14. Menebus Nasi Goreng yang pernah gagal

Hampir 2k words, nih. Ramein laaah

.

.

.

Aku terkesiap saat mendengar ucapan Ji Hyun kepada orang misterius itu. Tapi kemudian, aku segera menyadarkan diri bahwa hal yang kulakukan ini sudah melanggar privasi Ji Hyun sendiri. Dan karena itu pula, aku memutuskan untuk segera pergi dari tempat persembunyianku itu dan menemui Ayudia yang masih berdiri di depan gedung SNS dengan raut bingung.

"Darimana aja, sih?! Tadi gue hampir mati kutu tau sendirian aja ngadepin Chen!" omel Ayudia saat aku sudah berada di sampingnya.

Aku menggeleng pelan, menolak untuk menjelaskannya saat ini. Karena ... jujur aku pun masih syok dengan apa yang baru saja aku dengar.

"Nanti aja gue jelasinnya."

"Ih, aneh banget, deh." Ayudia berdecak pelan lalu mengangkat kotak makan yang ada di tangannya. "Ini berat lo! Kata Chen di dalem ada sesuatu buat kita. Terus katanya, kalo sempet dia mau dibuatin nasi goreng lagi karena kemarin nggak sempet makan nasi gorengnya. Keburu basi katanya."

Aku mengangguk pelan. "Oke. Nanti kita lihat, deh. Soalnya ... ah, molla!"

"Wae? Wae?"

"Nanti gue jelasin. Oke?"

"Noona!"

Aku dan Ayudia berbalik dan menemukan Ji Hyun berlari kecil menuju kami. Tepat setelah Ji Hyun berdiri di hadapan kami, orang misterius itu juga muncul dari gang sempit tadi dan bergegas pergi menuju mobil yang ternyata diparkirkan tidak jauh dari gedung SNS. Saat mobil berwarna hitam itu melewati kami, aku mencoba menghapal plat mobilnya untuk berjaga-jaga. Karena ... aku punya firasat yang buruk terkait orang itu.

Apa gue tanya Ji Hyun aja, ya? Tapi ... rasanya kurang ajar banget kalo harus ditanyakan, sementara kita juga baru kenal.

"Noona ngapain di sini?" tanya Ji Hyun.

"Itu ... Chen mau balikin kotak makan yang kemarin," jawabku seraya memperhatikan ekspresi Ji Hyun. "Kamu dari mana?"

"Ne? Aaa~, tadi ada urusan sebentar. Noona nggak mampir?"

"Nggak usah. Kami udah mau balik," tolakku karena beberapa fans mulai berdatangan di depan gedung SNS. "Kamu masuk, gih! Fans mulai berdatangan tuh!"

Ji Hyun melirik ke sekitar gedung SNS dan segera mengetatkan hoodie yang digunakan. Dia kemudian pamit kepada kami sebelum berlari masuk ke dalam gedung SNS.

"Jaga kesehatan, Ji Hyun!" teriak Ayudia yang langsung dibalas dengan bungkukan singkat sebagai tanda terima kasih.

Ayudia? Jelas cengengesan nggak jelas lah. Kapan lagi dibalas sama bias, kan?

"Duh, gue salting nih, Lav. Tolongin!"

"Jangan ngadi-ngadi, deh! Yuk, pulang!"

"Lo nggak ketemu sama Janu?"

"Nggak. Kan janjiannya sama Chen tadi."

"Ya tapi kan setidaknya lo ... ah sudahlah!"

"Lagian, lo pikir ketemu sama mereka itu gampang? Kalo bukan Chen yang ngajakin tadi malem juga gue bakal ngikhlasin kotak makan gue di sini."

Ayudia mengangguk pelan. Kami pun memilih untuk berjalan sebentar sebelum mencari taksi lagi untuk kembali ke hotel. Di perjalanan pulang, tentu saja sesekali kami mengambil foto karena menurutku setiap sudut di Korea itu nggak boleh dilewatkan. Pokoknya harus diabadikan.

