II. Chapter 54: Ketua Li dan Panah Hitam
Di balik dinding perbatasan, kawasan istana nampak lebih hening dan tenang. Guo Fen berhasil menyelinap di antara malam dan bersembunyi di balik bayangan seperti seekor musang yang meratap di setiap dahan-dahan pohon. Beruntung, setiap kediaman di sekitar istana dipenuhi pohon rindang, Guo Fen tidak sulit untuk menyeberangi atap ke pohon selanjutnya.
Sejauh mata memandang, Guo Fen mampu melihat ujung pagoda Istana Li Ming yang megah. Sinar bulan bersinar terang. Ia membungkuk sedikit waktu mendengar seorang pengawal dengan seragam biru hitam melintas di bawahnya. Mereka berbicara dengan suara pelan yang bisa didengar Guo Fen.
"Permaisuri sudah mendapatkan hati Ketua Li. Kurasa Kaisar tidak mengetahui hal ini," sahut salah satu pengawal.
"Jika pun tahu, kaisar tidak pernah peduli. Dia selalu sibuk mengurus perdagangan di sekitar Kota Modern Chu dan Yu Meng. Membuka jalur dagang dan membangun jalan utama yang melintang di antara Gunung Zainan."
"Aku malah tidak peduli dengan Kota Modern Chu. Ada apa memangnya di sana? Namanya saja 'modern' tapi isinya tidak lebih mirip dari Kota Li Ming. Kalau bukan karena mempunyai sumber kelapa sawit yang banyak, mungkin kaisar juga tidak butuh kerjasama dengan mereka. Hanya saja, yang kubingung, kenapa kaisar tidak tertarik dengan tambang emas di En Shu?"
"Kaisar punya pemikiran sendiri. Kau tahu sendiri kalau leluhur kaisar sangat pintar dalam bisnis dan mengolah sumber daya alam."
"Tapi emas juga sumber daya alam, bukan?"
"Benar juga, sih..."
Guo Fen mendengar dengan seksama tapi tidak memahami dunia politik dan apa yang mereka bicarakan. Sadar tidak ada pengawal lain di sekitar mereka, Guo Fen segera mengambil panah dari punggungnya, membidik lalu dengan 4 panah, masing-masing 2 panah tertancap pada punggung si pengawal.
Sebelum turun, Guo Fen berhati-hati dan menarik dua jasad pengawal itu ke sudut jalan yang gelap lalu mengambil pakaiannya dan berganti. Ia mengalihkan pakaian yang sobek akibat panah dengan baju dalaman. Sebelum bangkit untuk beranjak, di salah satu pengawal yang mati itu, ada satu kantong anak panah dengan bulu yang persis sama dengan yang menancap di tubuh Rong Mei malam kemarin.
Anak panah bulu perak.
Guo Fen memegang anak panah itu dan bergetar rasa amarah dalam nadinya.
"Jadi benar itu mereka?"
"Pengawal? Apa yang terjad—" suara dari belakangnya mengejutkan. Guo Fen lantas berdiri dan membeku sedetik. Langkah seseorang di belakangnya mendekat dan berdiri di sampingnya.
"Pengawal, siapa yang melakukannya?"
Guo Fen tergugup. Ia menelan ludah sekali dan meyakinkan dirinya lebih lagi.
Ia harus melakukan ini.
Ia harus mencari tahu kekuatan Organisasi Pendekar.
"Aku tidak lihat. Tapi..." Guo Fen mengangkat wajah, melihat ke atas atap di samping rumah. "Aku melihat bayangan hitam datang dan dua pengawal ini langsung jatuh tak sadarkan diri."
Pengawal itu nampak curiga. Ia memeriksa pakaian dua pengawal yang terkapar itu, tapi langsung menyadari kalau satu pengawal hanya ditutupi kain hitam. Sebelum pengawal itu curiga, Guo Fen menoleh ke belakang, memastikan tidak ada orang yang mengikutinya lalu mengambil pedang dan menghunuskan ujungnya ke pengawal itu.
Pengawal itu terkejut. Dia masih memiliki tenaga dan membuka mulut.
