Part 52 - Cara bahagia
Seperti lirik lagu, "tak perlu khawatir ku hanya terluka. Terbiasa untuk pura-pura tertawa."
_________
"Apa hubungan kamu dan Niken nggak bisa lebih dari sekedar sahabat lama?"
"Aku nggak mau Ma kalau harus dipaksa nikah sama Niken!" debat Haikal.
"Kamu nggak kasihan sama dia? Siapa lagi yang bisa melindungi dia kalau bukan kita? Kalau bukan kamu?" Lily semakin keras kepala. Entah sudah berapa kali mereka berdebat tentang Niken.
"Bukannya pembahasam kita soal Niken udah selesai? Aku setuju Niken masuk ke dalam daftar warisan keluarga kita. Niken masuk ke dalam keluarga kita dan Mama bisa menganggap dia sebagai putri sendiri. Apa itu belum cukup?!" Haikal frustasi.
Lily terdiam. Kesepakatan itu mereka setujui saat Haikal pulang dari kampung halaman Jihan, selepas kecelakaan tepatnya.
Namun entah kenapa Lily tidak puas. Harapannya ingin Niken yang jadi pendamping Haikal.
"Aku udah coba, Ma. Perasaan aku pada Niken sudah berubah. Aku hanya mau Jihan," jelas Haikal coba untuk tetap sabar.
Haikal kira keputusan ibunya tidak akan goyah lagi untuk menerima Jihan dengan kesepakatan Niken menjadi bagian dari keluarga mereka, maksudnya Niken dianggap putri sendiri dan masuk dalam penerima warisan. Bahkan Haikal sudah pergi ke notaris ketika pulang dari kampung halaman Jihan untuk memindahkan beberapa aset atas nama Niken.
"Supaya pikiran Mama lebih tenang sekalian saja Niken dimasukkan dalam Kartu Keluarga kita."
"Tapi sebagai istri kamu," sahut Lily.
Bagian belakang kepala Haikal terasa tegang. Ibunya sama sekali tidak bisa diajak kompromi.
"Aku peduli Niken, Ma. Sangat peduli. Kalau dia butuh aku, aku janji akan selalu ada. Tapi bukan dengan jalan pernikahan." Mata Haikal menyorot serius.
Lily menghela napas berat.
"Mama mau coba mengenal Jihan?" tawar Haikal.
"Kamu ingat saat perempuan itu datang ke acara keluarga kita? Dia terlihat ogah-ogahan. Dia bahkan pulang begitu saja tanpa menyapa Mama. Bukan hanya sekali dua kali, tapi setiap acara keluarga."
"Itu karena ada Niken. Jihan merasa dia kurang diharapkan." Haikal menjelaskan.
"Alasan saja. Dia kelihatan nggak suka sama keluarga kita, terutama sama Mama," debat Lily.
"Itu karena Mama dan Jihan belum saling mencoba." Haikal memberi pengertian.
Lily diam tidak memberi belasan. Tangan wanita itu sibuk menata meja makan untuk sarapan pagi ini.
"Ma, Jihan nggak seburuk yang Mama bayangkan."
"Tapi nggak sebaiknya yang kamu pikirkan juga! Ck, berusaha untuk dekat sama Mama saja dia nggak mau," cibir Lily sengit.
"Kalau aku bawa Jihan ke sini Mama mau mencoba dekat dengan dia?"
Ibu Haikal tersenyum remeh. Tidak mengiyakan dan tidak juga menolak.
********
Mata Niken terlihat bengkak dan sembab, ini hari keempat setelah kematian Bams. Rasa sedih Niken belum sirna, atau tepatnya tidak akan pernah sirna. Bams memang terkenal jahat, tetapi kepergian laki-laki itu tidak merubah keadaan menjadi baik. Nyatanya Niken masih jadi orang yang begitu menyedihkan.
Niken keluar dari kamar yang sering ia tempati ketika menginap di rumah Haikal. Suasana rumah pagi ini begitu tenang. Haikal terlihat meminum kopi di meja makan. Ibu Haikal sedang memasak dibantu pekerja di rumah mereka, sementara Ayah Haikal sedang berada di luar kota.
"Pagi, Niken," sapa Lily sembari menghampiri Niken.
Niken tersenyum senduh.
"Ayo sarapan dulu. Mau apa?" tanya Lily perhatian.
"Nanti saja, Tante. Aku belum lapar," elak Niken.
"Makan sedikit, nanti kamu sakit!" suara Haikal mengudara.
"Tuh dengerin kata Haikal. Tante panggangin roti ya?"
"Roti tawar biasa aja, Tan."
Lily dengan cekatan mengambil roti tawar dan selai coklat. Wanita itu mengoles selai di atas roti dengan sabar. "Anggap kami keluarga kamu sendiri. Jangan terlalu larut dalam kesedihan, Sayang."
"Iya, Tante."
"Oh, iya. Tadi Tante dan Haikal baru saja merencanakan makan malam bersama Jihan. Kamu mau ikut?"
Haikal sontak menoleh pada ibunya. Menatap dengan pandangan tidak habis pikir. Tadi perjanjiannya tidak mengajak siapapun dalam acara ini kecuali keluarga inti.
"Niken kan juga bagian dari keluarga ini," tambah Lily sambil tersenyum penuh arti.
Haikal menghela napas.
"Kapan, Tante?" tanya Niken.
"Mungkin minggu depan. Belum pasti juga, soalnya Jihan masih di kampung halamannya. Kamu mau ikut, kan?"
"Boleh."
Haikal merasakan kepalanya semakin berdenyut mendengar percakapan antara Ibunya dan Niken.
Tbc
Makasih banyak udah baca sampai sejauh ini.
Untuk part lengkapnya ada di versi novel.
Novel Pemeran Utama lagi open PO di coconut books ✨️
Ayo cepat CO krn harga perpaketnya MURAH ‼️‼️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top