Part 9 - Jatuh

Ingin kembali ke masa sebelum kita saling mengenal.
_____

"Yang rambut baru. Makin cakep aja," goda Alvian saat Jihan baru tiba di kantor.

Jihan melirik sekilas dengan sebal. Jihan sudah menduga bahwa rambut pendek sebahu miliknya akan menarik perhatian. Ditambah lagi Jihan memoles make up habis-habis untuk mempercantik diri secara maksimal. Hari ini ia menggunakan celana bahan warna hitam yang padukan dengan kemeja biru laut.

"Berusaha buat move on, eh?" goda Alvian.

"Jihan, mau gue kenalin cowok nggak?" tawar Mutia.

Jihan meletakkan tas tangannya di atas meja kerja. Ia hidupkan komputer terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Mutia. "Baru juga putus."

"Pak Haikal aja yang baru putus langsung balikan sama mantan, masa lo nggak?" Mei mengompir-ngompori.

"Ganteng lho, Ji." Mutia bergerak ke meja kerja Jihan. Ia sodorkan ponselnya pada Jihan. Tampak foto lelaki tampan di sana.

"Gila lo! Lo mau jodohin gue sama anak SMA?!" pekik Jihan heboh.

Terdengar gelak tawa seisi ruangan.

"Gue nggak mau sama berondong!" tolak Jihan mentah-mentah.

"Ih, dia bukan anak SMA! Kuliah semester lima," jelas Mutia.

"Tetap aja berondong." Sekali lagi Jihan melirik foto lelaki yang ada di ponsel Mutia. Ganteng sih, imut malah sampai Jihan mengira dia anak SMA tadi. Berkulit putih dengan wajah oriental.

"Coba aja dulu ketemuan," saran Mutia. "Walau masih kuliah gini dia punya usaha distro lho, Ji. Punya beberapa cabang."

"Bodo amat," sahut Jihan sambil membuka lembar kerjanya pada power point. Ya kali, dia dijodohkan dengan bocah.

"Dompetnya tebal," rayu Mutia.

Hmmmm, tebal?

"Guanteng," Mutia melebih-lebihkan.

Jihan suka yang ganteng-ganteng.

"Pokoknya top-markotop." Mutia mengangkat tinggi jempolnya.

"Buat gue aja kalau gitu!" sambar Mei semangat.

"Bukannya lo udah punya pacar?" tanya Alvian.

Mei nyengir. "Oh iya, lupa."

"Coba aja dulu kenalan. Hitung-hitung sebagai usaha move on. Biar nggak gabut," ceplos Alvian.

"Siapa yang mau move on?" tanya Haikal. Di saat bersamaan Haikal tiba dan mendengar pernyataan Alvian.

Wajah Jihan memerah karena malu. Ingin rasanya Jihan meninju wajah menyebalkan Alvian yang sukses membuat harga dirinya jatuh. Jihan tidak punya pilihan lain selain menyembunyikan wajahnya di balik layar komputer.

"Apa ada yang sedang patah hati di sini?" tanya Haikal pada seluruh bawahannya.

Dia pura-pura bodoh atau apa? Jihan memutar bola mata dengan malas. Gerakan memutar bola itu berubah kaku saat Jihan tidak sengaja menangkap luka gores di bawah mata kanan Haikal.

"Pak Haikal, kenapa bisa luka?" tanya Mei heboh dan panik. Dia melompat dari kursi kerjanya dan mendekati Haikal. Ingin rasanya Mei mengobati luka itu.

"Pak Haikal, jangan sakit," ungkap Mei dengan mata berkaca-kaca seolah Haikal sedang sekarat.

"Ingat udah punya pacar!" sindir Alvian pada Mei.

Haikal tanggapi dengan senyuman tipis. "Saya baik-baik saja."

"Ya ampun, lengan kemeja Pak Haikal ada darah. Tangan Pak Haikal juga tergores luka dalam dan tak tahu arah jalan pulang. Aku tanpamu butiran debu." Mei semakin ngaco.

Jari Jihan yang semula bergerak di atas keyboard terhenti. Hatinya ingin tahu kenapa Haikal bisa luka-luka begitu. Mati-matian Jihan berusaha untuk tidak melirik pada Haikal.

"Lukanya masih baru ya, Pak? Habis jatuh dari motor? Mau saya ambilkan kotak P3K?" tawar Anita dengan bijak.

Jatuh dari motor? Haikal bawa motor? Kenapa bisa jatuh?

Ah, Jihan ingin tahu.

"Bukan luka serius. Asssh." Haikal meringis saat ia coba menggerakkan tangan kanannya untuk menunjukkan bahwa ini bukan luka parah, nyatanya cukup sakit.

