I. Chapter 32 : Pembalasan
"Apa kabar, adik tiri?"
Kata-kata itu adalah pembuka yang Bai Naxing tidak kira. Melihat wajah Bai Naxing melotot kaget sedetik, gadis itu langsung menurunkan alis dan tersenyum miring. Ia tidak membuka mulut karena dirinya sudah ditotok. Namun ketika Bai Lianhua merasa ada yang aneh, ia mendorong Bai Naxing ke dalam ruangan lalu menutup pintu.
Ketika sudah di dalam, Bai Lianhua melepas totokan.
Bai Naxing menatap kakaknya tersenyum kecil. Ujung bibirnya penuh cela dan remeh. Seolah sedang menikmati kejutan yang disiapkan Bai Lianhua.
"Kakak? Kenapa kau tidak datang lewat pintu depan? Oh, apakah ini kejutan?"
Bai Lianhua menendang pundak Bai Naxing dengan satu kaki sampai wanita itu terjerembab ke lantai. Bunyi 'duk' yang keras cukup terdengar. Bai Lianhua menurunkan tongkat dan mengacungkannya ke wajah wanita itu.
Sayup-sayup, kilasan bayangan sang ayah yang meninggal, kilasan Nenek Teratai yang dibakar di atas api membara di tengah keramaian menguap di tengah sesaknya dada Bai Lianhua. Ia ingin sekali langsung mengakhiri hidup Bai Naxing, tapi besar hatinya selalu ingin menyiksanya lebih dulu.
Seolah apa yang sudah Bai Naxing lakukan selama ini tidak akan pernah cukup jika Bai Lianhua tidak membuatnya menderita lebih dulu. Tapi sebuah rencana, hanyalah rencana. Bai Lianhua tahu kalau ia harus segera mengakhiri dendamnya selagi punya kesempatan.
"Sepuluh tahun, apakah kau tidak takut dengan kejutan ini?"
Bai Naxing tersenyum miring, "nampaknya kau sudah tahu semua pergerakanku, bukan, Hei Lianhua? Begitu mereka memanggilmu?"
Dari luar, tanpa suara, sebuah panah menembus kertas jendela yang tertutup. Bai Lianhua terkesiap. Ia hendak menghindar, tapi panah itu sudah lebih dulu menancap di pundaknya. Bai Lianhua terkejut bukan karena panah yang menembus dagingnya. Namun rasa pedas sekaligus panas yang membakar saraf-saraf di sekitar lengan kanannya.
Cepat-cepat Bai Lianhua menotok nadi dan jalur meridian.
Itu panah racun.
Bai Lianhua mendecakkan lidah.
Ia menatap Bai Naxing sedetik, lalu mengeluarkan dua buah Belati Jari. Ketika ia hendak menusukkan belati itu langsung ke leher empuk Bai Naxing, dari luar, terdengar langkah yang mendadak sudah dekat. Bai Lianhua menoleh, pintu kamar disentak terbuka. Angin menderu masuk, Bai Lianhua berguling ke lantai saat sebuah tapak dari seorang pria datang menghadang.
Dengan anak panah masih menancap dan racun yang hendak menyebar di sekitar tubuh Bai Lianhua, ia bertahan. Memblokir serangan cepat pria berpakaian zirah hitam itu. Bai Lianhua bergerak ke samping, meladeni serangan dengan satu tangan. Ia berputar, menepis dengan kaki dan berguling ke sudut ruangan. Pria itu memiliki mata tajam tanpa ekspresi. Bai Lianhua merasakan tenaga pria ini cukup besar. Diam-diam, kekhawatiran meledak dalam hatinya.
Apakah ini prajurit Organisasi Pendekar? Jika iya, ia harus menghindar. Siapapun itu dari Organisasi Pendekar, Bai Lianhua tidak boleh terlihat. Terlebih, ia tidak boleh kehilangan tenaganya seperti apa yang terjadi pada Nenek Teratai dua puluh tahun yang lalu.
Tapak ganas pria itu mendorong ke muka. Bai Lianhua memiringkan wajah, melayangkan tinju dengan tangan kiri. Ia tidak bisa mengeluarkan tongkat sekarang, dari ikat pinggangnya, Bai Lianhua mengeluarkan Belati Jari lalu melakukan serangan jarak dekat. Pria itu terkejut, ia menepis ke belakang, lalu menghindar cepat.
Dari sudut ruangan, Bai Naxing berseru, "kau bermainlah dengan dia, kakak. Kalau kau mau bicara, maka dialah perwakilanku."
"Wanita Iblis!"
Bai Lianhua terkena serangan karena lengah. Tangan pria itu membentuk cengkeraman, siap menarik Bai Lianhua dan menyeretnya keluar. Tapi Bai Lianhua salto ke depan dan berlari keluar.
Sumpah serapah nyaris meluncur keluar dari mulutnya.
