I. Chapter 11 : Keputusan yang Sulit


Di Toko Arak dan Ganis Musim Semi, Gao Renwei menyerahkan Bai Naxing kepada wanita cantik yang tadi diajaknya mengobrol. Bai Lianhua masih mengintip dari sudut toko di kejauhan, dalam hati menduga—mungkinkah Gao Renwei menyuruh anaknya yang baru 6 tahun itu bekerja di sana? Tapi anak sekecil itu bisa bekerja apa? Bai Lianhua tidak tahu isi pikiran Gao Renwei. Ibu mana yang mau menyuruh anak sekecil itu bekerja di toko arak? Kenapa dia tidak menyuruh ayahnya saja yang bekerja? Pula, rencana apa lagi sih yang mau dilakukan Gao Renwei?

Setelah menguping pembicaraan di rumah tadi, Bai Lianhua tahu kalau Gao Renwei bukan wanita baik-baik. Marah, kecewa, penyesalan, khawatir, semua jadi satu. Terlebih tentang penjelasan sang ayah yang masih ingin berusaha lagi meski sudah tahu kalau keadaannya tidak sesuai harapan.

Pandangan Bai Junhui terhadap keinginan mewujudkan impiannya untuk menjadi pelukis istana menutup semua kecurigaannya terhadap Gao Renwei. Dengan begitu, ketika Gao Renwei melepaskan kain yang selama ini menutup jati diri aslinya, Bai Junhui baru sadar kalau selama ini ia ditipu. Mungkin saja sejak awal Gao Renwei memang tidak mengenal pejabat manapun. Dia hanya tahu syarat untuk mendapatkan kediaman tetap di daerah pejabat kekaisaran supaya hidup aman dan sejahtera sampai tua nanti. Tanpa memedulikan apa yang sudah ia hancurkan pada orang lain. Bahkan pada nasib anaknya sendiri.

Setelah Gao Renwei menukar anaknya dengan secarik uang kertas—yang Bai Lianhua bisa asumsikan itu mungkin jumlahnya setara seribu tail emas—karena wajah Gao Renwei tersenyum sumringah, wanita itu langsung pergi dari sana. Ia sempat mengelus puncak kepala Bai Naxing, tapi anak berumur 6 tahun bisa apa? Mata polosnya hanya menatap kepergian ibunya yang melangkah girang tanpa tahu nasib selanjutnya apa. Bai Lianhua mendekati Toko Arak dan Gadis Musim Semi, mengintip dari jendela.

Di dalam toko itu, aroma arak semerbak memenuhi hidung Bai Lianhua. Bai Lianhua tahu ini toko arak, tapi arti dari Gadis Musim Semi itu sendiri ia masih belum paham. Ketika ia meluaskan pandangan ke dalam toko, ruangannya terlihat seperti restoran biasa. Kendi-kendi arak berjajar di depan pintu. Ada lorong panjang yang mengarah ke belakang ruangan. Bai Naxing dibawa ke sana. Setelah itu, Bai Lianhua tidak tahu apa yang terjadi. Ia keburu mundur dan pergi dari toko arak itu jauh-jauh karena tidak tahan dengan baunya.

Sambil berjalan ke tempat ia menitipkan kuda, Bai Lianhua berpikir. Di dalam toko arak tadi ada banyak gadis-gadis muda berpakaian cantik. Dirias sedemikian rupa untuk menarik perhatian para pria yang datang. Apakah Bai Naxing mau dipekerjakan sebagai wanita-wanita penghibur? Di Kampung Shanyi ada toko arak yang menyediakan kamar hiburan. Bai Lianhua tahu dari ayahnya yang sering diajak beberapa pelanggan ke toko arak untuk mentraktir. Dan di sana, banyak wanita-wanita cantik yang menjadi penghibur para tamu. Waktu diceritakan begitu, ibunya bilang kalau wanita-wanita penghibur adalah pekerjaan paling rendah. Dan ibunya meminta Bai Lianhua jauh-jauh dari sana.

Sekarang, kalau dipikir lagi, arti Gadis Musim Semi mungkin bermaksud ke gadis penghibur secantik musim semi.

Tanpa sadar Bai Lianhua menepuk keningnya. "Kenapa aku jadi memikirkan Bai Naxing? Jelas-jelas dia anak si nenek sihir. Buat apa aku pedulikan? Nasib dia punya ibu dengan hati busuk seperti itu. Yang dipikirkan hanya uang. Tapi... kalau kata ayah dia adik tiriku, wajar saja aku merasa gelisah sekarang..."

