Bab 22

Emran perlahan datang dengan menebarkan senyuman setelah mengambil air minum dan handuk dari anak buahnya. Gendhis masih terpaku di tempat, melamunkan apa yang Fiona nyatakan. Emran berbeda, pria ini bisa menjadi monster kejam yang dapat melahap perempuan utuh-utuh bahkan berlaku keji.

“Kau datang?”

“I..ya..” jawabnya terbata.

“Ada apa?” Emran berkata sembari mengerutkan kening mencoba menggali apa yang Gendhis tengah lamunkan.

“Bisa kita bicara sebentar?”

“Tentu. Kita ke ruanganku, aku mau sekalian mandi.”

Emran merengkuh bahunya untuk di ajak berjalan bersama. Pemandangan Gendhis ke sini sudah biasa, para karyawan serta anak buah Emran begitu menghormatinya. Entah orang-orang itu menganggap Gendhis sebagai apa. Sebagian orang tahunya dia adalah adik perempuan Emran yang harus dijaga.

Emran sudah bersih serta segar setelah mandi. Senyum hangatnya mengembang, membuat Gendhis ragu ingin melontarkan isi pikirannya atau tidak. Minuman dan makanan sudah tersaji atas perintah Emran. Mereka akan melewatkan makan siang dengan santai.

“Kau belum cerita kenapa ke sini?”

“Hmmm...Ada yang perlu aku tanyakan. Ini soal Fiona.”

Awal mulanya Emran hanya mengangkat satu alisnya sembari melemparkan senyum geli karena mengira Gendhis masih cemburu dengan sosok Fiona namun begitu cerita Gendhis tentang wanita itu menemuinya, wajah Emran berubah masam serta muram.

Tangannya terkepal di bawah meja. Emran tidak memperhitungkan bahwa Fiona akan jadi budak penurut. Perempuan culas itu malah berani bertemu dan mengadu pada Gendhis. Si rubah tak akan bisa berubah menajdi tobat padahal sudah terjerembab dan terantai.

“Abang benar melakukan itu pada Fiona.Aku tidak bisa percaya begitu saja mengingat Fiona juga tipe penipu.”

“Aku memang melakukannya. Itu harga yang pantas dia bayar. Hutangnya terlalu banyak, itu jalan tercepat supaya segera lunas.”

Gendhis menganga sesaat, keputusan Emran serasa menakutkan. Melemparkan seorang perempuan di tempat yang rawan dengan pelecehan. “tapi dia tersiksa di sana.”

“Ku kira dia akan senang.” Emran pura-pura bodoh dan acuh.

“Perempuan mana pun tak akan suka bekerja di klub malam, memakai baju seksi dan harus melayani pria hidung belang.”

“Itu untuk perempuan baik-baik tapi bukan Fiona.”

Gendhis mendesah panjang, walau ditilik sejarahnya Fiona memang lebih cocok dengan pekerjaan itu tapi ketika Fiona berlutut dan memohon. Gendhis tahu kalau Fiona merasa direndahkan dengan pekerjaan barunya. “Dia memohon untuk dipindahkan Jadi tukang bersih-bersih juga tak apa katanya.”

Emran menutup mulut sembari mengetuk jemarinya di meja. Pria itu seperti menimbang sesuatu. “Masalah Fiona sebaiknya kau tidak perlu ikut campur.”

“Tapi dia sampai berlutut dan menangis. Ku mohon Bang, ampunilah Fiona.”

Emran tak menjawab lama sekali sampai membuat Gendhis melotot sedikit karena kehilangan kesabaran. “Baiklah, akan ku pindahkan Fiona tapi apa pun keputusanku nanti. Kau tidak akan ikut campur lagi.”

Mulut Gendhis hendak membuka tapi Emran mengisyaratkan tak ada pengecualian dengan menggerakkan jari telunjuknya ke kanan kiri. “Sekarang kita makan. Tidak usah membantah. Aku sudah lapar.”

Gendhis cemberut karena tidak puas dengan keputusan Emran namun ketika memegang sendok ia berpikir kembali. Sebenarnya seberapa besar rasa benci yang dimiliki Emran untuk Fiona sampai dia bisa berbuat tega lalu bagaimana dengan dendam yang Emran miliki untuk sang ayah kandung. Apa yang suaminya rencanakan agar Ferdinant Ang sama terpuruknya seperti Fiona sampai meminta ampun. Gendhis merinding membayangkannya.

“Jangan memikirkan hal yang sulit kau jangkau.” Gendhis tersentak, begitu pandai Emran membaca pikirannya. “Kita bahas tentang dirimu. Kata Bima kau ingin mengembangkan usaha lain.”

Bima merupakan kaki tangan Emran di toko yang mengawasi gerak-gerik Gendhis. Kedatangan Emran saat Yudhi ada, Gendhis yakin itu karena laporan yang Bima beri. Gendhis kini merasa sedikit takut. Ia memang mencintai Emran luar dalam. Apa Emran mengawasi dan menjaganya karena memiliki perasaan yang sama atau sang suami Cuma mengangganggap Gendhis sebagai properti.

“Memang tapi aku belum membuat rencana apa pun.”

“Segera buat, kalau ada kesempatan emas kenapa tidak di manfaatkan.”

“Baik Bang. Aku akan segera membuat perencanaannya.”

“Ada satu hal yang ku beritahu.”

“Apa itu Bang?”

Emran mengambil salah satu map dari atas mejanya, membuka sebuah dokumen penting. “Temanmu Pamela menjaminkan salonnya dan pinjaman itu sudah jatuh tempo. Karena dia temanmu, aku akan memberi kelonggaran.”

Emran memberikan surat kepemilikan salon dan juga surat piutang yang Pamela tanda tangani. “Abang akan memperpanjang waktu pengembaliannya?”

