Bab 17


Emran tahu betul apa yang diinginkan Fiona. Di mata wanita ini uang adalah yang utama. Apa Fiona kira Emran adalah lelaki bodoh yang tertarik hanya dengan fisik yang indah dan wajah yang cantik. Emran sudha tumbuh menjadi lelaki dewasa yang mampu memperhitungkan langkahnya dengan hati-hati. Menjalin hubungan hanya demi keuntungan semata dan baginya memiliki Gendhis sebagai istri sudahlah cukup karena di dalam dunia bisnis tak baik jika melibatkan perasaan semu yang bernama cinta. Ia biarkan Fiona di atas angin, pinjama wanita itu ia tangguhkan malah Emran memberinya uang lebih tapi tunggu saja tanggal mainnya nanti.

Namun telinganya menajam ketika hendak melewati lantai bawah, ada apa gerangan yang membuat heboh? Anak buahnya membuat keributan hanya saat Gendhis datang. Ini hari rabu, belum waktunya gadis itu datang tapi ada baiknya ia melihat karena di jam kerja, anak buahnya tak boleh malas-malasan.

Mereka ternyata tengah menjamu seorang wanita. Wanita itu datang karena urusan apa? Apa wanita itu ingin menyewa jasa pengawalan namun Emran membelalakkan mata dan membuka mulut ketika melihat objek perhatian anak buahnya dari jarak dekat.

“Gendhis?”

“Bang Emran?”

Gendhis nampak cantik sekali dengan pakaian yang feminim, tapi kenapa rok gadis itu pendek sekali. Emran memejamkan mata dan menggeleng keras, sebab membayangkan yang tidak-tidak menerawang ke dalam isi rok.

Gadis itu berdiri lalu berjalan ke arahnya. Kaki Gendhis nampak jenjang karena bertumpu pada sepatu boot hitam. Siapa yang mendadani gadis itu jadi seperti ini. Gendhis berjalan dengan santai seperti sduah terbiasa memakai sepatu berhak tinggi padahal ia menunggu Gendhis terpeleset agar Emran dapat menangkapnya.
Gendhis berdiri di depannya lalu diam, mungkin menunggu dipuji.

“Kamu kenapa ke sini padahal ini belum senin?”

Gendhis menggaruk rambutnya yang dihiasi bandana. Kenapa sambutan dan pertanyaan suaminya malah begitu.

“Abang gak ngerasa ada sesuatu gak?” tanyanya sambil membenahi rambut.

“Baju kamu minjem siapa?”

Gendhis menatap Emran dengan jengkel. Sulit sekali tampil cantik di mata Emran. Memang penampilannya jauh dengan Fiona tapi kata Pamela ia cantik sesuai usianya. Apa pemilik salon samping toko itu berbohong, karena ingin menyenangkan hatinya dan melambungkan rasa percaya diri yang ia miliki.

“Bagus gak?”

“Ikut abang ke atas.” Tapi yang aneh Emran malah melepas jasnya lalu emngikat benda itu ke pinggang Gendhis. Seolah rok yang ia pakai terlihat tidak sopan. Padahal rok balon yang Pamela pinjamkan, cukup indah dipakai ketika berjalan.

“kenapa kamu memakai pakaian seperti itu?”

Pertanyaan pertama setelah ia duduk padahal belum diberi minum. “Bagus kan? Aku harus berdandan modis seperti anak seusiaku.”

Emran menghembuskan nafas pelan, tangan kanan pria itu digunakan untuk memijit pelipis. Apa perubahan Gendhis ada hubungannya dengan pria lain. Siapa kali ini yang mengajak Gendhis berkencan. Pemuda yang berdandan ala korea atau pemuda perlente yang masih meminta uang jajan pada orang tuanya.

“kamu ingin menarik perhatian siapa dengan berdandan seperti itu?”

Gendhis tersenyum malu-malu, masak begini saja suaminya tak bisa menerka. “Gendhis dandan buat abang lah. Kan nyenangin suami dapat pahala banyak.”