Bai Lianhua masih terlalu kecil untuk dihadapi masalah seperti ini. Ia ingin mengintai ke Kediaman Du lagi, tapi ia butuh beberapa saran lebih dulu. Walau Bai Junhui sudah bilang ingin menetap di sana, tetap saja Bai Lianhua tidak akan meninggalkannya begitu saja. Jadi setelah makan siang di salah satu toko, ia mengambil kuda dan kembali ke Kampung Shanyi.

Perjalanannya tidak cepat. Bai Lianhua tiba di malam hari. Ia merasa sangat amat kelelahan. Ketika tiba di perguruan Sekte Macan Salju, ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Di tengah pekarangan, ada beberapa murid laki-laki yang sedang berjajar didampingi Denghou yang sedang mengucapkan sesuatu.

"Adik Hua!" seru Denghou.

Bai Lianhua tersadar ia sudah menginterupsi, lalu meringis, "ah, maaf. Kak Denghou, aku tidak sengaja. Punggungku sakit sekali setelah seharian berkuda. Aku akan kembali lagi setelah kau selesai—"

"Eh, tidak perlu terburu-buru begitu. Sebentar," ia berkata pada murid laki-laki yang sedikit memperhatikan keduanya. Denghou membawa Bai Lianhua ke sebuah kamar kosong di sudut bangunan. Bai Lianhua merebahkan tubuhnya dan merasakan kenyamanan yang hebat.

"Kakak Denghou, kau sudah sibuk. Sudahlah, jangan urusi aku lagi. Aku hanya mampir sebentar untuk bertanya beberapa hal."

Denghou menyerahkan secangkir teh hangat yang langsung ditenggak Bai Lianhua. Denghou melihat adik seperguruannya itu sedikit kucal. Bajunya sudah ganti, tapi tetap saja ia terlihat kurus.

"Kau ingin bertanya apa? Apa kau akan kembali ke Istana Kota lagi?"

Bai Lianhua mengangguk. "Urusan ayahku kali ini rumit. Dia ditipu oleh seorang wanita licik di kota. Dari yang kutangkap, wanita itu memanfaatkan ayah untuk mendapatkan kediaman tetap di sekitar kekaisaran. Untuk mendapatkan kediaman itu, seseorang harus berkeluarga lebih dulu. Jadilah dia menikahi ayahku, dan membohonginya soal pelukis istana. Ayahku dari dulu ingin sekali menjadi pelukis terkenal. Dia memanfaatkan impian ayah dan berjanji bisa membawanya ke sana jika menikahi wanita itu. Tapi ternyata dia bohong. Dia malu terhadap kondisi ayahku yang hanya seorang pelukis dan berencana tidak mengenalkannya pada siapapun. Pula, wanita itu ternyata sudah punya anak berusia 6 tahun dan menjualnya menjadi wanita penghibur di sebuah toko arak."

"Yang benar saja?"

Bai Lianhua mengangguk bersemangat. "Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri."

"Lalu kenapa kau tidak menyelamatkan ayahmu lebih dulu?"

"Aku sudah melakukannya. Tapi ayahku masih ingin mencoba." Bai Lianhua menunduk, mengingat-ingat perpisahannya di Kediaman Du tadi siang. "Walau begitu, aku masih ingin memastikan keadaan ayah. Ayah bilang, dia ingin mencoba kesempatan bekerja di istana. Setelah tiba di Istana Kota, mungkin untuk kembali ke sana bakal sulit. Di satu sisi aku ingin membiarkan ayahku mencoba sekali lagi, aku berharap ayahku keluar dari rumah itu dan mencari cara sendiri. Tapi di sisi lain, aku ingin menghajar Gao Renwei."

Untuk beberapa detik, mereka sama-sama terdiam, memikirkan cara yang bijak untuk memutuskan hal ini. Denghou sendiri tidak punya ayah dan ibu. Ia tidak tahu masalah keluarga yang demikian rumit. Tapi kalau mendapati orang yang kita sayang diperlakukan seperti itu, ia pasti akan menyelamatkannya lebih dulu. Urusan balas dendam, bisa dipikirkan belakangan.

"Adik, kurasa ini bukan hal yang mudah. Aku ada beberapa saran, tapi tidak tahu bijaksana atau tidak."

"Coba katakan."

"Kalau kau ingin memberi kesempatan pada ayahmu untuk mencoba sendiri, kau bisa menunggunya beberapa tahun. Aku yakin ayahmu pasti orang yang berani dan bertanggung jawab. Kalau dengar dari ceritamu barusan, dia kedengaran putus asa dan menyesal. Jadi seharusnya dia juga berpikir demikian terhadapmu dan ibumu di sini."

"Aku hanya perlu menunggu? Tapi aku penasaran, aku takut ayahku dimanfaatkan lagi oleh si nenek lampir itu."