“Bukan.Abang tidak sebaik itu. Aku akan menyerahkan salon itu padamu. Kau bisa mengambil alih utang Pamela dengan bekerja sama dengannya. Kalian bisa bagi hasil atau terserah padamu mau bagaimana.”

Gendhis menimbang lama sembari meneliti surat-surat yang Emran beri. Ini surat piutang resmi dari sebuah lembaga yang berijin. Bagaimana Emran bisa mendapatkan surat ini. “Bagaimana Abang mengambil surat pinjaman Pamela.”

“Kebetulan aku mengambil alih kepemilikan lembaga simpan pinjam itu ketika bermasalah dengan keuangannya. Aku membelinya secara sah. Tidak banyak orang yang tahu aku memiliki usaha simpan pinjam.” Sebenarnya berapa banyak jajaran usaha yang Emran miliki. Kenapa suaminya seolah terobsesi untuk berkuasa.

“Aku akan bicarakan ini dengan Pamela walau sebenarnya aku agak tidak tega menyampaikannya.”

“Dalam bisnis tidak ada kawan. Kau harus belajar berani dan tega. Aku  kau menjadi wanita kuat. Kau boleh tidak berpendidikan tinggi tapi kau harus berwawasan luas. Kau istri seorang Emran, musuhku banyak yang ingin melihat kejatuhanku maka kau harus kuat secara fisik dan mental. Kalau terjadi sesuatu pada diriku kau harus siap menggantikanku.” ucap Emran dengan nada bicara serius dan penuh penekanan. Pria ini menuntut kesempurnaan pada dirinya bahkan menuntutnya mereka untuk sejajar. Gendhis mulai merasa tertekan.

“Aku tidak yakin kalau aku bisa.”

Itu yang Emran dalam hati juga ragukan. Gendhis sejak kecil selalu dijaga oleh sang Ibu walau kehidupan mereka susah namun Hati Gendhis terlalu rapuh dan terlindungi. Istrinya lemah dan hatinya dipenuhi rasa sayang hingga mudah memaafkan. Lihat saja Gendhis tadi yang memohon untuk Pamela sampai datang ke sini.

“Kau akan kuat seiring berjalannya waktu.”
Keduanya melanjutkan makan tanpa mengobrol lagi. Makanan mereka enak tapi Gendhis serasa menelan batu karena pembahasan mereka tadi.

🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉

“Hanya berhasil mengambil dua persen?” ucap Emran sinis pada kuasa hukum yang menangani pembelian saham milik Ang corp. Ia merasa tidak puas, dengan saham yang sedikit itu apa yang dapat ia lakukan bahkan dia tak bisa duduk di jajaran kuat pemegang saham.

“Iya. Itu pun sudah cukup besar.”

“Apa tidak ada pemegang saham yang terjerat masalah keuangan hingga mau menjual sahamnya?”

“Untuk saat ini tidak. Saham Ang corp harganya masih bagus, keuangan perusahaan itu di kelola dengan cukup baik. Kami kesulitan mencari celah.” Emran sampai menggigit ibu jarinya. Ia punya pikiran lain. Pasti ada pemegang saham yang mengalami kesulitan keuangan atau Emran bisa membuatnya begitu. Emran akan memeriksa masing-masing pemilik saham, mencari kelemahan mereka kalau pun tidak ketemu ia akan menciptakannya. Di mulai dengan mencari pemilik saham yang gemar berjudi dan bermain perempuan.

“Sudahlah. Aku menghargai usaha kalian. Bonus kalian akan aku kirimkan besok. Sekarang kalian boleh pergi.”

Setelah tim kuasa hukumnya hilang di balik pintu. Emran melihat surat obligasi perusahaan Ferdinant di atas meja. Jumlah ini sudah bisa membuat Ferdinant murka bahkan mungkin terkena serangan jantung. Emran penasaran apa yang Pria itu lakukan atau bagaimana si brengsek itu akan mengamuk namun Emran lupa bahkan Ferdinant juga sangat berbahaya bisa mencelakai orang yang dekat dengannya.

🦁🦁🦁🦁🦁🦁🦁🦁🦁

Gendhis menimbang, kapan waktu yang tepat ia berbicara dengan Pamela soal utang piutang itu. Memiliki sesuatu yang bukan haknya terasa salah apalagi itu disertai dengan bunga. Gendhis tak bisa menyalahkan usaha yang Emran geluti. Sang suami begitu terobsesi dengan kekuasaan dan juga uang. Masa kecil mereka yang sangat mengenaskan menjadi salah satu pemicunya di tambah dengan rasa benci dan dendam yang Emran miliki untuk sang ayah kandung.

Tiba-tiba Gendhis mengerim mobilnya mendadak karena ada sebuah mobil hitam yang menghadang. Apalagi ini, ia merasa tak menyerempet atau mencelakai siapa pun. Gendhis sudah lulus les menyetir dan mendapatkan SIM seminggu lalu.
Kaca mobilnya di ketuk oleh seorang pria yang berbadan kekar dan mengenakan kaca mata hitam.

“Bisa turun sebentar?”

Gendhis tanpa curiga membuka pintu dan menemui orang yang menghadangnya. “Ada apa ini?”

“Bisa ikut kami sebentar?”

“Ikut kalian? Memang kalian siapa?”

“Ikut saja dan jangan melawan.”

“Eh sebentar, saya ambil ponsel saya dulu.”

Tapi tangan Gendhis ditarik kasar saat hendak mengambil handphone. Ia jelas meronta dan memberontak serta berusaha meminta tolong tapi tenaganya kalah kuat hingga terpaksa masuk mobil sedan hitam si penculiknya.

🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊

Jangan lupa love dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top