Ia gagal.
Sebelum pria tadi mengejar, Bai Lianhua lebih dulu terbang ke atas atap. Dengan gerak lincah dan cepat, ia menghilang di tengah malam.
Di kamar Bai Naxing, pria itu tidak mengejar. Dia tahu perintah dari majikannya apa. Mengejar Bai Lianhua, sama saja seperti mengejar sesuatu yang pasti.
"Dia pasti akan kembali. Cepat atau lambat," kata Bai Naxing licik.
Pria itu menangkupkan kedua tangan dan memberi hormat pada Bai Naxing. "Bagaimana kau bisa tahu, permaisuri?"
"Dia kakakku. Dan dia pasti tidak akan berhenti sebelum dendamnya terbalas."
*
Di depan api unggun, Bai Lianhua menuangkan bubuk dari tanaman obat racun yang ia dapat dari sekitar hutan. Walaupun pengetahuan soal pengobatannya tidak luas, tapi racun yang ada di anak panah tadi bukan racun mematikan. Hanya untuk melemahkan musuh. Tetap saja, walaupun melemahkan, Bai Lianhua juga jadi tidak sempat menyerang secara cepat hingga ia terpaksa mundur.
Tadi Bai Naxing menyebut dirinya Hei Lianhua. Tandanya, adik tirinya itu sudah tahu kalau dirinya selama ini menyamar dan aksi terornya membunuh para pejabat yang tidak adil sudah sampai ke istana. Apakah mungkin Kaisar Li Minglao juga tahu? Mungkin Bai Lianhua bisa menarik hati kaisar sebelum Bai Naxing ikut campur. Terlebih, ia sudah meminta bantuan Detektif Hanwu untuk membongkar Lukisan Hitam itu.
Beberapa hari setelah kejadian penyerangan Bai Lianhua di kediaman Bai Naxing, tanpa perlu memastikan lagi, Bai Lianhua tahu pasti istana akan kembali dijaga ketat. Kabar Hei Lianhua yang semakin naik ke topik pembicaraan orang-orang di sekitar Istana Kota juga semakin panas.
Kediaman-kediaman para pejabat kini mulai dijaga ketat. Beberapa prajurit Organisasi Pendekar banyak yang mencarinya ke sudut-sudut kota, bahkan sampai ke Kampung Shanyi. Membuat dirinya mendapat pesan singkat dari Denghou yang ada di Sekte Macan Salju.
"Adik Hua, kau baik-baik saja? Katanya Organisasi Pendekar sedang mencarimu. Aku harap kau bisa berkunjung sekali untuk tidak mencemaskanmu lagi. Ini sudah hampir sepuluh tahun kau tidak kembali. Kami semua merindukanmu, Adik Hua."
Melihat pesan itu, Bai Lianhua hanya bisa membakarnya di atas api unggun. Di pinggir tebing, malam sudah membayang. Sinar bulan menerangi langit yang cerah. Hutan di sekitar tebing menghalangi pemandangan ke Istana Kota. Tak jauh dari sana, Pagoda Li Ming yang terang oleh lentera-lentera kekuningan berdiri megah.
Sepuluh tahun hati Bai Lianhua mendekam dengan perasaan seperti ini. Apakah ia bisa kembali ke Sekte Macan Salju sebagai sosok yang Denghou dan para tetua harapkan? Sosok 'penerus Sekte Lotus sekaligus satu-satunya murid dari Hua Linxing alias Nenek Teratai' yang digadang-gadang bakal menemukan keturunan Pendekar Naga untuk membantu mereka menuntaskan masalah kekaisaran dan para pendekar, apakah Bai Lianhua masih bisa fokus terhadap itu?
Tanpa sadar, tangan Bai Lianhua mengepal.
Ia harus segera menuntaskan semua ini.
Tapi di sekitar kediaman dan Istana Li Ming sudah semakin diperketat. Belum lagi para Organisasi Pendekar yang bisa saja menghilangkan kekuatannya kapanpun, sedang bergerak mencarinya. Identitas Hei Lianhua bisa jadi tidak seaman kemarin lagi.
Bai Lianhua kemudian duduk di atas potongan kayu dan mulai menulis di secarik kertas. Ia mengirimkan pesan ke Denghou. Dulu ia pernah dengar kalau Sekte Lotus punya semacam teknik kultivasi untuk menghindari ilmu hitam. Waktu remaja Bai Lianhua tidak selesai belajar teknik itu, ia pun bertanya kelengkapan tekniknya pada Denghou. Berharap Denghou membawakan catatan khusus teknik tersebut.
Jika Sekte Tengkorak punya ilmu hitam yang menakutkan, maka Organisasi Pendekar juga punya kekuatan aneh yang seharusnya bisa dipecahkan. Siapa tahu, dengan mempelajari teknik anti ilmu hitam, Bai Lianhua mendapat informasi baru.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top