23. Ji Hyun Noona

.

.

.

HAPPY READING💚

.

.

.

"Hah?" Aku mengerjap pelan saat menemukan satu pesan baru dari nomor yang nggak kukenal.

"Kenapa?" Ayudia yang tengah sibuk memakan odengnya ikut melongokkan kepalanya ke arah ponselku.

"Ini, ada nomor baru yang ngirimin gue pesan. Katanya sih dari manajer TCN."

"Dia bilang apa?"

"Dia bilang maaf dan nyuruh gue ngejenguk Ji Hyun." Aku menatap Ayudia dengan kedua alis naik, meminta pendapat darinya.

"Umm, kok gue sedikit negative thinking, ya? Gue takutnya itu si pengirim paket burung gagak itu."

Aku mengangguk setuju. "Diemin aja kali, ya. Kalo emang bener itu dari manajer TCN pasti bakalan nelpon."

"Bener."

Sebenarnya hari ini aku dan Ayudia kembali ingin mengelilingi Gangnam-gu, tapi pada akhirnya nggak jadi dan hanya berkeliling di area dekat hotel saja. Kebetulan di sini ada pasar yang sangat terkenal, namanya pasar Namdaemun. Yang kutahu, pasar ini adalah pasara tertua dan terbesar di Korea Selatan. Bayangkan, pasar ini sudah ada sejak tahun seribu empat ratus empat belas. Dan tentu saja di sini sangat ramai pengunjung termasuk turis-turis mancanegara. Nggak cuma dipenuhi dengan berbagai jenis makanan, di sini juga menyediakan berbagai jenis pakaian dan souvenir. Aku bahkan membeli beberapa souvenir untuk ibu dan ....

"Gue masih mau nambah odeng sama gimbapnya. Gila ini enak banget," ujar Ayudia yang kembali memesan odeng dan gimbap. Sementara aku masih menikmati bakpao kukus dan roti bakar pasta kacang merah yang enak banget rasanya.

Masih sementara menikmati makananku, tiba-tiba ponselku kembali berdering. Aku melihat nomor yang menelepon itu adalah nomor yang mengirim pesan singkat tadi. Aku nggak langsung menerimanya dan memilih untuk menyenggol lengan Ayudia yang sibuk dengan odeng dan gimbapnya itu untuk memperlihatkan nomor itu.

"Angkat aja." Aku menaikkan sebelah alis. "Kalo omongannya ngawur, lo tinggal matiin."

Aku segera menerima panggilan itu tapi sama sekali nggak berniat untuk membuka suara sebelum orang di seberang sana memulai pembicaraan lebih dulu.

"Y-yeoboseyeo," balasku singkat setelah orang itu menyapa lebih dulu. "Benar. Saya Lavina. Bagaimana caranya agar saya bisa mempercayai Anda? Chen? Ah, maaf. Saya ... sangat takut untuk menerima telepon dari nomor baru karena ada kejadian yang nggak mengenakkan terjadi belakangan ini. Oh, iya. Nggak usah. Anda tinggal kirim alamatnya saja, nanti saya naik taxi ke sana. Baik, terima kasih."

Aku menelan saliva dengan susah payah. Jadi yang mengirimiku pesan singkat itu benar manajer TCN?

"Kenapa lo?" tanya Ayudia dengan ekspresi terkejutnya.

"Yu, ternyata yang ngirimin gue pesan itu bener manajernya TCN."

"Serius lo? Jadi yang nelpon lo barusan itu manajernya TCN, dong?" Aku mengangguk cepat. Tanganku gemetaran dan terasa semakin dingin. "Dia bilang apa?"

"Dia bilang gue harus ke dormnya TCN sekarang," jelasku singkat dan sukses membuat Ayudia tersedak kuah odeng yang baru saja dia makan.

"What?"

"Yes. Dan katanya gue harus ke sana sekarang."

"Ngapain?"

"Gue juga nggak tahu. Yang gue tahu dia cuma minta gue ke sana. Dia nawarin jemputan, tapi gue nolak."

Ayudia menatap gue dengan tatapan ragu. "Kok lo bisa yakin itu beneran manajer TCN?"

