I. Chapter 27 : Formasi Hujan Lotus Malam
Kediaman di sekitar Istana Li Ming sangat sepi dan kosong. Bulan menggantung di langit cerah. Melewati atap-atap rumah dengan ilmu ringan tubuh, Bai Lianhua sampai di dinding perbatasan Istana. Sekarang sudah terlalu larut, nyaris pagi. Sepi yang senyap membuat langkah kaki yang menginjak rumput-rumput tipis di sekitar dinding perbatasan terdengar paling berisik. Dari kejauhan, suara langkah beberapa penjaga samar-samar terdengar.
Bai Lianhua mengintip dari balik sudut. Ia menemukan dua penjaga bertopi biru masing-masing membawa lentera yang berpendar di jalanan.
Ia belum tahu di mana letak perkumpulan Organisasi Pendekar, tapi sekarang ia harus cepat-cepat melewati tembok ini terlebih dahulu. Dari lengan bajunya, Bai Lianhua melempar Jarum Benang Awan ke atas tembok yang tinggi. Ia menggenggam benang yang menjuntai panjang dari jarum yang kini sudah menancap kuat di dinding. Dengan satu kali hentakan, ia melompat dan meminjam tenaga dari benang untuk melemparkan dirinya naik ke atas tembok. Bai Lianhua melakukan gerakan ini cepat. Seiring ia terbang, ia nampak seperti bayangan putih berkelebat di tengah malam .
Tepat saat itu, dua penjaga tadi melintas. Bai Lianhua merunduk di balik dinding tembok. Di atas tembok—ada beberapa pos penjaga. Dari tempatnya merunduk, di samping kanan dan kirinya terdapat pos dengan masing-masing dua penjaga duduk sambil mengobrol. Jauh dari pengawasan. Bai Lianhua pikir, ini saat yang tepat.
Ia bangkit dari melangkah tanpa suara menuju pos di sebelah kanan. Membuka pintu—sempat mengejutkan kedua penjaga itu. Mereka tidak sempat berteriak ataupun bersuara karena Bai Lianhua sudah menusukkan dua belati dari lengan bajunya. Penjaga itu mati di tempat. Bai Lianhua segera menutup pintu dan menggeledah ruangan itu.
Tidak ada apa-apa selain gulungan informasi dan satu obor di dinding. Bai Lianhua mengecek laci-laci di bawah meja. Namun tidak ada apa-apa. Ia hampir putus asa. Dari sebelah kiri, terdengar beberapa orang melangkah. Dari jendela seharusnya bisa nampak jelas kalau pos ini kosong. Wajar saja kalau ada petugas lain yang tiba-tiba datang memeriksa.
Di lantai, penjaga itu ternyata belum mati. Ia mengerang pelan, mengejutkan Bai Lianhua. Ia langsung menotok cepat dan mengacungkan belati ke lehernya.
"Di mana ruangan Organisasi Pendekar?" tanyanya pelan. Dari luar, suara-suara semakin jelas. Bai Lianhua tetap tenang, menunggu petugas itu menjawab namun sia-sia. Petugas itu tidak mengatakan apa-apa dan hanya membuang waktunya. Ketika pintu dibuka, seorang petugas berseru, "siapa kau?!"
Lalu petugas yang lain menyahut panik, "Penyusup!"
Bai Lianhua bangkit, ia melayangkan tapak dan mendorong kedua petugas itu sekaligus sampai roboh ke lantai. Dari pos yang lain, petugas mulai berdatangan. Namun Bai Lianhua tanpa takut dan panik, ia mengacungkan belatinya dan menginjak leher petugas itu. Sementara petugas yang berteriak tadi dibekukan oleh belatinya.
"Di mana ruangan Organisasi Pendekar?"
Dari berbagai arah, langkah-langkah petugas mulai mendekat. Ia menatap petugas itu. "Katakan!"
"Kau pendekar?" tanya petugas itu.
"Jawab aku!"
