24. Marah
♡♡♡
Setelah menghabiskan makanannya, Ji Hyun lanjut meminum obatnya dan tertidur. Menyadari Ji Hyun harus beristirahat, aku dan Ayudia memutuskan untuk pulang ke hotel. Manajer Hyun Ji sempat menawarkan tumpangan, tetapi Janu tiba-tiba menginterupsi dan bilang bahwa dia yang akan mengantar aku dan Ayudia kembali.
Cukup mengejutkan, karena selama ini meski dia adalah biasku, sama sekali nggak ada banyak waktu untuk aku dan dia mengobrol sepanjang obrolan aku dan Chen pun dengan Ji Hyun. Kaget? Apalagi aku, pasalnya selama aku mengidolakan dia, aku nggak pernah kepikiran bahwa aslinya dia adalah tipikal yang nggak banyak ngomong dan dingin. Yang ada di pikiranku selama ini adalah dia orang yang hangat dan ceria. Tetapi itu semua terbantahkan setelah mengenalnya. Atau ... dia seperti itu hanya kepadaku? Entahlah.
Awalnya aku dan Ayudia memilih untuk duduk berdua di kursi belakang mobil Janu, tapi karena dia nggak mau dianggap supir, maka Ayudia mendorongku untuk mengisi kursi kosong di samping Janu. Rasanya sedikit awkward, apalagi setelah kemarin-kemarin dia sempat bilang nggak mau merepotkan aku dan Ayudia lagi. Sekarang aku justru muncul lagi di hadapannya.
"Hotel kamu masih yang kemarin?" tanya Janu memecah keheningan.
"Iya."
Nggak ada lagi percakapan hingga aku dan Ayudia sampai di depan hotel tempat kami menginap. Janu hanya memintaku untuk tinggal sebentar karena ada hal yang harus disampaikan. Jujur, aku sedikit merasa tegang dan ... takut karena nada bicara Janu entah mengapa benar-benar mengerikan saat memintaku untuk tetap berada di dalam mobilnya.
Aku sadar betul bahwa Ayudia sama terkejutnya denganku, tapi karena dia sudah turun, maka aku memintanya untuk masuk ke hotel lebih dulu. Sementara aku masih duduk di tempat dengan jantung berdebar aneh.
"Ada apa?" tanyaku memulai pembicaraan.
Janu terdengar menghela napas pelan sebelum membalas ucapanku. Dia lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi seraya memejamkan mata. Ya Tuhan, jadi begini rasanya berada dengan jarak sedekat ini dengan idol? Kok ... rasanya sedikit sesak, ya? Udara terasa semakin menipis dan hal itu sukses membuat aku merasa nggak keruan.
Woiii, idol yang selama ini cuma bisa kulihat di layar hp saat ini ada di depanku. Tanpa batas, tanpa ada embel-embel dilarang mendekat oleh para bodyguard-nya. Terus, aku kudu gimana ini, ah.
Oke, hal pertama yang harus kamu lakukan adalah SADAR, LAVINA.
"Saya kan sudah pernah bilang,tidak usah muncul lagi di hadapan kami," ujar Janu masih dalam posisi yang sama.
"Mwo?"
Janu membuka kedua matanya dan menatapku sejenak sebelum kembali mengalihkan ke depan. "Apa kamu nggak menangkap maksudku saat bilang nggak akan merepotkan kamu lagi?"
Aku terdiam –berusaha mencerna ke mana arah pembicaraan saat ini. Ya, aku masih ingat betul saat Janu bilang begitu, tapi ... kenapa dia membahasnya saat ini? Maksudku ... dia tahu kan kalau aku menemui Ji Hyun atas permintaan manajernya? Bukan atas keinginanku sendiri? Lagian, mana bisa aku meminta bertemu member TCN dengan seenak jidat? Memang aku siapa?
"Saya yakin kamu paham dengan apa yang baru saja aku ucapkan."
Aku mengalihkan sejenak tatapanku ke luar jendela, mencoba menyusun kata-kata yang tepat untuk idola kecintaanku yang duduk di hadapanku saat ini. Karena ... aku benar-benar nggak menyangka kalau dia bakalan ngomong kayak gitu.
"Wait, wait. Jadi, kamu pikir saya pengin banget ke dorm kalian?" Aku kembali menatap Janu yang masih bergeming. "Begitu maksud kamu?"
