Bab 16
Emran melakukan hal yang salah walau menyadari jika Gendhis tak marah. Gadis itu berdiri di sana dengan wajah terkejut luar biasa. Fiona adalah rubah licik yang pandai memanfaatkan keadaan dan bermulut manis untuk mendapatkan apa yang perempuan itu mau. Emran sudah tahu itu dan tak akan terjebak kembali dalam permainan perempuan ini. Yang ia khawatirkan saat ini adalah Gendhis. Apakah gadis itu akan terkena dampak balas dendamnya?
Setelah urusannya dengan Fiona selesai. Emran ke toko namun ternyata gadis itu menutup tokonya jauh lebih awal, lalu ia ke rumah. Rumahnya masih terkunci dari luar menandakan jika Gendhis tak pulang. Jalan satu-satunya menghubungi Mitha, telepon Gendhis sendiri dari tadi tak aktif.
“Hallo Mitha?”
Mitha menjawab panggilannya dengan nada ceria. Anak itu memang dikenal baik dan kalau dipikir, selalu membantu Emran dan Gendhis. “Maaf abang mau tanya. Gendhis ada gak sama kamu atau dia bilang mau pergi ke mana begitu. Soalnya abang cari di rumah gak ada.”
“Gendhis ada di rumah Mitha bang.”
Emran merasakan kelegaan ketika tahu Gendhis berada di tempat aman. “Bisa kasih teleponnya ke Gendhis.”
“Bisa Bang.”
Emran menunggu sebentar sebelum mendengar suara Gendhis. “Iya kenapa Bang?”
“Kamu di rumah Mitha. Kenapa hape kamu gak aktif.”
“Iya Bang. Aku di nginep di rumah Mitha karena nanti malam ada acara pengajian jadi aku bantu-bantu. Hapeku lagi aku keringin karena kena air,” jawabnya setegar mungkin padahal Gendhis habis menangis. Sangat sulit menyembunyikan suara seraknya. “Maaf ya Bang tadi aku ngrusakin pager gelanggang dan penyokin tempat sampah.”
Emran sudah dilapori anak buahnya tentang masalah itu. “Gak apa-apa. Mobil kamu gak apa-apa kan?”
Gendhis gelagapan karena terlalu sedih, ia tak sempat mengecek keadaan mobilnya. “Cuma lecet dikit Bang. Sudah dulu ya bang, gak enak kalau ngobrol terlalu lama. Rumah Mitha banyak orang.”
Padahal Emran masih ingin berbicara namun ponselnya ditutup sepihak. Ia curiga jika kedatangan Fiona mempengaruhi perasaan Gendhis. Ah biarlah itu akan jadi urusannya besok.
“Ndhis, kenapa kamu bohong kalau rumahku ada pengajian?”
Mitha Cuma meminta penjelasan bukan menghakimi namun Gendhis sudah menangis dan memeluknya erat. Mitha jadi takut sendiri, karena Gendhis sudah lama tak begini semenjak Ibunya meninggal.
“Ndhis, kamu kenapa? Jangan bikin takut dong.”
Hatinya terlalu sesak untuk berbicara namun Gendhis mulai bingung sekarang. Rahasia pernikahannya semakin mencekik dan ia butuh teman untuk berbagi cerita. “Aku mau cerita tapi tolong kamu jaga rahasia ini ya?”
Mitha mengangguk setuju, lalu menggenggam tangan Gendhis. Mereka akan saling percaya dan menjaga rahasia. Gendhis menarik nafas, mulailah ia bercerita tentang pernikahan rahasianya, siapa Emran baginya dan apa yang tengah gadis ini pendam serta tak lupa Fiona yang tiba-tiba Datang.
“Ya Allah Ndhis. Kenapa kamu gak bilang dari dulu? Aku malu udah naksir suamimu, aku malah gak tahu malu bilang suka berkali-kali. Kamu gak sebel sama aku kan? Gak benci sama aku kan?” Gendhis menggeleng yakin. Ia malah tertawa di sela tangisnya mendengar ucapan Mitha
“Aku yang salah sudah merahasiakan pernikahanku. Dulu aku malu tapi sekarang aku menyesal merahasiakan pernikahan kami. Saat Fiona datang, aku sudah tahu Bang Emran mau milih siapa. Aku gak mau cerai tapi kalau Bang Emran gak cinta kenapa kita harus bertahan.”
