I. Chapter 8 : Sekte Tengkorak
"...gerakannya seperti ini, lalu begini. Bagaimana? Adik Lianhua, apa kau mengerti?"
Di tangan Bai Lianhua, ia memegang pedang panjang yang tidak terlalu berat. Sepulang dari akademi, ia menjaga ibunya yang kembali mengunci diri di kamar. Bai Lianhua terpaksa membeli makanan di luar dan mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri. Ia tahu ibunya pasti cemburu dengan Nona Gao dan berpikir kalau ayahnya bakal meninggalkan mereka. Tapi Bai Lianhua masih percaya dengan ayahnya. Hanya saja, memikirkan ibunya membuat Bai Lianhua tidak sadar dan luput konsentrasi.
"Adik Lianhua, kau mendengarku?" Denghou datang menghampiri Bai Lianhua yang tidak menjawab.
"Oh... iya, iya. Boleh kau ulang lagi?"
Sore harinya, karena ibunya tak kunjung keluar kamar, setelah ia selesai mengerjakan PR, Bai Lianhua pun pergi ke pondok nenek teratai. Mengingat kata-kata ayahnya supaya tidak pulang malam, maka ia pergi dari sore. Bai Lianhua juga tidak lupa menyiapkan makan malam untuk ibunya di meja makan. Ia sudah membeli beberapa sayur matang dan memasak nasi. Dalam hati, berharap ibunya bisa makan sedikit dan bicara soal ayahnya.
Begitu menemui nenek teratai, Bai Lianhua langsung diajak latihan ke Sekte Bai yang kediamannya tidak begitu jauh dari Sekte Macan Salju.
"Adik Lianhua, sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu?"
Biasanya Bai Lianhua selalu bersemangat kalau sedang berlatih. Ia tidak menjawab pertanyaan Denghou. Lalu memegang pedang erat-erat. Ia dan Denghou sedang berada di lapangan tengah Sekte Bai. Bangunan Sekte Bai tidak seluas Sekte Macan Salju. Tapi di sini, semua murid mengenakan pakaian seragam berwarna putih biru-kuning. Berbeda dari Sekte Macan Salju yang semua muridnya laki-laki dan mengenakan seragam berwarna putih abu-abu hitam. Sedikit membedakan Bai Lianhua yang selalu mengenakan pakaian serba putih dengan tali pinggang merah.
Denghou memiringkan kepalanya, menatap Bai Lianhua yang kembali fokus. "Tidak, tidak. Bukan begitu, tapi begini." Denghou membenarkan pegangan Bai Lianhua. Tanpa sengaja menyentuh tangannya. Bai Lianhua langsung memutarkan pergelangan tangan dan mendorong pegangan Denghou menggunakan tapak. Tapi gerakannya sudah diprediksi oleh Denghou. Anak itu menghindar, lalu mundur dua langkah. Denghou menatap Bai Lianhua takjub.
"Wah, Adik Lianhua, kau punya tenaga yang besar juga."
"Cih. Suruh siapa kau pegang-pegang tanganku. Lawan jenis dilarang bersentuhan!" Bai Lianhua hendak berkonsentrasi lagi, tapi Denghou malah tertawa. Selama beberapa jam berkenalan dengan murid-murid lain di Sekte Bai, Bai Lianhua sudah tahu kalau ternyata usia Denghou dua tahun di atasnya. Denghou 12 tahun, Bai Lianhua 10 tahun. Lalu ada satu lagi murid guru bernama Zhou Peng. Dia lebih tua 1 tahun di atas Denghou. Kelihatannya sama isengnya seperti Denghou. Tapi untung saja Zhou Peng sedang sibuk membantu gurunya yang sedang mengobrol dengan nenek teratai di aula depan.
"Maaf, ya. Aku tidak sengaja. Omong-omong soal tenaga yang besar, apa kau pernah mencoba belajar mengendalikan benda-benda menggunakan energi dalam?"
Bai Lianhua mengernyit tipis. "Mengendalikan? Maksudnya seperti ini?" Bai Lianhua melompat sambil melemparkan pedang ke udara. Lalu ia berputar untuk menendang pedang dengan satu kaki. Pedang itu menancap di salah satu pilar bangunan kosong.
"Tendangan yang bagus. Tapi maksudku bukan seperti itu." Denghou mengambil gulungan kain. Ia melebarkannya ke atas meja, ternyata gulungan kain itu isinya jarum-jarum panjang berwarna perak yang terselip.