Emran Cuma melongo, jawaban yang sungguh tidak terduga. Wajah Emran kaku karena bingung mau mengucapkan apa. Gendhis mengalami kemajuan atau pernikahan mereka mengalami peningkatan. Emran tersenyum kecil. Apa ini saat yang tepat untuk menuntut haknya sebagai suami. “Abang suka penampilanmu yang begini.”

Senyum cemerlang Gendhis terbit. Ternyata yang Pamela katakan ada benarnya bahwa ia cantik sesuai dengan usianya. “Tapi rok itu terlalu pendek. Aku tidak mengijinkan dirimu memakainya lagi.”

“Ini juga Cuma rok pinjaman. Mana aku punya rok model begini.”

“Kemarilah..”

Emran melambai, menarik dirinya untuk mendekat. Gendhis seperti hewan peliharaan yang menuruti semua perintah sang majikan namun dirinya tak menyangka tubuhnya akan ditarik untuk berada di atas pangkuan Emran saat jarak mereka sudah dekat.

“Abang?”

Emran memegang kepala Gendhis lalu mendaratkan ciuman dalam dan sensual pada bibirnya. Gendhis Cuma bisa menerima dan membiarkannya karena bingung harus membalas seperti apa. Tapi kali ini sentuhan Emran sudah tidak terasa menjijikan. Sang suami menatapnya sebentar lalu mendaratkan kecupan pada lehernya yang jenjang, tangan Emran pun sibuk melepaskan kancing-kancing kemejanya. Gendhis juga bingung karena otak dan hasratnya tidak sejalan. Ia tak ingin menghentikan tindakan Emran, malah Gendhis ingin tangan Emran menjelajahi seluruh tubuhnya.

Tok...tok...

Pintu diketuk, siapa gerangan yang berani mengganggu Emran dan membuat pria itu mengumpat keras. Gendhis sudah berdiri lalu merapikan pakaian dan rambutnya.

“Masuk.”

“Maaf. Apa aku mengganggumu?”
Emran memalingkan muka seperti melemparkan ekspresi jengkelnya lalu mengubahnya menjadi sebuah senyuman dan sambutan hangat. Sedang Gendhis menatap Fiona tak percaya lalu menghadap suaminya seakan meminta penjelasan.

“Tidak. Silakan duduk.”

“Bang?” panggil Gendhis pelan.

“Ndhis. Tunggu abang di rumah. Nanti kita bicara.”

Gendhis kecewa namun tak bisa meluapkan segala emosinya di sini. Ia diharap sadar diri,seberapa jauh pun dirinya berubah di mata Emran tetap Fiona yang paling cantik. Ia seperti telah kalah dan tak bisa mempertahankan sang suami. Dengan bahu lunglai dan kelopak yang menahan banjir air mata, Gendhis perlahan berjalan menuju pintu ke luar. Mungkin ini kali terakhirnya berada di kantor Emran dan disambut dengan hangat.

🌴🌴🌴🌴🍀🍀🍀🍀☘️

Fiona berada di atas angin setelah bertemu Emran kembali. Rupanya perasaan lelaki itu tetap sama padanya. Emran selalu tertarik dengan fisik cantik dan tubuh menggiurkan. Fiona yang Emran butuhkan dan uang lelaki itu yang akan membahagiakannya. Lelaki itu memujanya, menyukainya, sanggup memenuhi apa yang Fiona inginkan dan juga kaya raya. Fiona sudah memutuskan akan memiliki Emran cepat atau lambat. Keduanya akan menjadi pasangan paling serasi. Fiona tak perlu lagi merayu bandot tua atau menahan rasa muaknya ketika disentuh lelaki beristri.

“Terima kasih telah mengajakku ke sini.”
Sebelum ke klub malam, Fiona diajak Emran berkeliling pusat perbelanjaan. Membelikan apa pun yang perempuan ini inginkan. Fiona perlahan menggeser duduknya merapat pada Emran lalu mendaratkan hembusan eksotis dengan memanggil namanya dengan erotis.