"Tadinya gue nggak yakin, tapi setelah gue ngedenger suara Chen tadi ya gue jadi yakin."

Ayudia mengangguk pelan. "Jadi mau berangkat sekarang?"

Aku menarik napas panjang. Seketika aku diselimuti rasa ragu untuk pergi. Tapi aku juga nggak tahu pasti kenapa sampai dipanggil sama manajer TCN. Apa jangan-jangan karena insiden yang kemarin? Apa aku bakalan diomelin? Atau yang paling parahnya bakalan dipenjara? Omo. Firasatku jadi nggak enak ini.

***

Taxi yang kutumpangi bersama Ayudia berhenti tepat di sebuah kawasan elit yang terletak di Hannam Hill. Aku bahkan nggak pernah menyangka bakalan berada di sini. Bahkan aku dan Ayudia sudah berada di depan pintu yang 'katanya' merupakan dorm milik TCN. Aku dan Ayudia saling tatap –meragu. Tapi keraguan itu seketika sirna saat ponselku kembali berdering dan menampilkan nomor manajer TCN yang ternyata belum sempat aku simpan.

"Yeobuseyeo. Iya, saya sekarang sudah berada di depan. Baiklah."

Tidak lama setelah panggilan terputus, aku mendengar seseorang dari dalam dorm bergerak dan membuka pintu. Dan ternyata dia adalah Chen.

"Hai, noona."

"Oh, hai."

"Ayo, masuklah."

Saat aku masuk, aku cukup terkejut dengan kehadiran beberapa anggota TCN yang lain. Ada Taeyang, Do hyun, Jung yoon, dan juga Min Ho. Aku semakin gemetaran saat tatapan mereka semua tertuju kepadaku dan Ayudia.

Apakah jantungku akan baik-baik saja setelah berada di sini?

Mereka berdiri secara bersamaan dan kemudian membungkuk sedikit ke arahku. "Annyeong haseyeo," sapa mereka.

Aku yang sedaritadi berdiri dengan kikuk refleks ikut membungkuk –membalas sapaan mereka. "A-annyeong haseyeo."

"Ayo, silakan duduk," ujar seorang lelaki yang kutaksir berusia sekitar tiga puluhan tahun. Jika kutebak, sepertinya dia adalah manajer TCN, soalnya hanya dia yang nggak aku kenali di sini.

Aku ikut bergabung bersama mereka di sofa ruang tamu yang cukup luas ini dengan perasaan yang campur aduk. Bahkan, aku nggak berani menatap mereka selagi mereka asyik berbicara. Aku hanya sesekali melirik Ayudia yang justru bertingkah sebaliknya. Dengan PD-nya, dia justru dengan berani menatap member TCN yang ada di hadapannya.

Oh, iya. Aku baru sadar. Dia kan nggak ada salah, jadi dia bisa santai saja tanpa merasa terintimidasi.

"Sebelumnya, perkenalkan, saya Jong In, saya selaku manajer TCN ingin meminta maaf atas kejadian yang menimpa nona kemarin."

"Kejadian yang mana?"

"Saat pengawal kami mendorong nona. Saya benar-benar meminta maaf," ujar manajer TCN itu dengan wajah tertunduk ke bawah. Mengisyaratkan bahwa dia memang benar-benar menyesali kejadian kemarin.

"Ah, itu. Saya tidak apa-apa. Jadi, ahjusi tidak perlu meminta maaf. Lagipula, itu juga salahku karena tiba-tiba masuk dan menerobos. Jadi, saya juga ingin meminta maaf."

"Baiklah. Tapi, kalau boleh tahu. Ada hubungan apa nona dengan member kami?"

"Aish, hyung. Saya sudah bilang kalau dia itu teman kami. Dia dari Indonesia, dan kami kenal karena Janu hyung juga," sela Chen.

"Diam kamu. Saya nggak bertanya sama kamu," balas manajer TCN itu. Chen terlihat nggak terima, tetapi pada akhirnya dia diam dan berubah menjadi pendengar.

Aku tersenyum tipis. "Benar kata Chen."

"Kalau begitu ... hubungan nona dengan Janu?"