"Penyusup!" Suaranya keras dan membahana. Memecah hening di tengah kediaman. Seketika, Guo Fen memotong nadi lehernya dan membuatnya bungkam, jatuh ke tanah.
Sebelum suara langkah ribut-ribut mendekat, Guo Fen melompat ke atap dan bersembunyi. Ia mengintip dari balik atap. Lima orang pengawal datang menyerbu tiga mayat.
"Ketua! Ketua!"
Orang yang dipanggil ketua sudah berismbah darah. Matanya melotot ngeri. Tanpa sadar, menyaksikan itu, tangan Guo Fen gemetar dan jantungnya bertalu-talu. Ia mendengus marah, benci merasakan hal ini lagi. Kali terakhir ia menyaksikan ini adalah ketika ia melihat Lan Juxiong menyerang keluarga kaya pemilik garam dua tahun yang lalu.
"Sial. Ini pasti perbuatan Pendekar Wanita Merah!" seru salah satu pengawal.
"Mana mungkin. Kemarin permaisuri sudah membunuhnya, dia tidak mungkin—"
"Pendekar itu sama seperti Organisasi Pendekar. Mereka memiliki banyak kekuatan misterius yang kita tidak pernah tahu seperti apa. Jika memang Pendekar Wanita Merah yang membunuh, pasti meninggalkan jejak lotus putih. Tapi ini..." pengawal itu menunduk, memeriksa luka seolah bisa menelaah jejak Guo Fen di sana.
"Laporkan ini pada Ketua Li Yanhong. Kita kedatangan musuh baru."
*
Guo Fen tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia segera mengikuti pengawal yang disuruh melapor ke Ketua Li Yanhong dan berlari di tengah atap tanpa suara. Arahnya semakin dekat dengan pagoda. Tanda lokasi Ketua Li Yanhong—yang entah siapa itu berada dekat dengan kekaisaran. Apakah dia ketua Organisasi Pendekar?
Guo Fen tiba di sebuah aula besar yang memiliki ruang terbuka yang mewah. Ia mengambil posisi dan bersembunyi di belakang atap jurai, memperhatikan seksama.
Dari dalam aula, muncul seorang pria bertubuh kurus dengan pakaian serba hitam dan memakai ikat kepala. Di ikat pinggangnya terdapat lencana berwarna merah dengan pedang merah yang sama menggantung di sisinya. Begitu melihat pengawal berlari ke arahnya, pria itu tanpa ekspresi menyambut.
"Ketua Li, Kediaman Pejabat diserang seseorang. Kita kedatangan penyusup," kata pengawal itu sambil bersujud di depannya. Pria itu tetap tenang. Ia malah mengusap-usapkan tangannya yang memakai sarung tangan ke lengan baju.
"Oh? Kalian tidak menangkapnya?"
Pengawal bergetar. "Kami... kehilangan jejaknya," ujarnya sambil menunduk.
Pria itu melirik dingin tapi senyumnya mengembang tipis. "Kalau begitu, apa gunanya kau memberitahuku kalau kita kedatangan penyusup tapi kau tidak membawakan orangnya kepadaku? Kau mau menyuruhku yang menangkapnya?"
Suara pria itu lembut tapi penuh ancaman. Membuat pengawal itu kian menunduk. "Tidak berani! Hamba segera mencarinya dan membawakannya padamu!" pengawal itu membungkuk dan memberi hormat. Sebelum bangkit, pria yang dipanggil Ketua Li tadi tersenyum miring. Guo Fen berpikir, sudah pasti dia ketua Organisasi Pendekar. Sudah pasti dia yang membunuh Rong Mei di bawah titah Permaisuri Bai Naxing.
Dalam amarah yang menggulung sejak tadi, Guo Fen mendadak mendapat keberanian dan menarik panah dari punggungnya. Ia membidik dari posisinya berdiri ke arah Ketua Li dan melepaskan panah.
Suara panah melesat cepat membelah angin. Sebelum Guo Fen menyadari, Ketua Li sudah sadar kalau ada orang yang mengendap di sekitar aula Li Ming. Begitu mendengar panah melesat di udara, ia langsung mengangkat tangan dan menahan satu batang panah itu di udara. Energi tak kasat terpancar dari tapaknya. Panah melayang di udara, tertahan tepat di depan telapak tangannya.
