16. Menghentikan yang Pernah dimulai

Lagi ngga semangat ngetik, nih. 😭

.

.

.


Tapi semoga ceritanya masih menarik🥲😄

.

.

.

Kepergian Janu tentu saja membuat kami menatap kepergiannya dengan tatapan penuh keheranan. Apa dia nggak suka saat kami membahas soal tante Hina? Atau ... sebenarnya dia nggak suka makan nasi goreng? Tapi tante Hina bilang Janu suka makan masakan Indonesia, termasuk nasi goreng. Lantas, apa yang salah?

Entahlah.

"Loh, mau ke mana, hyung?" tanya Ji Hyun.

Janu yang sedang memakai jaketnya lantas menatap ke arah Ji Hyun. "Mau latihan."

"Hah? Dengan kondisi hyung yang kayak gitu? Istirahat dulu lah."

"Aku nggak apa-apa." Janu memasang topi berikut maskernya. "Aku pergi dulu."

Kami semua nggak ada yang berani menahan kepergian Janu. Jadi, kami hanya bisa melihatnya berlalu.

"Oke. Next, kita mau ngapain ini?" tanya Brian memecah keheningan.

"Gimana kalo kita main game aja?" usul Donghyun dengan semangat. Usulan itu pun lantas langsung disetujui oleh semuanya, kecuali aku. Aku memilih untuk membersihkan meja dan membawa piring-piring ke dapur. Tapi Chen menahan dan memintaku untuk bergabung bersama mereka.

"Nggak, deh. Kalian aja. Aku mau bersihin piring kotor dulu."

"Aku ikut!" seru Ayudia cepat.

"Yaaah, masa yang main cuma kami-kami aja? Kalian berdua nggak ikut?"

“Nggak dulu, nanti aja. Kalian main aja.” Aku dan Ayudia kemudian mengangkat semua piring-piring yang kotor dan membawanya ke dapur. Sementara mereka memulai permainan yang mereka inginkan. Saat aku dan Ayudia melewati pintu penghubung antara ruang tamu dan dapur, aku membiarkan Ayudia berjalan lebih dulu karena sendok yang ada di atas piring yang kuangkat tiba-tiba terjatuh. Aku kemudian meletakkan piring kotor itu terlebih dulu di atas meja dan memungut sendok yang terjatuh, namun saat itu tiba-tiba kudengar suara seseorang yang berasal dari teras belakang rumah.

Siapa, ya?” gumamku penasaran. Aku kemudian menajamkan pendengaran dan mencoba menguping pembicaraan itu, namun yang kudapati justru sesuatu hal yang cukup membuat aku kaget.

“Eomma, stop meminta gadis itu memasak untukku dan yang lain. Eomma pikir dia ke Korea untuk melakukan hal itu? Nggak. Dia pengin berlibur. Dan Eomma udah ngeganggunya.”

Aku yakin itu Janu. Dan setelah mendengar percakapan itu, aku nggak berani lagi mendengar lanjutannya. Buru-buru aku mengangkat piring kotor itu dan menemui Ayudia yang sudah mulai mencuci sebagian piring dan gelas yang tadi dia angkat.

“Lama bener lo.”

“Hah? Nggak, tadi gue lumayan susah ngambilnya.” Aku terpaksa berbohong, tapi nggak apa-apa, cari aman saja. Soalnya kalau sampai Ayudia tahu, bisa-bisa dia ngebeberin semuanya dan ... itu bisa kacau. “Sini, biar gue yang lanjutin.”

“Apaan, sih. Lo yang bilas, deh.”

“Oke.”

Aku merapikan susunan piring dan gelas sesuai tatanannya, tidak lupa sebelumnya aku mengelap menggunakan lap yang kering.

“Lav, kok gue ngerasa Janu hari ini keliatan aneh, ya? Apa cuma perasaan gue aja?” ujar Ayudia setelah mengelap tangannya menggunakan tisu.
Aku melirik Ayudia sebentar lalu kembali fokus mengelap sisa piring yang tersisa. “Hmm? Aneh gimana?”

“Nggak tahu, deh. Perasaan gue aja kali. Emang lo nggak ngerasa?”

“Nggak tuh,” Oke, jelas gue bohong. "Mungkin efek kecapekan.”

“Mungkin, ya. Tapi ... selama ketemu dia, ini kali pertama gue ngeliat ekspresi dia yang kek gitu.”

Mungkin saatnya aku menyadarkan Ayudia, bahwa ... apa yang kami mulai sesuai rencana tante Hina harus dihentikan sesegera mungkin. Nggak ada alasan lain selain agar Janu merasa nyaman, tentunya tanpa kehadiran aku dan Ayudia yang sepertinya mengganggu privasinya.

“Yu, menurut lo ... kalo kita berhenti gangguin Janu gimana?”

“Maksud lo?”

“Ya ... maksud gue, kita hentikan permintaan tante Hina. Gue ... ngerasa nggak enak aja selalu ada di dekat Janu.”

“Lho, kok gitu? Apa Janu ada ngomong sesuatu ke lo?” tanya Ayudia dengan nada curiga. Tangannya bahkan sampai berhenti mengelap piring karena saat ini dia benar-benar fokus sama aku. “Lav,” panggilnya saat aku tak kunjung menjawab pertanyaannya.

“Nggak. Nanti gue ceritain, deh. Udah selesai, kan? Yuk, kita kudu balik karena di sini kita udah nggak ada kepentingan lagi.”

Aku pergi lebih dulu dan meninggalkan Ayudia yang masih terpaku menatapku. Sepertinya dia menyadari keanehanku. Tapi, saat ini bukan waktu yang tepat untuk ngejelasin semuanya. Tidak sopan saja bergosip di rumah orang, apalagi ini rumah seorang idol.