Mitha kasihan sebab Gendhis terlihat sedih dan patah hati. Gadis itu tak mau menghentikan tangisnya dan berpikir bahwa Emran akan mengakhiri hubungan mereka. Orang awam pun tahu cara Emran memandang Gendhis selayaknya pandangan pria pada saudara perempuannya. “Kamu ingin mempertahankan rumah tangga kalian? Kamu cinta sama Bang Emran?”
Gendhis ragu harus mengangguk atau menggeleng. Soal cinta itu lain lagi? Tapi benarkah yang Mitha bilang bahwa Gendhis telah jatuh cinta pada pria itu. Jatuh cinta karena kebaikan dan perhatian Emran, hingga saat suaminya menjauh ia merasa kehilangan. “Aku belum tahu tapi gak rela melepas Bang Emran untuk wanita seperti Fiona.”
Siapa yang rela jika Emran yang baik dapat perempuan licik pengeruk harta. Mitha mengelus pelan lengan Gendhis agar sahabatnya ini mau tenang. “Kalau begitu kamu harus bertahan dan membuat Bang Emran jauh cinta sama kamu.”
Kedengarannya mudah namun sulit dilakukan. Dipikir baik-baik, kalau begitu pria itu harusnya sudah jatuh cinta padanya dari dulu. “Bikin orang jatuh cinta bagaimana caranya?”
“Katanya cowok itu memandang perempuan itu dari wajahnya. Jadi kamu harus mengubah penampilan. Kamu harus jadi perempuan yang Emran suka.”
Itu lebih sulit lagi. Bagaimana mengubah Gendhis menjadi perempuan seperti Fiona yang modis, cantik, elegan dan jika memakai gaun indah akan terlihat menawan. Sepertinya butuh sentuhan keajaiban dan Gendis tahu siapa yang bisa memberinya.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Mau masuk ia sempat meragu. Tindakannya sudah benar kan? Mengubah penampilan demi menarik hati sang suami atau ia batalkan saja. Jika Emran menyukainya harus menerimanya apa adanya. Lalu Gendhis mengambil ujung rambutnya yang bercabang dan kering, bagaimana bisa ditaksir jika merawat diri saja tak becus. Kemudian ia meraba wajahnya yang kasar dan terlihat kusam, bagaimana bisa membuat pria menarik jika wajahnya saja sekasar amplas.
“Hai.”
Gendhis terlonjak kegat saat tiba-tiba Pamela si pemilik salon menyapanya.
“Kamu kenapa berdiri di depan pintu?”
Walau Pamela berkelamin ganda namun Gendhis mengakui jika waria ini sangat cantik dan juga elegan. Bisakah Pamela mengubahnya menjadi lebih menarik dan cantik. “Aku mau masuk dan menemuimu.”
Kening Pamela berkerut lalu ia mengulas senyum tipis. “kalau begitu ayo masuk.”
Gendhis agak ragu awalnya karena senyum Pamela mengandung suatu arti. Namun Matanya menatap takjub dan mulutnya tak bisa mengatup ketika melihat betapa komplitnya salon yang pamela kelola.
Gendhis di dudukkan di kursi pelanggan dengan Pamela berdiri di belakangnya. Di depannya ada cermin besar yang memperlihatkan wajahnya secara nyata. Pamela menyalakan lampu yang terpasang di pinggir kaca. Kini Gendhis bisa melihat bekas jerawat, betapa kering wajahnya secara jelas. “Bisa gak ngerubah penampilan aku?”
“Kamu mau-nya jadi kayak apa?”
“Aku ingin lebih cantik, lebih elegan. Seperti..” Gendhis membuka ponselnya, menghubungkan dengan sosial media yang Fiona punya. “Wanita ini...”
Pamela mengetuk-ngetuk dagu dengan sisir sasak lalu berpikir sejenak. “Semua wanita punya wajah yang berbeda, penampilan yang berbeda...akan ku buat kau cantik sesuai umurmu bagaimana?”