“Mran?”

Sayangnya wajah Emran malah berpaling padahal kecupannya hampir mendarat. “Kenapa?”

“Ada yang perlu kita bicarakan.”
Fiona mengulum senyum. Emran dulu begini ketika ingin melamarnya.

“Bicaralah? Mau ku tuangkan minuman?”

“Tidak usah.”

Emran mengeluarkan sesuatu di balik punggungnya. Ia membawa beberapa kertas yang diwadahi map coklat. “Aku ingin menunjukkan ini padamu.”

“Ini apa?”

Kenapa perasaan Fiona jadi agak ngeri. “Ini surat penangguhan utang dan sebuah surat yang kemarin kau tanda tangani bersamanya.”

“Bukankah hutangku sudah kau anggap lunas.”

“Tentu saja, karena kau juga setuju untuk membayarnya dengan cara lain.”

“Cara lain?” Fiona tersenyum canggung, masih mengangap semua baik-baik saja walau dalam hatinya merasa ketar-ketir.

“Iya. Kau setuju untuk bekerja di klub ini sebagai wanita penghibur.”

“Apa?” Fiona langsung berdiri tak terima dan segera merebut surat perjanjian mereka, untunglah Emran punya salinannya yang asli. “Kau tak akan tega melakukan ini kepadaku.”

Emran malah tersenyum kecil seolah mengejek kekalutan Fiona.“Kenapa tak tega? Kau berhutang uang dan aku meringankan bebanmu. Aku pembisnis, kita bukan kawan. Aku menjalin hubungan berdasarkan uang. Oh ya akan ku ringankan bebanmu. Kau hanya akan melayani tamu VIP yang kaya raya sekalian kau bisa mencari mangsa.”

Tangan Fiona yang dihiasi kutek berwarna pink yang diberi gliter itu hendak melayang ke pipi Emran, sayangnya suami Gendhis ini menangkapnya dengan tepat.

“kau tidak bisa melakukan ini padaku! Tidak bisa!” Fiona mengamuk mencoba melepas cekalan Emran walau tenaganya tak sebanding.

“Kau pantas menerimanya. “ Topeng di wajah Emran telah dibuka. Kini sisi bengis pria itu telah bangkit dan siap melahap Fiona utuh-utuh. “kau pantas menerimanya setelah perbuatanmu dulu.”

“Kau dendam padaku karena aku campakkan?”

“Tutup mulutmu yang kotor itu!”

“Iya..kau sakit hati makanya membalasku dengan melakukan ini!”
Rubah licik tetap saja rubah walau sudah dipelihara lama. Fiona tiba-tiba bersimpuh, memegang erat kaki Emran sambil memasang muka memelas.

“Jangan lakukan ini padaku. Pekerjaan yang kau berikan terlalu berat. Kau menjual harga diriku.”

Emran membungkuk lalu memegang erat dagu Fiona. Walau wanita ini mengeluarkan air mata darah, pengampunannya taka akan pernah ia berikan “Kau dulu juga menginjak-injak harga diriku. Sekarang kita impas.”

Karena Fiona ia juga tidak percaya lagi akan cinta. Emran melepaskan sentuhannya dengan ekspresi jijik lalu memandang Fiona dengan bengis. Emran pemuda polos bertahun-tahun lalu telah mati. “Jangan mencoba kabur, anak buahku akan menangkapmu walau kau lari ke ujung dunia sekali pun.” Fiona menggeram marah walau wanita itu jelas tak bisa berbuat apa-apa namun lihat saja Fiona tak akan tinggal diam dipelakukan begini.

Emran berjalan ke luar lalu membasuh tangannya dengan air dan sabun. Menyentuh Fiona sama saja dengan menyentuh kotoran. Ia melihat wajahnya di cermin, lalu mengusap bayangannya sendiri. Wajah bengisnya berganti dengan senyum manis. Masalahnya dengan Fiona telah selesai, tinggal membereskan masalah di rumah.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top