"Sekte Bai terkenal dengan kekuatan jari. Dan untuk mengeluarkan kekuatan jari, dibutuhkan tenaga dalam yang besar. Selain ahli pedang, Sekte Bai juga ahli senjata rahasia. Salah satunya ini." Denghou menunjukkan satu jarum. Ia tidak mengangkat jarum itu dengan jari, tapi jarinya yang bergerak gemulai, mengeluarkan jarum itu sendiri. Ketika menyaksikan itu, Bai Lianhua seperti melihat sebuah sihir. Di sekitar jarum yang kini melayang di atas jari Denghou, Bai Lianhua bisa merasakan energi besar berputar di sana.
"Wah, bagaimana cara melakukannya?"
"Konsentrasi." Denghou kemudian melesatkan jarum ke depan dan jarum itu menusuk ke pilar kayu yang sama.
Bai Lianhua menyaksikan itu setengah takjub. "Kau tahu kenapa Sekte Macan Salju hanya boleh mempunyai murid laki-laki?"
Bai Lianhua hanya menaikkan kedua bahu.
"Itu karena senjata utama Sekte Macan Salju, pedang. Dulu, ada sepasang suami istri yang saling mencintai. Suami dan istri itu murid Sekte Macan Salju. Si istri bisa belajar banyak teknik Sekte Macan Salju karena ia berpura-pura menjadi laki-laki dan berlatih dua puluh tahun di sekte tanpa ketahuan. Hanya saja, setelah mereka menikah, lima tahun kemudian, guru besar mengetahuinya dan si istri disuruh keluar. Sang suami ikut pergi dari sekte dan memilih tinggal bersama sang istri yang ternyata menciptakan senjata-senjata rahasia hasil improvisasi dari senjata utama Sekte Macan Salju.
"Waktu itu, era Kaisar Li Gongyi memimpin. Para pendekar sedang dibasmi dan semua pendekar bersembunyi. Sayangnya, guru besar Sekte Macan Salju tertangkap dan dibunuh oleh Kaisar Li Gongyi. Sang suami yang mengetahui berita ini langsung menyelamatkan sisa murid yang masih ada di sekte. Bersama sang istri, keduanya mempertahankan sekte menggunakan senjata rahasia yang dibuat si istri itu.
"Sekte Macan Salju memang tidak berhasil bertahan. Tapi sepasang suami istri itu berhasil kabur dari kejaran brutal Organisasi Pendekar yang mau membasmi mereka. Mereka memutuskan bersembunyi sampai sepuluh tahun. Tapi saat bersembunyi itu, mereka tidak diam saja. Sang suami mencari murid-murid Sekte Macan Salju, lalu diam-diam mengumpulkan mereka di kediaman baru. Memulihkan kekuatan, sementara si istri membangun sekte baru. Yaitu cabang dari Sekte Macan Salju yang dipimpin suaminya itu."
"Sekte Bai?" tebak Bai Lianhua.
"Benar. Sang istri menciptakan senjata rahasia, membiarkan anak gadis memegang senjata. Walau tidak besar, tapi tetap mematikan. Sejak itulah, Sekte Bai dan Sekte Macan Salju seperti saudara. Dan senjata-senjata Sekte Bai seperti ini." Denghou menunjukkan beberapa gulungan kain yang lain. Gulungan itu berisi paku-paku panjang, pisau kecil yang bengkok, dan beberapa jarum yang memiliki bentuk setengah lingkaran.
Bai Lianhua sedikit terpukau dengan senjata-senjata rahasia itu. Selama ini Bai Lianhua hanya belajar tongkat dengan nenek teratai. Ia tidak pernah belajar memegang senjata sekecil ini. Kalau belajar, tentu menjadi hal yang menyenangkan. Tapi apakah ini cukup untuk mengalahkan Sekte Tengkorak.
"Kakak Denghou, Sekte Tengkorak itu sebenarnya seperti apa?" tanya Bai Lianhua.
"Hmm.. tidak bagus untuk diceritakan. Aku tidak pernah melihatnya secara langsung sih. Tapi kata guruku, Sekte Tengkorak punya ilmu hitam yang setara iblis. Mereka juga punya senjata aneh yang bisa berubah bentuk."
"Berubah bentuk bagaimana?"