***

Jam masih menunjukkan pukul lima pagi dan aku sudah berada di dapur bersama dengan Ayudia yang sesekali menyandarkan kepalanya di dinding dapur karena masih mengantuk. Aku memaksanya untuk ikut terjun langsung membuat nasi goreng sesuai dengan pesanan Chen kemarin. Sebenarnya aku bisa saja menganggapnya angin lalu, tetapi tadi malam Chen kembali mengirim pesan mengingatkan perihal nasi goreng itu. Aku benar-benar nggak habis pikir, kenapa dia suka banget sama nasi goreng?

"Cuci muka dulu sana. Yang ada kalo lo bantuin gue dalam kondisi kek gitu ntar lo salah naroin bumbu." Ayudia cuma menggumam nggak jelas, tapi dia  segera berjalan dengan lesu menuju wastafel dan mencuci wajahnya. "Abis itu tolong lo potongin sayur, ya, Yu."

"Oke, bos! Tapi ini kenapa kita buat nasi gorengnya kudu sepagi ini, sih? Kan bisa ntaran aja."

"Gue kan mau buat banyak, nih. Soalnya kita diundang ke rumah Chen. Katanya di sana mereka bakalan ngumpul sama anak TCN!"

Ayudia yang tadinya masih berdiri di depan wastafel langsung berdiri tepat di sampingku dengan raut terkejut. "Maksud lo? Kita diundang juga?"

"Maybe."

"W-What the?! Seriusan lo, Lav? Heh jangan bercanda dong lo, Lav. Gue deg-degan nih!"

"Terus lo pikir gue santai aja gitu? Dari semalem gue nggak bisa tidur karena mikirin itu!" Aku menatap Ayudia yang masih membukatkan kedua matanya terkejut. "Sooo, lo kudu sadar secepatnya dan jangan ngelakuin kesalahan apapun sama nasi goreng ini."

"Ya Tuhan! Demi apa?! Aaaa! Gue nggak tahu lagi harus bilang apa!"

"Ssst! Berisik lo! Mau lo ditegur tetangga karena berisik jam segini?"

"Ya gimana, dong! Gue nggak tahu harus gimana selain teriak!"

Aku menghela napas panjang kemudian melanjutkan kegiatanku mengupas bawang merah untuk membuat bumbu nasi goreng. Sementara Ayudia mulai disibukkan dengan acara memotong sayurannya di sampingku.

"Lav, apa Do Hyun juga bakalan dateng?"

"Nggak tahu, ih! Chen nggak bilang apa-apa. Cuma bilang bakalan makan bareng member TCN."

"Gue nggak nyangka kita bakalan sejauh ini, sih. Kayak ... kita tuh dipermudah banget deket sama mereka. Padahal ketemu mereka tuh udah kayak ketidakmungkinan aja di hidup gue."

"Lo mah banyak duit, bisa aja ngundang mereka, gue nih yang kerjanya cuma seorang editor naskah, yang bener-bener suatu ketidakmungkinan, tapi ternyata Tuhan baik banget mempertemukan gue sama mereka. Yaaa meski harus dipertemukan dengan drama diminta jadi pacar Lee Janu."

Ayudia terbahak. Punggungnya sampai bergetar. Selucu itu? "Lo harus berterima kasih sama tante Hina." Aku tersenyum menanggapi. "Ngomong-ngomong, lo sama Janu gimana sih kelanjutannya? Kok nggak ada kemajuan gini?"

"Gue nggak mau komentar apalagi berekspektasi tinggi. Lo sadarlah, gue dan Janu tuh kayak langin dan bumi yang sulit untuk bersatu. Kalaupun bersatu, akan ada bencana yang terjadi."

Ayudia menghentikan pergerakannya memotong sayur lalu menepuk pelan bahuku. "Ucapan lo sangat membuat diriku tersadar, bahwa cintamu dan cintanya ... memang sulit dipersatukan," ucapnya sok dramatis.