Petugas itu tidak mengatakan apa-apa sampai Bai Lianhua keburu jengkel dan menancapkan belati lagi memotong nadi di leher pria itu. Dari dua arah sekaligus, segerombol petugas datang membawa tombak dan obor. Mereka mengepung Bai Lianhua dari kanan dan kiri. Di tengah malam, pakaian Bai Lianhua yang berwarna putih nampak seperti salju yang kehilangan arah. Angin menderu, membuat beberapa helai rambutnya terangkat. Sorot matanya sedingin es. Dari pinggangnya, ia mengeluarkan tongkat.
"Ini tidak akan sulit kalau kalian menjawab pertanyaanku," ujar Bai Lianhua tenang.
Satu orang lelaki bertubuh besar dengan baju zirah dan pedang di tangannya muncul di tengah gerombolan petugas. Wajahnya terkena pendar cahaya api.
"Menginjakkan kaki di tembok perbatasan saja sudah cukup menjawab pertanyaanmu, Nona. Kau tidak akan ke mana-mana."
Bai Lianhua menghentakkan kaki ke lantai lalu berputar di udara. Sambil berputar, ia melayangkan Jarum Hujan Salju dan meratakan hampir seluruh petugas yang bergerombol di tengah tembok. Beberapa ada yang berhasil memblokir jarum dengan pedang—salah satunya pria bertubuh besar tadi. Bai Lianhua tahu kalau pria itu pasti salah satu jenderal. Dia mungkin tidak bisa mengalahkannya, karena bisa saja—jenderal itu salah satu anggota Organisasi Pendekar. Dan Bai Lianhua sudah cukup gegabah untuk membuat dirinya kehilangan semua kekuatannya. Ia harus hati-hati.
Pria itu menjemput Bai Lianhua yang hendak turun ke lantai. Ia mengarahkan ujung pedang ke Bai Lianhua, tapi ia dengan tangkas membalikkan tubuh dengan satu kaki dan menahan tubuhnya terbalik dengan satu tangan dan kembali berdiri tegap. Tidak ada waktu istirahat. Pria itu mengangkat pedang dan menghunuskannya ke muka Bai Lianhua.
Bai Lianhua maju, ia bertarung jarak dekat dengan tongkat dan belati jarinya bergantian. Gerakannya cepat dan mengejutkan pria itu. Ia menari di atas bayangannya sendiri. Pedang menghunus ke samping, Bai Lianhua memiringkan tubuh, menepis dengan tongkat di tangan kanan dan tangan kiri melempar dua Jarum Benang Awan. Dua jarum itu menancap ke kening pria itu. Pria itu berseru kesakitan. Bai Lianhua menggunakan kesempatan ini untuk menendang pedang di tangannya dan menggunakan tongkat di tangan kanan, ia mendorong pria itu sampai terjatuh.
Bai Lianhua menahan pria itu dengan kaki dan tongkatnya.
"Di mana Organisasi Pendekar? Kalau kau sampai membuatku bertanya untuk yang keempat kalinya, maka aku tidak segan membunuhmu juga."
Pria itu menyeringai, "oh, bunuh saja aku kalau begitu. Pula kau yang membutuhkan aku daripada apapun. Kau tidak berani."
Bai Lianhua secara kejam menusukkan dua belati ke tenggorokan pria tadi. Pria itu melotot, urat di sekitar matanya tegang. Mulutnya membuka hendak mencapai udara. Sayangnya, pria itu sudah di ujung ajal. Bai Lianhua berjongkok di sampingnya dan berbisik, "aku tidak pernah takut pada apapun. Silakan beritahu semua penjagamu bahwa aku akan datang ke Aula Li Ming dan membunuh calon permaisuri. Jika kau ingin aku mencegah untuk melakukan itu, sebagai seorang jenderal, kau seharusnya bijaksana untuk memberitahu satu pertanyaanku tadi, bukan?"
Pria itu bernapas susah payah. Ia menatap Bai Lianhua takjub sekaligus panik. Mendengar nyawa calon permaisuri akan dicabut cukup membuatnya ketakutan.
"Org...anis...asi... Pen...de...kar... ada... di... Selatan... pintu... ma...suk... aul..a... Li...Ming... di sam...ping... Pohon...Cer...i..."