"Bapak sebaiknya periksa ke dokter dulu." Anita menyarankan.

"Bawakan saja P3K ke ruangan saya!" pintah Haikal entah pada siapa. Kemudian dia berlalu menuju ruangannya.

Lima detik selepas Haikal memasuki ruangan. Tidak ada satupun yang berinisiatif untuk mengambilkan kotak P3K untuk Haikal. Mereka saling lirik-lirik, dan lirikan itu berakhir pada Jihan.

Jihan, sana ambil. Kurang lebih begitu arti lirikan mereka pada Jihan.

"Apa? Kenapa?" Jihan pura-pura bodoh.

"Pak Mantan minta P3K." Mutia memainkan alisnya.

"Lo aja yang ambil. Nama gue nggak ada disebut tuh buat ngambil--"

"Jihan," suara Haikal mengudara. "Tiga menit lagi kotak P3K tidak sampai ke ruangan saya, kamu akan saya tuntut kalau terjadi sesuatu yang serius pada luka saya ini!" Haikal keluar dari ruangannya. Mungkin dia jengah karena kotak P3K yang ia nanti-nantikan tak kunjung datang.

Jihan meringis dalam hati. "Baik, Pak."

Rekan-rekan kerja Jihan tersenyum penuh arti. Kemudian mereka bersorak pelan setelah Haikal kembali ke dalam ruangan.

"Sana, obati luka hati Pak Mantan," canda Alvian.

"Jangan sampai baper! Ingat ada berondong yang mau gue kenalin ke lo nanti." Mutia memperingati dengan nada sok serius.

"Ish!" decak Jihan sebal.

*****

Jihan meringis melihat luka gores di lengan kanan Haikal. Laki-laki itu telah menggulung lengan kemeja panjangnya. Luka gores pada siku Haikal cukup lebar.

Haikal duduk di sofa panjang yang sama dengan Jihan. Ada jarak cukup lebar di antara keduanya. Dengan perasaan gugup Jihan remas kotak P3K yang ia bawa.

"Aku jatuh dari motor," beritahu Haikal tanpa diminta.

Walai Haikal tidak katakan sekalipun Jihan sudah tahu.

"Aku boleh minta tolong supaya kamu obati?"

Tidak ada sahutan yang terdengar. Namun tangan Jihan bergerak membuka kotak P3K, ia geser posisi duduknya untuk lebih dekat dengan Haikal. Hal pertama yang Jihan lakukan adalah mengeluarkan kapas dan alcohol untuk membersihkan luka.

Jantung Jihan berdebar kencang saat tangannya mengusap luka di bawa mata kanan Haikal. Dari jarak sedekat ini Haikal benar-benar terasa nyata.

"Niken itu teman aku dari kecil," cerita Haikal.

Mata Jihan semakin dalam menghunus netra Haikal. Awalnya Jihan berniat untuk menarik tangannya, tetapi gerakan Haikal lebih cepat untuk menarik tangan Jihan kembali dan memposisikannya pada luka di bawah mata.

"Niken baik. Orangnya lembut. Ramah. Bahkan pada hewan sekalipun." Haikal lanjut cerita.

Diam-diam Jihan mendengkus dalam hati.

"Sedari kecil kami sudah kenal. Niken itu sudah seperti sahabat bagiku. Lebih dari saudara. Atau kadang musuh saat kami berantem karena hal kecil." Mata Haikal berbinar saat menceritakan tengang Niken.

Harus Jihan akui dia cemburu. Kenapa bukan dia saja yang kenal Haikal sejak awal?

"Pernah dengar bahwa persahabat antara lawan jenis tidak mungkin lebih dari sekedar sahabat?" tanya Haikal.

Jihan malas untuk menjawab. Kini ia beralih pada luka di siku Haikal.

"Dan aku merasakannya. Aku suka Niken lebih dari sekedar sahabat," ungkap Haikal.

Dan di saat itu juga Jihan menekan kuat luka Haikal. Membuat yang punya luka menjerit kesakitan.

"Jihan!" pekik Haikal kesal.

"Apa?! Minta obati saja sana sama Niken!" Jihan melempar kapas dalam genggamannya kesembarang arah.

Sial, mati saja Haikal! Dia sukses menggores luka yang begitu dalam di hati Jihan. Kalau memamg tidak pernah move on dari Niken jangan jadikan perempuan lain sebagai pelarian.

Karena sakitnya itu bukan main.

Tbc

Spam next di sini 👉

Spam ❤ di sini 👉

Lapak untuk julid khusus buat Haikal 👉

👹 Awas ada typo 👹

Ig : Ami_Rahmi98

Bonus foto Jihan lagi galau
👇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top