"Kalau begitu, kau bisa mencoba mengintainya."

Bai Lianhua terdiam sejenak. Ia memikirkan saran ini ada baiknya. Dengan mengintai gerakan Gao Renwei, ia bisa mempelajari sifat dan karakter liciknya. Ia juga bisa membantu ayahnya sesekali. Tapi kalau mengintai, ia tidak bisa bolak-balik kampung dan istana kota. Akan sangat melelahkan. Pula, dia masih harus berlatih...

"Tapi... apa kau yakin? Kalau kau mau mengintai ayahmu, kau harus tinggal di Istana Kota. Sendirian." Denghou berkata pelan.

Ia memikirkan ayahnya yang ada di kediaman itu. Mungkin sekarang ayah sangat menyesal. Dari perkataannya siang tadi, bagaimana dia menolak semua rencana yang hendak dilakukan Gao Renwei, Bai Lianhua percaya kalau ayahnya juga pasti merasakan itu. Terlebih, ayahnya masih ingin mencoba kesempatan. Kalau bisa melindungi ayahnya dari jauh, setidaknya itu membuat Bai Lianhua sendiri tenang.

"Tidak masalah," jawab Bai Lianhua setelah merenung lama. Ia memandang Denghou, "aku harus menyelamatkan ayah lebih dulu. Mungkin terdengar rumit, tapi aku ingin ayah memutuskan segalanya sendiri sambil mencari waktu yang tepat untuk membalas dendam. Gao Renwei itu... dia sudah menjual anaknya yang berusia 6 tahun untuk bekerja di sebuah tempat hiburan. Dia benar-benar tidak punya hati. Orang-orang seperti itu tidak boleh dibiarkan seenaknya berkeliaran. Apalagi dia sudah menyakiti perasaan ibuku. Aku harus memperbaiki semuanya lagi."

Denghou menyentuh pundak Bai Lianhua. "Adik, kadang-kadang tidak perlu semuanya yang kau perbaiki..."

"Aku tidak peduli. Nenek teratai sedang berkultivasi. Dia menitipkanku pada Sekte Macan Salju, tapi dengan berat hati aku harus menyelesaikan masalah ini dulu." Bai Lianhua mengambil giok lotus pemberian nenek teratai, lalu mengamati itu dalam-dalam.

Sekte Tengkorak memusnahkan Sekte Lotus yang secara brutal, kesedihan nenek teratai, masalah-masalah para pendekar...

Bai Lianhua menarik napas dalam-dalam. Ia menyerahkan giok itu kepada Denghou. "Kakak, dengan terpaksa, aku ingin kau menjaga ini dulu. Nenek teratai menurunkan lencana ini dengan kepercayaan dan ketulusan. Ia percaya aku mampu menjalankan tugasnya mewakili Sekte Lotus. Tapi sekarang, aku harus menyelesaikan urusan ayahku dulu. Aku akan kembali setelah semuanya selesai. Bagaimana?"

Denghou langsung menggeleng. "Tidak baik. Adik, kau simpanlah ini. Soal janji itu, masih ada banyak waktu untukmu belajar. Sementara kondisi ayahmu lebih penting. Aku tidak tahu harus menunggu berapa lama lagi untuk menemukan Pendekar Naga supaya kami semua bisa menghancurkan pusaka itu, tapi... selagi kau kembali, aku percaya kita bisa melakukannya."

Bai Lianhua tersenyum. Ia menghela napas. Merasa bersyukur. "Baiklah, kalau begitu. Aku pergi dulu."

"Eh, bawalah ini..." Denghou mengemas beberapa camilan ke dalam bungkus kertas lalu menyerahkannya pada Bai Lianhua.

"Jangan sampai tidak makan. Kesehatan tetap nomor satu. Dan jangan lupa berlatih jika ada waktu."

Bai Lianhua mengangguk lalu mengucapkan terima kasih. Malam itu ia meninggalkan Sekte Macan Salju, menuliskan sepucuk surat yang kemudian ia masukkan lewat sela pintu ke dalam rumahnya sendiri. Sengaja tidak mau bertemu ibunya. Bai Lianhua tahu kalau ibunya pasti akan menyuruhnya diam di rumah dan membiarkan ayahnya sendirian di Istana Kota bersama nenek lampir itu. Tapi Bai Lianhua tidak bisa. Ia tidak peduli lagi dengan akademi, dan mengucapkan maaf karena memutuskan ini sendiri.

Dalam hati, ia harus menunggu waktu yang tepat untuk mengambil ayahnya kembali dan membuat keluarganya kembali lengkap seperti dulu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top