"Ternyata kamu sudah paham maksud saya."
Aku terkekeh. Entah karena apa. Bisa jadi untuk menertawakan anggapan Janu, bisa juga untuk menertawakan diriku sendiri yang entah mengapa merasa bodoh dengan situasi yang terjadi sekarang ini.
"Kamu benar beranggapan seperti itu?" tanyaku memastikan.
Janu mengangguk pelan dan hal itu sukses membuat aku sedikit kaget. "Lantas kenapa kamu terus-terusan datang dan berlagak seolah begitu dekat dengan kami?"
Rasanya rahangku hampir saja terjatuh karena menganga terlalu lebar. Jangan tanyakan ekspesi wajahku saat ini karena aku yakin banget udah nggak banget. Tapi, ucapan Janu benar-benar sukses bikin aku sampai ... syok dan refleks bikin mulut dan mata aku terbuka lebar. Terserah kalau saat ini aku udah kelihatan semakin jelek.
Aku menjilat bibirku karena tiba-tiba terasa kering sampai ke kerongkongan. "Sebenarnya kamu tahu nggak kalau aku ke dorm kalian itu karena diundang sama manajar kalian?" Janu nggak menjawab dan hanya menatap ke depan seolah aku di sini hanya sebuah manekin. "Kalau saja bukan manajer kamu yang ngundang aku, aku juga nggak akan datang."
Janu akhirnya berbalik dan menatap aku beberapa detik lalu kembali mengalihkan tatapannya ke depan. Aku nggak tahu pasti maksudnya apa, tapi itu cukup menyebalkan. "Kalau memang kamu sebegitu keberatannya sama kehadiran aku, tolong kamu kasi tahu ke teman-teman kamu yang lain supaya jangan dikit-dikit nelpon aku kalau ada masalah."
Terdengar sangat sok penting memang, tapi itulah kenyataannya. Aku bukan ingin merasa paling penting, tetapi selalu ada-ada saja kejadian yang menghubungkan aku dengan mereka. Dan aku bisa apa? Jika saja dia tahu seberapa banyaknya keinginanku untuk nggak berurusan lagi sama mereka mungkin Janu nggak akan ngomong seperti tadi.
Karena nggak mau memperpanjang masalah, aku segera turun dari mobil Janu dan menutup pintunya dengan sedikit keras. "Terima kasih atas tumpangannya."
Aku pergi dengan langkah cepat tanpa menoleh sekalipun pada Janu. Keputusanku sudah bulat untuk nggak berurusan lagi dengan mereka, meski memikirkan Ji Hyun dan Chen bikin perasaanku jadi berat sebelah. Tapi aku harus mengesampingkan hal itu karena ... memang itulah yang terbaik.
***
"Lo, Janu nggak mampir?" tanya Ayudia setelah aku berada di dalam kamar.
"Ngapain? Nanti kesebar rumor aneh lagi."
"Iya juga, sih." Ayudia menggaruk keningnya pelan. "Terus, kalo boleh tahu ... kalian ngomongin apa, sih? Sampe nungguin gue turun duluan segala."
Ayudia menatapku dengan ekspresi geli seolah aku sedang menyembunyikan sesuatu darinya. "Nggak, kok. Janu cuma ngasi tahu ke gue agar jangan deket-deket mereka lagi."
"Lagi?" Aku mengangguk pelan. "Ya ampun, dikira lo nggak paham kali Lav sama apa yang dia bilang. Maksud gue ... ya kita emang fans mereka tapi nggak sengotot dan nggak seenggak tahu diri itu juga buat terus-terusan mau ngintilin mereka."
Lagi, aku mengangguk menyetujui ucapan Ayudia. "Udahlah, gue males bahas itu."
"Terus, apa rencana lo sekarang?"
"Gue pengin ngehubungi tante Hina dan akan bener-bener menyerah sama permintaanya."
"Yah, gagal deh gue punya temen yang pacarnya seorang idol."
"Lo sebegitu penginnya gue sama Janu? Kali ini lo yang harus gue sadarin, Yu. Dia itu idol, dan gue cuma segelintir orang yang ngefans sama dia. Udah, cukup sampai di situ doang. Nggak lebih."
***
LAVINA LAGI MERATAPI NASIB😥🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top