12. Marahnya Lee Janu

Jujur aku ngetik ini dikit nggak konsen karena abis mantengin Dreamis yang udah konser. Wkwkwk
Monmaap ye kalo typo bertebaran.
Kalo kalian Sijeuni pasti paham lah, yaaa🤭
Btw, di sini yang baca Sijeuni aja atau ada dari fandom lain?😁

.

.

.

Apapun fandom kalian, happy reading🥰

.

.

.

Hingga jam menunjukkan pukul sebelas malam, kedua mataku masih enggan tertutup dan hanya terus menerus menatap plafon hotel seolah di sana ada hal yang sangat menarik. Jika saja plafon itu bisa bicara, mungkin dia bakalan teriak 'Ngapain lu liatin gue mulu? Naksir lo?' dengan nada sewot. Tapi, untungnya hal itu nggak terjadi, karena saat ini aku benar-benar sedang nggak mood ngapa-ngapain selain menatap plafon dan memikirkan rentetan kejadian yang menimpaku hari ini.

"Kenapa lo belom tidur?" Aku hanya menoleh sebentar pada Ayudia lalu kembali menatap ke atas. "Leher lo sakit?"

Aku menggeleng pelan. "Gue nggak pa-pa."

"Lalu?"

"Nggak tahu, belom ngantuk aja." Aku menghela napas panjang. "Gue kepikiran juga sama kejadian hari ini. Bener-bener di luar dugaan."

"Hmm, kalo bisa lo duga, lo cenayang namanya. Sayangnya lo bukan cenayang." Aku tertawa kecil, nggak tahu juga dia sebenarnya lagi melucu atau nggak. "Lo beneran nggak pa-pa, kan?"

"Iya. Lo tidur aja."

Ayudia bergumam nggak jelas lalu ikut mengambil posisi telentang dan menatap plafon. "Gue jadi nggak ngantuk lagi."

"Ikut-ikutan banget, sih."

"Gimana, dong? Ibarat cinta, ngantuk pun nggak bisa dipaksakan."

Aku mendengus pelan. "Halah."

Ayudia terkekeh. "Gue laper, nih, Lav. Lo nggak laper?"

"Laper."

"Kenapa nggak bilang daritadi?!"

Giliran aku yang terkekeh. "Gue terlalu menghayati peran gue hari ini sampai males bangun buat masak."

Ayudia kemudian bangkit dari posisi tidurnya dan menurunkan kedua kakinya dari ranjang. Dia kemudian melirik ke arah jam dinding yang saat ini menunjukkan pukul sebelas lebih tiga puluh lima menit. "Kira-kira jam segini ada yang jual sate nggak, ya? Gue tiba-tiba kangen sate Indonesia."

"Nggak tahu, deh. Gue juga jadi kangen sama sate."

"Perasaan tadi kita udah makan, ya. Kok laper lagi?" Ayudia bergerak menuju dapur dan mencari sisa mi instan yang dibawa dari Indonesia. Yes, secinta itu dia sama mi-nya Indonesia. "Lo mau?"

"Boleh."

Ayudia kembali sibuk dengan mi yang akan dimasak, sementara aku mengambil ponsel dan mengecek pesan yang masuk. Nggak ada yang penting, hanya pesan nggak jelas dari nomor yang nggak dikenal. Tapi ternyata aku salah, setelah membaca beberapa pesan nggak jelas itu, ada satu pesan dari tante Hina.

Tante Hina

Lagi sibuk apa hari ini, Lav? Kamu dateng ke kantor SNS?

"Duh, bilang apa nih gue?"

"Kenapa?"

"Tante Hina ngirim pesan, dia nanya apa hari ini kita ke kantor SNS?"

"Ya jawab aja, sih. Toh, nanti juga tante Hina cepat atau lambat bakalan tahu kejadian yang menimpa lo hari ini."

"Nggak, ah. Nanti aja."

