Bab 2
Emran yang tampan harus di gendong tangannya karena tulangnya mengalami retak. Gendhis menemaninya ketika pulang sekolah. Ia bersikap layaknya adik siaga mengambilkan apapun yang pemuda itu butuhkan dari mulai makanan, pakaian, sepatu dan juga ember. Untungnya masuk kampus masih sebulan lagi, jadi Emran bisa memulihkan diri.
“Kakak nanti kalau masuk kuliah di pukuli lagi gak?”
Dahi Emran mengerut namun kerutannya di gantikan dengan senyum ketika mengetahui pertanyaan Gendhis yang lucu. “Gak, mereka sudah dihukum karena memukuli kakak.”
“Syukurlah kalau begitu.”
Sekarang Emran sudah bernafas lega sebab uang kuliahnya sudah cukup walau mendapatkannya harus mempertaruhkan nyawa. Pertarungan bebas tidak begitu buruk. Emran harus lebih keras berlatih karena mendapatkan uang dengan cara itu lebih menyenangkan daripada harus berpanas-panasan sebagai kuli bangunan. Ia harus tumbuh kuat agar ke depannya tidak diremehkan. Emran akan mendapatkan gelar dan pekerjaan layak walau untuk sampai ke sana ia harus berdarah-darah dan melewati jalanan bebatuan terjal.
🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦
Gendhis berjalan dengan lesu, hari ini panas seperti biasa. Lapar juga iya, haus apalagi tapi keadaan mengenaskan itu sudah biasa ketika pulang sekolah. Ada hal lain yang membuatnya lemas, hal itu berhubungan dengan Emran.
“Bang Emran hebat, kata bapak. Dia berantem di gelanggang ngalahin orang yang ototnya gede.” Gendhis mendekatkan telinga ketika nama Emran disebut. Dia sedang berdiri mengantri untuk membayar jajanannya di kantin.
“Masak?”
“Iya kata bapakku begitu. Bapakku suka pasang taruhan di sana dan Bang Emran sering menang.”
Gendhis memang anak ingusan tapi dia cukup tahu apa yang terjadi di gelanggang. Itu sebabnya di halaman rumah tetangganya itu dipasang sandsack, tiang besi, bambu dan juga beberapa ban bekas. Emran menggunakan benda-benda itu untuk latihan serta membesarkan otot. Makanya pemuda itu terlihat berbadan kekar sekarang. Itu juga kenapa Emran sudah jarang menjadi kuli bangunan atau kuli panggul di pasar. Emran mempunyai pekerjaan yang menghasilkan uang banyak. Untuk pertama kalinya, Gendhis didera kecewa pada pria pujaannya. Pekerjaan Emran sekarang mengingatkannya pada almarhum ayahnya yang kerap memukuli ibunya. Baginya lebih baik mendapatkan lelaki sederhana daripada lelaki tukang pukul. Pandangannya tentang Emran mulai saat itu telah berubah, kakak yang baik hati, perhatian serta menjadi panutan kini berganti dengan pemuda kasar yang tak pernah ia kenal.
Memahami apa yang terjadi membuat Gendhis tak bernafsu makan padahal ibunya membawakannya sate madura dengan saus kacang banyak. Makanan mewah baginya itu Cuma di aduk lalu lontongnya Gendhis potong jadi kecil tanpa dimaksudkan untuk dimasukkan ke mulut. Munah pun mengerutkan kening ketika melihat tingkah putrinya.
“Kamu sakit?” Gendhis menggeleng sebagai jawaban.
“Kenapa kamu gak makan?”
Putrinya iu Cuma mendongak lalu menatap sayu ke arah sang ibu. Munah jadi serba salah sebab mata Gendhis mulai sembab. “Luka Kak Emran bulan lalu itu karena bertarung kan Bu?”
Munah terdiam sejenak lalu meletakkan kedua tangannya di atas meja setelah menemukan jawaban. “ Dari mana kamu tahu tentang itu?”
“Teman-teman Gendhis yang bilang. Mereka bilang Kak Emran bertarung di gelanggang. Apa itu bener Bu?”
“Iya Kak Emran memang bertarung di sana tapi kan dia bertarung ada alasannya.” Namun belum juga Munah sempat menjelaskan air mata Gendhis mulai berderai. Ia tahu bahwa putrinya punya hati yang lembut hingga tak mentoleransi adanya perkelahian apalagi setelah kejadian dulu yang menimpa dirinya.
“Kak Emran jadi kayak bapak yang suka mukul Ibu.”
“Enggak Dhis, Emran gak akan jadi kayak bapak dan gak akan pernah akan jadi kayak bapak.”
Namun sudah terlambat, Gendhis menangis lebih kencang dan memilih masuk kamar. Penjelasan Munah tidak mau didengarkan. Anak itu terlalu kecewa dengan jalan yang Emran ambil.
🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑
Waktu begitu cepat berlalu, Emran dan Gendhis tumbuh bersama. Gendhis masuk SMP dan menjaga jarak darinya. Mungkin karena anak itu sudah memasuki pubertas jadi merasa malu atau menyadari jika jenis kelamin mereka berbeda. Panggilan Kakak tidak terucap lagi, Gendhis memanggilnya abang selayaknya anak lain. Gadis kecil yang kerap mengikutinya kemana pun kini tumbuh menjadi perawan ingusan yang lebih suka berada di kamar saat ia datang. Walau begitu Emran tak lelah membawakan makanan ringan untuk peri kecilnya itu. Emran menjalani masa mahasiswanya dengan sangat baik. Secara akademi nilainya cukup tinggi namun semua itu harus ditukar dengan pertarungan liar setiap minggunya. Emran mulai mendapatkan uang banyak. Kalau pertarungan dirasa tidak menguntungkan, ia biasanya mengambil pekerjaan sampingan sebagai tukang tagih hutang atau tukang rampas barang kreditan. Emran rasa profesi itu Cuma membutuhkan kekuatan otot serta keberanian tak lupa sikap tega. Kuliah jurusan ekonomi membutuhkan biaya banyak. Ia berjanji setelah lulus, akan mencari pekerjaan yang bagus dan membenahi kehidupan.
Seorang gadis berseragam putih biru tua berjalan sembari mengeratkan tali tas.
“Gendhis!”panggilnya keras tapi gadis itu seolah tuli lalu berjalan cepat padahal Emran memanggil karena ingin membagi makanan. Ada apa dengan gadis itu? Semenjak jadi ABG, Gendhis berubah banyak
Niat melupakan selalu ada tapi begitu sulit. Karena Emran mengenalkannya pada rasa suka pada seorang pria. Gendhis berusaha menjalani kehidupan remajanya, bermain bersama teman sebaya, mencoba menggunakan ponsel,atau mengenal lawan jenis yang menurutnya rupawan. Tapi hatinya masih bertaut kuat pada Emran. Apalagi rumah mereka sebelahan. Gendhis setiap saat bisa melihat kakaknya itu dari mulai bangun hingga pulang kuliah. Hatinya berdebar-debar harus ia sembunyikan ketika melihat apa yang Emran gemar lakukan. Pemuda itu setiap hari berlatih di halaman rumah lalu pulang dengan wajah lebam. Gendhis tahu apa yang Emran kerjakan, semakin hari luka Emran pun tak separah yang pertama namun tetap saja itu luka yang di dapatkan dari pertarungan. Gendhis juga makin besar makin paham jika kuliah butuh uang, ibunya selain menjadi pembantu juga mengambil cucian tetangga dan membuat dagangan yang Gendhis jual di sekolahan. Dari sana ia tahu jika biaya pendidikannya pun mahal tapi tetap saja ia tak bisa menerima cara Emran mendapatkan uang. Ia lebih suka melihat Emran jadi buruh bangunan, membantu membenahi rumah tetangga atau kuli angkut di pelabuhan. Pemuda itu sering datang ke rumah membawa makanan tapi entah kenapa Gendhis tak mau menyentuh makanan itu. Ketika Emran Datang lalu duduk untuk mengobrol dengan Munah Gendhis memilih ke kamar pamit belajar.
Emran sendiri setelah lulus kuliah diterima kerjaTak terasa Gendhis mulai masuk SMA, biaya yang ibu dan Gendhis perlukan jadi lebih banyak apalagi ibunya mulai sakit-sakitan hingga tak dapat lagi menerima cucian tetangga. Emran yang sudah lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan layak kerap membantu keuangan mereka hingga Munah merasa malu tapi Emran tak mau uangnya ditolak. Gendhis tak menjaga jarak namun keadaan mereka tak seakrab dulu. Emran punya impian sendiri, pelan-pelan rumah pemuda itu mulai di renovasi dan Emran mengganti motor bututnya dengan motor baru.
Kabar bahagia sekaligus buruk datang. Emran jatuh cinta dan ingin berumah tangga dengan seorang perempuan cantik yang beranam Fiona. Gendhis kira cintanya sudha terkubur dalam karena rasa kecewa yang berbalut balas budi hingga ia merasa harus tahu diri namun kenyatannya kabar lamaran Emran pada gadis lain laksana sengatan seribu lebah yang menghantam tubuhnya. Tak cukup satu, dua hari menangis bahkan seumur hidup di rasa tak pernah cukup mengobati kekecewaannya.
“Ndhis ibu mau ke pasar. Nanti malam Emran mau melamar Fiona ke rumahnya. Nanti kamu bantu masak dan menata seserahan.” Kabar itu laksana palu yang menghantam kepala. Ibunya tidak pengertian tapi mana ibunya tahu kalau selama ini Gendhis menyimpan rasa. Kalau pun dikatakan, itu Cuma mendatangkan gelak tawan. Gendhis baru SMA naksir pria delapan tahun lebih tua darinya, itupun naksirnya dari kecil.
“Iya Bu.” Jawabnya sembari berpegangan kuat pada pilar pintu. Begitu ibunya pergi, tubuhnya merosot. Setelah sekian lama memendam cinta hasilnya ialah patah hati.
Gendhis tak akan kuat melihat Emran memasangkan cincin pada jari wanita lain. Ketika lamaran nanti, Gendhis tak akan ikut. Ia akan beralasan sakit kepala jika ibunya memaksa tapi ia punya keinginan kuat untuk melihat wajah pemilik hati Emran. Seperti apa perempuan itu apa cantik sekali, apa juga punya badan yang bagus serta hidung mancung untuk mengetahuinya sebaiknya Gendhis melihatnya sendiri.
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Pengantin kelabu ada di kbm di sana sampai part 20an
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top