, saya bisa menemukan tempatnya sendiri.”

Memang Bima punya pilihan kalau Gendhis sudah ada maunya. Soal dimarahi bisa dipikir nanti. Emran memerintahkan menuruti Gendhis bukan menurutin perintah pria itu terlebih dulu.

Jantung Gendhis berpacu kencang. Firasatnya tidak enak, biasanya ia juga tak peduli lawan Emran siapa namun kenapa tadi perasaannya jadi tak karuan seperti melihat hewan kurban yang hendak disembelih dengan suka rela. 

Begitu sampai di tempat pertandingan Gendhis langsung berlari, walau dihadang ketika masuk untungnya Bima membelanya dan menjelaskan siapa dirinya pada penjaga. Gendhis seperti berpacu dengan waktu, benar terkaannya Emran berjaya atas lawannya. Suaminya menang namun tak membuatnya senang, Emran berniat membunuh lawannya yang tak berdaya. Pertarungan yang Emran lakukan tak mempunyai peraturan. 

Pertarungan ini dilakukan sampai mati. Harusnya Emran mengampuni lawannya saat tahu jika musuhnya telah kalah telak namun pria itu malah menyeringai seolah membantai akan menjadi kesenangannya.

Gendhis tak akan membiarkan suaminya kalah dengan monster yang ada dalam dirinya, entah apa yang merasuki Emran hingga bisa berpesta layaknya iblis yang ingin membantai lawan hingga titik darah penghabisan

🦔🦔🦔🦔🦔🦔🦔🦔🎃🍕

Masuk ke cerita Juan-Naima-Saka

Gendis ada di karya karsa dan kbm
Udah sampai tamat semua.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top