"Oke. Terserah lo aja." Ayudia menaruh mie di atas meja lalu memintaku untuk bergabung bersamanya di sana. "Lo yang rasa soto ayam, ya."

"Oke." Aku mendekat ke arah Ayudia yang sudah mulai mengaduk mi-nya dengan khidmat. "Ini beneran kita ngga dapet makan cukup atau emang karena perut kita yang gentong, ya?"

Ayudia terbahak hingga hampir saja mi yang baru masuk ke dalam mulutnya tersembur keluar. "Kayaknya dua-duanya, deh." Aku tertawa kecil. "Ngomong-ngomong, lo nggak pa-pa kan setelah diomelin sama Ayang Janu?"

"Agak gimana, ya, rasanya. Nano-nano, dah. Baru kali ini gue diomelin sama idol. Apalagi bias gue sendiri."

Flashback

Sebelum Janu mengantarku dan Ayudia ke hotel, mereka memutuskan untuk mampir dulu di salah satu restoran karena Chen dan Ji Hyun tiba-tiba mengeluh lapar. Aku nggak begitu tahu lokasi restoran ini berada di mana, tapi restoran yang disinggahi saat ini benar-benar sepi. Nggak tahu juga apa karena ini sudah terlalu malam atau di restoran ini memang sepi pengunjung. Dari luar aku hanya bisa melihat dua orang yang berada di dalam.

"Ini gimana ceritanya? Kita ikutan masuk?" tanya Ayudia seraya berbisik pelan ke arahku. "Gue nggak bawa duit banyak ini. Restonya juga keliatan mehong."

Aku setuju dengan ucapan Ayudia, meski sepi, restoran ini terlihat begitu mewah dan ... mahal. Terlihat dari interior luarnya saja membuat orang bergaji UMR seperti aku jadi sangsi bahkan untuk menyentuh pintu masuknya saja.

"Apa kita balik duluan aja?"

"Tapi kita kan nggak tahu ini di mana dan nggak tahu juga jalan pulang."

"Iya juga, ya. Tapi kita bisa tanya ke mereka, kan?"

Ayudia mengangguk samar. "Kalo gitu, lo aja deh yang tanyain."

"Hah? Gue?"

"Kalian nggak masuk?" Aku dan Ayudia mengerjap bersama-sama saat Janu tiba-tiba berdiri di hadapan kami. "Kita makan dulu."

"Tapi–" Ucapanku tiba-tiba terputus saat melihat seorang berjaket hitam, celana jeans hitam dan memakai topi yang senada dengan pakaiannya itu berjalan dengan cepat menuju Ji Hyun yang berada nggak jauh dari posisi kami. Aku refleks berlari mendekat ke arah Ji Hyun dan menggandeng tangannya. Terserah jika nanti dia akan menganggapku aneh. Tapi yang terpenting saat ini adalah keselamatannya. "Ji Hyun! Kamu mau makan apa?"

Aku bisa melihat dengan jelas raut terkejut di wajah Ji Hyun saat aku menggandeng tangannya, tapi masa bodohlah.

"Nggg, aku ... belum tahu, Noona," ucapnya dengan nada gugup.

Aku nggak membalas ucapan Ji Hyun lagi, karena kini aku memperhatikan ke sekeliling dan memastikan orang aneh itu nggak ada lagi. Tapi, belum sempat aku menyisir pandangan ke semua lokasi terdekat, tiba-tiba kurasakan lenganku ditarik dengan keras sehingga membuatku otomatis berbalik arah.

"Kamu sudah gila?! Kamu hampir saja tertusuk untuk yang kedua kalinya!"

Aku terdiam sejenak, memperhatikan ekspresi marah seorang Lee Janu. Wajah tegasnya jadi berubah semakin tegas, kedua mata yang biasanya melengkung membentuk bulan sabit kini menatap tajam ke arahku.

Jadi ... dia juga ngelihat orang aneh itu?

***

Omo! Lee Janu esmosi, nih 😄🤭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top