***

Setelah menyelesaikan acara masak-memasak itu, aku mempersilakan Ayudia untuk mandi terlebih dahulu, karena aku tahu banget dia itu leletnya minta ampun, belum lagi kalau sudah berhadapan dengan peralatan make up-nya, bisa berjam-jam aku nunggunya.

Sementara menunggu Ayudia selesai mandi, aku mempersiapkan kotak bekal dan memasukkan nasi goreng ke dalamnya berikut dengan potongan telur dadar gulung yang kumasukkan ke dalam kotak yang berbeda.

"Gue udah, nih," ujar Ayudia setelah keluar dari kamar mandi. "Udah beres kah? Atau ada yang perlu gue rapiin?"

"Nggak kok. Usah selesai."

"Oke."

***

Sebelum berangkat, aku memberitahu tante Hina jika hari ini aku akan ke rumah Chen. Tentu saja tante Hina senang banget dengarnya, karena aku bakalan ketemu dengan Janu lagi.

"Tapi, Lav. Gue baru inget nih mau nanya ini. Lo ... ngasi nomor ponsel lo ke Chen tuh kapan, ya? Kok gue nggak tahu kapan terus tiba-tiba aja dia udah ngechat lo?"

"Oh, waktu di resto. Dia sempet minta nomor ponsel gue."

"Astogeh! Tuan muda Chen minta nomor lo? Woaaah! Daebak! Gue kata sih lo adalah fans yang beruntung."

"Lah, terus lo?"

"Eh, iya. Gue juga. Hahah!"

"Dah, ah. Yuk!"

***

Tadi pagi Chen mengirim lokasi rumahnya, dan betapa terkejutnya aku ketika taksi yang aku tumpangi ini tiba-tiba berhenti di sebuah rumah yang ... besarnya keterlaluan.

"Lo ... yakin ini rumahnya?" tanya Ayudia ragu.

"Ya mana gue tahu. Ini juga kali pertama gue ke sini." Karena diliputi keraguan, aku pun bertanya kepada supirnya mengenai lokasi ini, dan katanya ini benar lokasinya. Meski masih sedikit ragu, kami berdua turun dan segera membayar tagihannya.

"Lo coba hubungi Chen, deh. Gue ngga yakin soalnya."

Aku menyetujui ucapan Ayudia dan bergegas menghubungi Chen. Aku hanya mengirim pesan singkat karena jika meneleponnya, aku takut itu mengganggu. Tapi, bukannya membalas pesan, Chen justru meneleponku.

"Apa? Kamu ngelihat aku? Hah? Masuk? Apa nggak apa-apa? Oke." Panggilan terputus dan aku menyenggol lengan Ayudia untuk menyadarkannya yang masih bengong di tempat. "Ini udah bener. Chen bilang dia ngeliat kita di CCTV rumahnya. Dan ... kita diminta masuk."

Lagi, Ayudia berdecak kagum, namun pada akhirnya kami berdua masuk dengan penuh keraguan, kecemasan, dan tentu dengan rasa malu.

"Ini nanti kita ngga bakal dituduh maling, kan? Kan ngga lucu."

Aku mendengus pelan. Baru saja akan membalas ucapan Ayudia, seorang lelaki paruh baya menghampiri kami dan meminta kami berdua mengikutinya.

Kekaguman kami nggak berhenti sampai di situ, saat kami masuk ke dalam rumah besar nan megah itu, mulutku dan Ayudia refleks terbuka pelan saking kagumnya. Interior, cat dan perabot rumahnya benar-benar keren. Rasa ingin menyentuhnya satu persatu tentu saja ada, tapi menahan diri tentu jadi pilihan yang tepat karena ... gila aja kalau sampai ada yang rusak. Bisa-bisa aku nggak pulang ke Indonesia karena cuma bayar satu guci antik yang ada di atas lemari itu. Hih!