“Lav, tungguin gue.”

***

Saat aku masuk ke dalam ruangan di mana para anggota TCN berada, mereka ternyata masih bermain game. Sepertinya kali ini semakin heboh, mereka sampai teriak-teriak tidak terima. Karena aku nggak mengerti, aku dan Ayudia hanya bisa tersenyum kecil melihatnya. Tapi kehebohan itu nggak bertahan lama setelah Ji Hyun tersadar akan kehadiran kami berdua dan justru mengajak kami untuk bergabung bersama mereka.

“Noona, ayo bergabung bersama kami,” panggilnya.

“Hah? Oh, nggak, deh. Aku dan Ayudia harus balik soalnya.”

Kehebohan yang sempat tercipta lantas berubah menjadi keheningan saat itu juga. Ji Hyun yang nggak terima lantas berdiri dengan ekspresi tidak terima. “Udah mau balik? Kok cepat banget.”

“Noona, jangan buru-buru gitu lah. Kapan lagi main game bareng kami,” tambah Chen.

Benar juga, sih. Tapi aku benar-benar nggak mood hari ini. Saat ini, aku rasanya cuma pengin rebahan atau makan makanan pedas.

"Umm, lain kali, ya," tolakku dengan nada halus agar mereka nggak salah paham. Aku tahu pasti, Ayudia masih ingin tinggal, tapi ... seperti alasanku di awal, aku benar-benar nggak mau ngeganggu mereka.

Chen langsung cemberut mendengar ucapanku, dan tanpa aba-aba dia menarikku dan mengajakku untuk berfoto bersama.

"Apa ... nggak apa-apa?" tanyaku. Pasalnya, setahu aku mereka nggak boleh foto sembarangan. Apalagi dengan orang asing.

Chen mencari aplikasi kameranya. "Nggak apa-apa, kok. Selagi nggak disebar aja."

Aku mengangguk pelan dan mencoba sedikit mendekat saat Chen mulai mengarahkan kameranya.

"Ulang, ulang! Gue jelek banget di situ!"  keluh Jaehyuk.

"Udahlah, terima saja!"

"Dasar!"

Kami mengambil beberapa foto dan setelah itu aku memutuskan untuk pulang. Meski mereka masih berusaha untuk menahan, aku dan Ayudia akhirnya tetap pulang dengan alasan nggak mau mengganggu waktu istirahat mereka. Tentu saja mereka menolak, tapi untungnya mereka langsung mendapat telepon dari manajernya, nggak tahu mereka membicarakan apa, tapi setelah itu mereka benar-benar nggak berusaha lagi untuk menahanku dan Ayudia. Hanya saja, aku dan Ayudia harus pulang diantar supir pribadi Chen.

Dan di sinilah aku dan Ayudia sekarang. Di mobil mewah milik tuan muda Chen. Nggak banyak yang aku dan Ayudia bahas selama berada di mobil, karena ... yaaa kami merasa nggak nyaman saja ada supirnya Chen. Ya kali gosipin tuan mudanya sementara orang kepercayaannya ada di sini.

Jalanan sore ini cukup lengang, sehingga kami sampai di hotel dalam waktu yang bisa dibilang nggak lama. Saat aku sudah sampai, aku langsung merebahkan tubuh di sofa dan mengambil ponsel yang entah kenapa berdering terus-terusan.

"Siapa yang ngechat, sih? Rame bener."

Aku mengecek chat yang masuk yang ternyata dari Chen. Rupanya, dia mengirimkan semua foto-foto yang tadi diambil menggunakan ponselnya.

"Yu, Chen ngirim foto-foto yang tadi, nih. Mau gue kirim ke lo ngga, nih?"

"Serius? Cuss lah, kirim semua ke gue."

"Oke."

Aku mem-forward kiriman foto Chen ke Ayudia, dan saat itu juga Ayudia langsung berkomentar. "Lucu banget, ih! Sayangnya Janu nggak ikut." Mendengar nama Janu disebut lantas membuat aku bergumam pelan. Dan Ayudia terang saja langsung duduk di sofa seberang dan mulai menatapku dengan tatapan aneh. "Soal tadi, lo mau jelasin kan?"

"Apaan?"

"Soal kenapa lo tiba-tiba pengin berhenti buat deketin Janu. Lav, lo udah sejauh ini."

Aku memejamkan mata perlahan sebelum menjawab pertanyaan Ayudia. "Itu ... gue tadi denger Janu ngomong sama tante Hina, katanya jangan nyuruh gue lagi buat ngedeketin dia. Ya gue bisa apa selain ngikutin maunya dia?"

"Hah? Lo nggak salah denger?"

"Nggak lah. Gini-gini gue nggak budek ya."

"Duh! Sayang banget. Padahal gue udah nge-shipin lo berdua lagi."

"Shipin apaan. Nggak bakalan bisa lah, kan udah gue bilang jauh-jauh hari. Gue dan Janu itu ... nggak bisa bersatu." Ayudia meringis mendengar ucapanku. "Dan ... kita juga harus ngejauh juga dari member TCN yang lain."

"Hah?! Kok gitu?"

"Ya ampun, Yu. Lo belum sadar juga? Mereka itu idol, kita? Cuma orang biasa. Nggak bakal bisa dan nggak bakal cocok sama mereka."

Ayudia memijat pelan pelipisnya lalu menatapku dengan tatapan putus asa. "Pikiran lo terlalu membatasi, Lav."

"Ya, benar. Kita harus mulai berhenti sebelum semuanya terlalu jauh."

***

SIAPA DI SINI YANG IKUT MENYAYANGKAN LAVINA PENGIN NGEJAUH DARI JANU DAN MEMBER LAIN?🤧

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top