Aku menatap Janu yang sedaritadi hanya diam di tempat seraya memainkan ponselnya. "Ah, itu ... ibunya dengan ibu saya bersahabat. Dan saya diundang ke rumahnya. Dan ... bermula dari sana saya dan mereka jadi kenal."

"Oh, begitu. Maaf karena saya sudah mencurigai nona. Tapi ini demi kepentingan para member."

"Iya, Saya mengerti."

"Ngomong-ngomong, hyung. Nona Lavina ini jago memasak nasi goreng loo." Chen kembali nyeletuk. "Dari tadi Ji Hyun kan nggak mau makan, gimana kalau noona Lavina masakin nasi goreng aja? Ji Hyun suka sekali sama nasi goreng buatan noona."

"Saya setuju," ujar member TCN yang lain –kecuali Taeyang, Do hyun, Jung yoon, dan juga Min Ho. "Masakannya benar-benar enak, hyung." Kali ini Brian ikut bersuara.

Aku membulatkan kedua mata saat mereka mulai heboh mempersoalkan nasi goreng buatanku. Bisa-bisanya mereka mempromosikan masakanku di saat seperti ini.

"Benarkah? Saya punya beberapa teman dari Indonesia. Mereka juga sering buat nasi goreng."

Aku tersenyum tipis lalu melirik ke arah Ayudia yang sedang sibuk senyum-senyum nggak jelas.

"Saya suka nasi goreng. Dan saya dengan senang hati bantuin kamu memasak."

"Aduh, sayang sekali Brian nggak sempat belanja tadi, jadi nggak ada apa-apa selain ramyeon," ujar Jaehyuk seraya menggaruk tengkuknya. Dalam hati aku justru bersyukur. Dengan kondisi gugup seperti sekarang ini, bukan nggak mungkin aku bakalan melakukan banyak kesalahan saat memasak. Bisa keasinan, atau bahkan sama sekali nggak ada rasanya. Kan nggak lucu. Malu-maluin Indonesia saja nanti.

"Ngomong-ngomong, bagaimana keadaan Ji Hyun?"

"Dia masih tiduran, noona. Dia bandel sekali, nggak mau makan."

"Kok gitu?"

"Nggak tahu juga. Makanannya dianggurin saja di meja."

"Boleh aku melihatnya?" ujarku sedikit ragu bakal diizinkan. Tapi, melihat manajernya mengangguk, aku segera berdiri dan perlahan mengikuti arah langkah manajernya.

Di dalam kamar yang terlihat remang-remang, aku melihat Ji Hyun sedang menelungkup dengan sebuah selimut yang menyelimuti sebagian tubuhnya.

"Ji Hyun-ah, ayo bangun. Ada nona Lavina dan temannya yang ingin menjengukmu," ucap manajer Jung In pada Ji Hyun.

Ji Hyun yang sepertinya memang nggak sedang tidur lantas berbalik dan menatapku secara bergantian dengan Ayudia. "Noona," ucapnya dengan nada lemah.

Aku tersenyum tipis lantas duduk di kursi yang ada di samping ranjang milik Ji Hyun. "Ji Hyun, ayo duduk dulu. Kamu belum makan, kan?" Ji Hyun menutup matanya sejenak dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.

"Noona kok ke sini?"

"Saya yang meneleponnya. Saya ingin meminta maaf terkait kejadian kemarin," jawab manajer Jung In.

"Kamu makan dulu. Kamu belum minum obat, kan? Tadi Chen yang bilang." Aku menyerahkan mangkuk berisi bubur pada Ji Hyun dan langsung diterimanya. Perlahan, dia mengaduk bubur itu seolah nggak minat. "Dikit aja. Tiga sendok nggak masalah."

Akhirnya Ji Hyun menurut dan mulai memasukkan bubur itu sesendok demi sesendok ke dalam mulutnya. Manajer Jung In bahkan terlihat kaget karena Ji Hyun akhirnya mau memakan bubur itu.

"Wah, kamu sebenarnya siapa sampai Ji Hyun mau menurutimu seperti sekarang ini?" tanya manajer Jung In padaku dengan nada bercanda.

"Dia noona-ku, Hyung."

***

KALO KAMU ADA DI POSISI LAVINA, APA YANG BAKAL KAMU LAKUIN?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top