Bai Lianhua mencabut belati dari tenggorokan. Darah mengucur lebih deras. Pria itu memiringkan kepala seiring napas terakhirnya berembus. Dari arah lain, terdengar suara lonceng keras. Itu tanda. Cepat-cepat Bai Lianhua turun lewat tangga di samping tembok lalu berlari melewati bangunan-bangunan di dalam istana.
Langkahnya secepat angin dan sehening malam. Dari kejauhan, Bai Lianhua mendongak, menatap pos di tembok-tembok perbatasan istana. Beberapa prajurit bertopi biru dan berzirah emas berdiri saling berkerumun. Bai Lianhua harus cepat. Jika ia bisa masuk, maka ia harus bisa keluar.
Di antara blok kediaman dan bangunan istana, Bai Lianhua setengah berlari sambil matanya berkeliling mencari papan nama setiap bangunan. Seharusnya Aula Li Ming ada di tengah jantung istana. Ia sudah berlari sekitar tiga menit, seharusnya ia sudah cukup berada di tengah istana.
Ketika kakinya berbelok ke sudut gerbang besar, ia menemukan sebuah bangunan besar dengan halaman depan yang kosong. Sekilas ia bisa mempertanyakan—bagaimana kalau ternyata Nenek Teratai tidak ada di sana? Bagaimana kalau Nenek Teratai disembunyikan di tempat lain? Jika Organisasi Pendekar memang mempunyai tempat khusus untuk menyekap Nenek Teratai, maka mereka sudah tahu sebesar apa status Nenek Teratai. Tapi mengingat bagaimana mereka pernah melumpuhkan tenaga dalam Nenek Teratai, bukan hal baru lagi untuk mereka menangkap Nenek Teratai untuk yang kedua kalinya.
Bai Lianhua berdiri di balik pintu dan menatap tajam ke arah Aula Li Ming. Entah di mana Bai Naxing berada, ketika membayangkan wajahnya saja Bai Lianhua sudah dibakar api dendam. Dalam hati ingin sekali ia menghancurkan semua bangunan penting di sini—hanya sekedar melampiaskan amarah. Tapi itu tidak berguna. Bai Lianhua tahu apa yang benar-benar ia inginkan. Sayangnya, sekarang, bukanlah saatnya untuk mendapatkan itu. Ia masih harus fokus mencari Nenek Teratai. Menyelamatkannya adalah misi penting yang sudah tertahan seminggu. Hati Bai Lianhua terasa berat.
Dengan tarikan napas panjang, Bai Lianhua bergerak.
Di depan halaman, berdiri satu pohon ceri lebat tanpa bunga. Bai Lianhua mengamati keadaan sekitar. Anehnya, tidak ada penjaga. Mana mungkin? Dengan langkah ragu, ia pun menghampiri pohon itu sesuai petunjuk pria tadi.
Halaman luas itu mendapatkan paparan sinar bulan yang cerah. Bai Lianhua bisa melihat Aula Li Ming begitu megah sekaligus cantik. Lentera-lentera tergantung di pilar-pilar kayu. Ada satu pintu ganda dan tangga lebar menuju bangunan itu. Ketika Bai Lianhua lengah, ia tidak sadar kalau dari atap, ada dua puluh prajurit berpakaian hitam sedang mementang panah dan membidiknya.
Bai Lianhua berjalan ke samping pohon. Tanah di taman itu tidak keras. Tapi ada sebuah batu menonjol di dinding belakang pohon tersebut. Ketika Bai Lianhua hendak menekannya, suara panah yang melucut dan membelah angin mengunci pergerakannya dari berbagai arah. Bai Lianhua terkesiap dan berbalik.
Hujan panah melesat cepat. Dengan gerakan sedetik, Bai Lianhua mengangkat tongkat dan memutarkannya serupa baling-baling demi memblokir hujan panah tersebut. Bai Lianhua melangkah ke tengah halaman, mendongak ke atap-atap dan menemukan dua puluh prajurit berpakaian hitam di balik atap mementang panah lagi.
"Pecundang."