"Pedang bisa berubah jadi panah. Golok bisa berubah menjadi pecut. Dan lain-lain. Katanya sih, itu karena mereka punya pusaka iblis yang sampai sekarang membuat mereka selalu lebih kuat dari tiga sekte besar."
Bai Lianhua ingat soal pusaka yang empat dewa turunkan waktu era Kaisar Li Shanlao. Era sebelum manusia menyalahgunakan pusaka itu.
"Hm, sementara itu pusaka tiga sekte kini ada di tangan kekaisaran." Memikirkan soal kekaisaran membuat Bai Lianhua kembali teringat ayahnya yang kini tinggal dekat dengan kekaisaran. Sedang apa ya, ayahnya? Apakah dia berhasil menjual lukisan di hari pertama pindah?
"Benar. Apalagi sekarang Sekte Tengkorak sudah memusnahkan Sekte Lotus. Kemungkinan Sekte Penyu Samudera terkena imbasnya. Sayang, kami tidak bisa bertindak apa-apa." Denghou duduk di pinggiran pekarangan sambil menerawang. Bai Lianhua jadi merasakan bagaimana ditinggal keluarga sendiri. Karena ia juga sedang mengalami hal yang sama.
"Aku tidak punya waktu banyak. Ayo, Kakak Denghou, ajarkan aku lagi."
"Kau mau ke mana, Adik Lianhua?"
"Aku harus cepat-cepat berlatih supaya aku bisa mengalahkan Organisasi Pendekar di istana dan kita bisa memusnahkan pusaka itu. Seperti apa yang nenek teratai inginkan."
"Tidak-tidak. Kita masih harus butuh Pendekar Naga untuk melakukannya."
"Memangnya sebesar apa sih, kekuatan pusaka itu?" tanya Bai Lianhua sambil berpikir keras.
"Sangat besar. Saking besarnya, kekuatan itu jadi misterius. Hanya Tetua Hua yang tahu bagaimana menghancurkan kekuatan sebesar itu. Di dunia ini, apa yang diciptakan dewa, memang tidak seharusnya ada di kehidupan kita. Manusia begitu tamak dan suka lupa diri. Kekuatan dan keabadian menjadi incaran manusia yang umurnya sudah ditentukan. Mereka menginginkan kekuatan dewa padahal tubuh mereka tidak diberdaya untuk menjadi dewa. Tetua Hua bilang, meski pusaka itu dijaga oleh tiga pendekar besar, tiga pendekar juga belum mampu menghancurkannya. Masih butuh satu kekuatan besar lain—yaitu Pendekar Naga."
Bai Lianhua merenung, berpikir keras. Nenek Teratai bilang kalau selain tiga sekte, Dewa Naga Gunung tidak pernah menurunkan kekuatannya pada manusia kecuali naga. Tapi ada satu anak yang memilikinya. Dan anak itulah yang dicari nenek teratai sampai sekarang. Kalau bukan gara-gara kekuatan nenek teratai dimusnahkan oleh Organisasi Pendekar, mungkin sekarang nenek teratai sudah berhasil menemukan anak itu.
"Kenapa nenek teratai tidak bisa mengatakan saja padaku di mana pendekar naga itu berada supaya masalah bisa cepat selesai?"
Denghou menggeleng. "Tidak semudah itu, Adik Lianhua. Penglihatan yang diberikan dewa juga ada batasnya. Kadang, dewa hanya memberikan klu-klu tipis. Sisanya, tetap kita sendiri yang menentukan."
"Menyulitkan sekali," gerutu Bai Lianhua sambil bersedekap. Tapi Bai Lianhua suka hal itu. Segalanya jadi sulit, dan Bai Lianhua harus lebih banyak belajar silat lagi supaya kungfunya berkembang.
"Tidak sulit jika kita mulai belajar lagi. Ayo, kita ulang gerakan yang tadi."
Sepanjang sore sampai malam, Bai Lianhua belajar lima teknik menggunakan pedang panjang. Bai Lianhua anak yang cerdas dan tanggap. Lima teknik itu berhasil dihapalnya dalam beberapa jam saja. Dia kembali melatih di rumah beberapa gerakan sebelum akhirnya melihat ibunya keluar kamar. Menyantap makan malam tanpa selera lalu kembali masuk ke kamar tanpa mengucapkan apa-apa.
Bai Lianhua hanya bisa menghela napas, dan memikirkan hal ini sendirian.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top