Guo Fen terkesiap, ia menyaksikan itu semua dengan takjub.
Detik berikutnya, panah itu bergetar dan pecah dalam sekali gerakan.
Pengawal yang tadi berhenti dan menyadari suara patahan. Ia menoleh dan melihat ke atas atap tempat tangan Ketua Li menahan serangan. Ia berseru lantang, "penyusup!"
Segerombolan pengawal langsung datang. Guo Fen tidak punya waktu untuk menghitung lawannya. Ia turun dari atap dan menarik pedang es keluar.
Ini kali pertama ia menggunakan pusaka dewa.
Amarah menuntun Guo Fen mengangkat pedang. Ia berdiri di tengah pengawal yang datang tak habis-habis. Membabi buta melayangkan tebasan, menusuk dan melepaskan luka yang menjeratnya selama ini. Entah apa yang Rong Mei lakukan sampai harus mendapatkan maut, tapi yang pasti, bukan kekaisaran yang berhak mencabut nyawanya.
Dari kejauhan, Ketua Li menyaksikan pertarungan penyusup itu dengan anak buah pengawalnya. Tebasan pedangnya tajam dan cepat. Permukaan pedang yang berkilau biru nampak seperti es dan petir yang melayang di udara. Li Yanhong tertegun sebentar dan merasakan tenaga dalam penyusup itu kuat. Apakah itu salah satu murid dari Pendekar Wanita Merah? Jika tidak tahu kematian pendekar itu, mana mungkin dia bisa sampai kemari? Sudah pasti, dia adalah murid dari pendekar wanita itu.
Aku harus membunuhnya, gumam Li Yanhong.
Li Yanhong mengangkat tangan. Energi berpusat di antara tapaknya dan sebuah panah berwarna hitam berkilau muncul di tangan. Ia mementang busur tanpa panah, ketika busur melebar, sebatang panah berwarna hitam dengan aura berwarna ungu mengelilinginya. Tepat saat itu juga, Guo Fen menghabisi pengawal terakhir dengan pedang birunya.
Ketika panah dilepaskan, Guo Fen merasakan arus angin di belakang punggungnya kencang. Ia menoleh ke belakang dan membelalak. Sedetik saja, Guo Fen mengangkat pedang es, lalu ujung panah beraura ungu itu saling menabrak permukaan pedang. Guo Fen berhasil menangkis satu panah. Tapi Li Yanhong kembali mementang busur. Sepuluh panah melesat berkeliling ke tanah batu, mengurung Guo Fen. Ujung panah bereaksi. Mengeluarkan asap samar berwarna ungu. Asap itu perlahan membentuk jeruji ke atas, menahan pergerakan Guo Fen.
Guo Fen tersentak, ia menyentuh jeruji itu dan tangannya terasa terbakar. Ia membelalak, menyaksikan Li Yanhong terbang ke arahnya dengan satu kaki menapak lembut di depannya dengan senyum apik.
"Oh, matamu nampak indah. Birunya, hampir sama seperti pedang itu." Tatapan Li Yanhong menerkam seluruh diri Guo Fen. "Aku tidak perlu bertanya alasanmu kemari. Kau, pasti salah satu anak murid dari Pendekar Wanita Merah yang ingin membalas dendam, bukan?"
Guo Fen membeku. Ia telah salah langkah. Ketu Li Yanhong ini sama liciknya seperti kekaisaran.
"Aku tidak kenal dengan Pendekar Wanita Merah—"
"Omong kosong!"
Li Yanhong mengangkat pedang merah, membelah jeruji ungu dan menusuk ke arah Guo Fen. Tapi Guo Fen punya refleks yang cepat dan tangkas. Ia juga mengangkat pedang dan menangkis. Jeruji terbuka sedikit, Guo Fen menggunakan kesempatan untuk melompat keluar. Li Yanhong melihat Guo Fen lolos, dengan cepat mengejar dan mengayunkan pedang ke depan muka.