“Bisakah? Wajahku kan biasa saja.”
“Begini, kenapa kamu sangat menginginkan kecantikan wanita itu padahal kamu unggul dengan kecantikanmu sendiri.”
Kenapa begitu? Karena sosok Fiona adalah sosok perempuan yang suaminya inginkan. “wanita tadi adalah mantan suamiku yang sekarang mencoba kembali padanya.”
Pamela menusukkan sisirnya ke rambutnya yang tergelung sempurna.
“Oho... kau semuda ini sedang pelakornya setua itu, harusnya kebalik kan? Suamimu pria yang suka uang?” Sayangnya Gendhis menggeleng, Emran seorang pekerja keras. Ia akan malu jika meminta pada seorang perempuan. “Kau kekanak-kanakan ya? Hingga suamimu tak nyaman?” mungkin saja tapi dibanding Fiona, sifat Gendhis jauh lebih baik.
“Mantan suamiku meninggalkannya karena suamiku dulu miskin kini setelah suamiku kaya, dia kembali.”
Pamela mengepalkan tangan lalu menggeram murka. “Perempuan sundal! Akan ku buat kau lebih cantik darinya dan rebut kembali suamimu. Oke?”
Gendhis mengangguk patuh, lalu membiarkan Pamela menggiringnya untuk mencuci rambut terlebih dulu.
Jemari Pamela yang lentik seperti sihir, ia menggunakan gunting untuk memotong sedikit rambut Gendhis yang panjang. Pamela ingin mewarnai rambutnya namun Gendhis tak setuju dengan itu. Ia lebih suka rambutnya yang berwarna hitam legam.
Gantian wajahnya yang dibersihkan dan di rawat. Gendhis menikmati ketika dipijat namun menjerit saat jerawat dan komedonya mulai diambili. Ia jadi tahu filosofi yang mengatakan jika ingin cantik berarti tahan sakit. Setelah di masker giliran badannya yang di pijat dan di scrub. Ini bagian yang Gendhis suka karena perwatan badan menimbulkan perasaan tenang ditambah tubuhnya terasa di istirahatkan.
Setelah selesai, ia di dudukkan di depan cermin lagi lalu Pamela mulai memoleskan make up. Dimulai dari benda-benda yang Gendhis tak tahu namanya. Sekali poles wajahnya berubah warna menjadi agak cerah. Ajaib memang produk make up yang pamela miliki. Gendhis kira make up natural ala remaja tak akan memakan waktu namun terkaanya salah. Make up yang terlihat natural dan tak banyak polesan ternyata membutuhkan waktu selama sejam.
Sentuhan Terakhir untuk membuat penampilan Gendhis semakin paripurna, Pamela meminjamkannya gaun pendek berwarna hitam yang memiliki lengan balon opanjang an rok balerina yang cantik. Lihat Gendhis Pamela dandani seperti idol k-pop. Gendhis cantik sesuai usianya.
“Ini beneran aku?”
Gendhis pangling dengan mukanya sendiri. Rambutnya di beri bandana lalu ujungnya di curly. “ Roknya cantik.” Pamela tersenyum ketika melihat Gendhis memutar tubuh di depan cermin.
“Tinggal sentuhan terakhir.”
Pemela lari ke belakang lalu kembali sembari membawa sepatu boot pendek hitam tyang memiliki hak tujuh centi.
“Coba pakai.”
Gendhis meringis ketika kakinya masuk ke sepatu dan tubuhnya menjadi lebih tinggi. Rasanya kepercayaan dirinya bertambah berkali-kali lipat namun ketika mengambil satu langkah Gendhis oleng dan hampir terjatuh.
“Eh ati-ati.” Untungnya pamela dengan sigap menangkap. “ kayaknya lebih baik kamu belajar jalan pakai high heels.”
Gendhis meringis tak enak sebab kelihatan seperti orang bodoh. Terus terang ia baru pertama kalinya menggunakan heels. Untuk Emran penampilannya harus dirubah total tapi kalau begini caranya Emran akan mencintainya karena perubahannya bukan karena dirinya sendiri.
🌷🌷🌷🌷💐💐💐💐💐💐
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top