Di umur 20, Nenek Teratai pernah bilang kalau tingkat energi dalam Bai Lianhua sudah hampir mencapai tingkat paling tinggi—yaitu Tingkat Alam Bebas. Tingkat itu biasanya dialami oleh para tetua pendekar yang berkultivasi selama bertahun-tahun. Mencari kebijakan dan mencari ketenangan, melepaskan duniawi dan fokus pada energi dalam. Namun Bai Lianhua berbeda.
Sejak kecil, hatinya begitu polos dan jujur. Ia langsung bergerak pada hal-hal yang tidak sesuai hatinya. Kejernihan itu mirip seperti Bai Junhui, ayahnya sendiri. Ketika umur 21, sekarang, untuk mencapai tingkat empat memang nampak semakin sulit. 'Hampir' bagi Bai Lianhua tidak pernah cukup. Nenek Teratai bilang, jika ingin mencapai tingkat itu, seseorang harus melepaskan beban pikirannya dan semua dendam yang menyangkut dalam hatinya.
Kini Bai Lianhua melihat ke sekelilingnya, para pemanah itu kembali mementang busur dan membidik. Dalam beberapa detik hujan panah akan kembali dan ia tidak yakin bisa menahannya terus-terusan. Dalam kegelapan, Bai Lianhua menutup matanya, dan fokus ke satu titik di dalam keningnya.
Titik kegelapan menguasai pandangan Bai Lianhua. Bayangan halaman Aula Li Ming perlahan-lahan berubah menjadi rawa dan hutan lotus. Angin menderu datang, menyapukan kehadiran energi besar yang berpusat pelan membentuk sebuah inti. Dalam kegelapan yang tenang itu, Bai Lianhua bisa mendengar jelas getar busur yang tegang di tangan para pemanah.
Bai Lianhua menarik energi ke sekelilingnya. Air tempat Bai Lianhua berpijak kini bergetar. Ia melebarkan kedua tangan, mengendalikan daun lebar dan bunga-bunga lotus yang tumbuh seiring energi semakin memuncak naik. Di mata para pemanah di atas atap, mereka hanya melihat Bai Lianhua berdiri tegak, memejamkan mata dengan angin tiba-tiba menderu di sekeliling mereka. Para pemanah bingung, mereka menahan panah.
Ini adalah Formasi Hujan Lotus Malam. Bai Lianhua diajarkan ini oleh Nenek Teratai sejak kecil, tapi baru beberapa kali ia benar-benar mampu fokus ke energi inti. Air di bawah kaki Bai Lianhua bergetar seiring kelopak bunga lotus terangkat. Kelopak-kelopak itu bergerak membentuk lingkaran yang mengelilingi tubuh Bai Lianhua. Berputar seolah menyelimuti energi dan membungkus sebuah ledakan besar.
Tepat ketika sebuah cahaya bersinar di antara kegelapan, Bai Lianhua membuka mata. Bunga-bunga lotus yang mengelilingi dirinya tadi dihempas ke udara. Berubah menjadi kelopak tajam berwarna putih dan mematikan seperti ujung es. Pecahnya energi itu membawa angin hingga mendorong para pemanah. Kelopak bunga tadi meledak di udara, saling melecut bagai petasan, membombardir para pemanah dengan hujan belati lotus yang mematikan.
Para pemanah ambruk dan berguling jatuh ke tanah. Jendela-jendela kertas di bangunan Li Ming sobek dan hancur di beberapa bagian. Dinding-dinding kayu dan pilarnya retak. Bekasnya terlalu kuat untuk tidak meninggalkan jejak.
Bai Lianhua mendongak, ia terkesiap melihat kekuatan energi alam Tingkat Empat sangat luar biasa. Tanpa menunggu apa-apa lagi, ia segera berbalik ke pohon ceri dan menekan batu yang menonjol. Dinding itu bergeser terbuka. Bai Lianhua menoleh ke belakang, memastikan apakah ada orang yang mengikutinya, namun kosong. Selain para pemanah berbaju hitam yang kini bergeletakkan di tanah, Bai Lianhua menyibak roknya, berjalan masuk ke pintu tadi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top