Pedang es Guo Fen menahan serangan. Bunga api sedikit pecah di udara. Li Yanhong menatap marah ke arahnya.
"Kalian para pendekar seperti tikus-tikus kotor. Kalian tidak pernah ada harganya lagi di depan para rakyat. Lantas mau apa menyebar teror?"
Li Yanhong menyerang dengan ganas. Guo Fen menangkis, membuat gerakan mengayun yang tenang ciri khas Sekte Lotus. Ia mengendalikan serangan jarak dekat. Gerakan pedang Guo Fen juga cepat, pendek dan penuh tipu daya.
"Kau membunuh pendekar untuk apa? Kenapa merasa terancam padahal kau punya kekuatan yang besar?"
Li Yanhong tersenyum tipis. "Jadi kau mengakui kami para Organisasi Pendekar memiliki kekuatan yang besar?"
Sejak tadi dikurung di dalam jeruji ungu berenergi aneh, Guo Fen jadi teringat oleh kolam Es Embun Pagi yang ada di gua puncak Gunung Zainan. Keajaiban sekaligus kemagisan itu membuatnya membeku dan sadar kalau di dunia ini memang ada sihir semacam itu. Tapi, apa para rakyat tahu soal ini?
"Besar atau tidaknya, kita cari tahu dari sekarang." Guo Fen menahan gencatan pedang. Karena tenaga dalamnya kuat, ia bisa mengimbang aliran panas dari kekuatan Li Yanhong yang merambat dari pedangnya. Permukaan pedang es bergetar, melawan energi pedang merah Li Yanhong. Dalam sedetik, kedua energi mencapai klimaks dan keduanya terlempar ke belakang.
Guo Fen mengaduh. Ia tak sengaja melepaskan pedang esnya dan terlempar beberapa meter dari posisinya. Ia melihat Li Yanhong baru ingin bangun. Kesempatan ini tidak boleh dilewatkan. Guo Fen punya kaki yang cepat. Ia bangun, meraih pedang di sampingnya dan tanpa sengaja memutarkan pedang itu di udara dua kali untuk menyerang.
Tapi tiba-tiba sebuah cahaya terang menyelimuti pedang itu. Guo Fen merasa pegangan pedang berubah menjadi lebih ringan. Ketika cahaya meredup, di tangannya sekarang, pedang berubah menjadi busur tanpa panah.
Guo Fen terkejut dan membeku di tempat. "Apa ini?"
Li Yanhong bangun dari tempatnya. Ia tersenyum miring. "Seorang pendekar yang tidak tahu senjatanya sendiri, memalukan. Coba, sebutkan namamu siapa?!"
Guo Fen tidak mendengarkan. Ia fokus memperhatikan panah biru berkilau itu lalu teringat panah hitam milik Li Yanhong yang tadi ia lihat.
Apakah cara kerjanya sama? Guo Fen tidak tahu.
Dari depan, Li Yanhong juga ternyata sudah mementang busur. Guo Fen membelalak, panah dilepaskan. Guo Fen baru mementang busur. Dalam gerak takjub, seraya busur yang direntangkan, sebuah anak panah bening berwarna biru es dengan aura putih di sekitarnya muncul. Guo Fen tidak punya waktu untuk bergumam, ia langsung membidik ke arah panah yang melesat di depan matanya lalu melepaskan anak panah.
Kedua ujung panah saling menabrak. Energi kuat mendorong keduanya hingga terlempar ke belakang. Guo Fen sadar malam ini ia terlalu banyak mengacau. Jika tidak pergi, nyawanya bisa terancam dan rencana untuk membalas dendam malah jadi berantakan.
Jadi, sebelum Li Yanhong bangkit dari tempatnya, Guo Fen melesatkan satu panah lagi ke arah pria itu dan panah menancap di kakinya. Guo Fen berbalik, melompati atap dan terbang menerjang malam.
***
wow 1900 kata. maaf ya kalau bab ini terkesan terlalu panjang. soalnya udah mau ending juga, jadi terlalu banyak kalau mau dipecah lagi. pula, scene ini banyakan berantem, aku sulit mau misahinnya. semoga terhibur.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top