"Silakan masuk, Nona."

"Ah, Ne. Gansahamnida," ucapku.

"Ne," balasnya laki-laki itu seraya membungkuk sedikit.

"Nggak heran sih Chen dipanggil tuan muda," celetuk Ayudia setelah kepergian laki-laki itu. Aku nggak menggubris ucapan Ayudia karena tiba-tiba teriakan panik dari dalam membuatku terkejut. Aku semakin terkejut ketika tiba-tiba pintu yang ada di hadapan kami terbuka dan memperlihatkan sosok Chen dengan raut paniknya.

"Noona! Ayo! Cepat masuk!"

Belum sempat aku berkata apa-apa, tanganku sudah ditarik sama Chen dan membuatku terpaksa harus mengikuti ke mana dia melangkah.

"Minggir, minggir," teriak Chen panik. Sementara aku ikutan panik karena melihat mereka semua juga panik.

"Noona. Janu tiba-tiba pingsan, dan ... kita nggak tahu harus gimana!"

"Hah?" Cuma itu responku, karena ... otakku benar-benar nge-lag sekarang.

"Ayo, bawa ke sofa dulu." Aku melirik orang yang berdiri di sampingku yang ternyata adalah Brian. Tapi aku harus mengesampingkan kekagumanku karena timingnya nggak pas.

"Ayo, ayo."

Member TCN yang lain kini membawa Janu ke sofa dan membaringkannya di sana. Cukup lama kami menunggu Janu sadar, tapi sudah sepuluh menit menunggu, dia nggak kunjung sadar. Jujur, aku jadi khawatir.

"Apa kita harus menghubungi manajer noona?" tanya Ji Hyun yang sudah memegang ponselnya

"Jangan, jangan. Kita tunggu dulu beberapa menit lagi."

"Tapi gimana kalo hyun kenapa-napa?"

"Kamu jangan bikin takut, dong!" balas Do Hyuk takut.

Nggak ada lagi yang membuka suara, semua sibuk dengan pikiran masing-masing sampai terdengar erangan kesakitan yang berasal dari Janu. Kami pun refleks menatapnya dengan raut kaget sekaligus lega. Aku yang duduk tepat di sampingnya refleks menahan bahunya saat dia mencoba bangun.

"Hyun! Gwenchana?"

"O. Gwenchana. Kepalaku hanya sedikit sakit."

"Kalau begitu, kamu minum dulu. Habis itu kalian makan. Mumpung nasi gorengnya masih panas," ujarku cepat.

"Nasi goreng?" Aku mengerjap pelan karena melihat ekspresi berbinar dari mereka. "Mana? Mana?"

Ayudia lantas menyerahkan kotak bekal itu ke Chen. Dia lalu meminta member TCN lain agar tenang dan tetap di tempat.

"Tenang dulu, dong! Biar pada kebagian."

Aku menatap mereka takjub. Wah, mereka bahkan seketika lupa bahwa beberapa detik yang lalu Janu baru sadar dari pingsannya, dan sekarang mereka sudah berebutan nasi goreng? Daebak!

"Noona, nanti bantu aku membaginya. Karena kalo nggak dibagiin, bisa-bisa ada yang nggak kebagian," pinta Chen pada Ayudia yang duduk nggak jauh darinya. "Lo pada tunggu di sini. Setelah siap, gue bakalan bawa ke sini."

"Yaaah!"

Chen pun akhirnya membawa kotak bekal itu ke dapur, awalnya aku nggak berniat untuk ikut, tapi mengingat aku hanya sendiri di antara member TCN, aku memutuskan untuk mengekor di belakang Chen dan Ayudia.

"Noona, nanti kamu bantu nyuapin Janu hyung, ya?"

"Hah?"


Mark sebagai Brian

***

Wkwkwk sial banget ya tiap mau makan nasi goreng. Ada aja dramanya😅🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top