Part 51 - Dia yang lemah
Hai, hai aku balik lagi.
Spam nama kalian 👉
Part ini kita bakal selesaiin masalah Bams, aku harap kalian kasihan sama Niken. Jan dijuhat terus huhuhu🥲
Pegang tanganku.
_____
"Becanda kamu nggak lucu!" Niken terlihat salah tingkah.
"Aku serius, Kak," kata Dirga dengan yakin. "Lupakan Pak Haikal! Kita mulai semua dari awal."
Niken akui perasaannya tersentuh. Entah sudah berapa lama Niken tidak merasakan yang namanya diinginkan oleh seorang laki-laki. Terakhir Niken menjalin hubungan dengan Haikal, setelah itu dia tidak pernah dekat dengan siapapun lebih dari seorang teman.
"Dirga, perasaan seseorang bukan mainan. Jangan kamu buat ini lelucon!" tegur Niken.
"Aku serius soal perasaan!" tegas Dirga. Matanya menyorot pada Niken tanpa keraguaan, membuat perasaan Niken semakin tidak menentu.
Niken terbuai. Tidak dapat Niken pungkiri dadanya berdebar setelah sekian lama. Rasa sakit yang selama ini Niken rasakan untuk mendapatkan hati Haikal seolah sembuh. Ini yang Niken harapkan sejak lama, seseorang yang mencintainya.
"Jangan bohong, Dirga! Kamu nggak mungkin suka sama seseorang kayak aku." Niken berusaha menyakinkan diri, berusaha untuk tidak ragu bahwa Dirga memang menginginkannya.
Sorot mata Dirga semakin tajam. "Aku tahu ini mendadak untuk Kak Niken. Tolong pertimbangkan lagi."
Dan Dirga tahu ini mungkin terdengar jahat. Dari hati yang paling dalam dia tidak menginginkan Niken lebih dari seorang adik kepada kakak. Namun mendengar Niken yang ingin merebut kebahagiaan Jihan terutama tentang Haikal membuat Dirga merasa harus melakukannya. Biar dia yang menjaga Niken. Biar dia yang berkorban perasaan.
Dirga rela demi kebahagiaan dan ketenangan Jihan.
"Jangan bergantung lagi sama Pak Haikal, sekarang ada aku," janji Dirga. Dalam hati dia berulang kali bergumam tidak apa-apa.
Mata Niken berkaca-kaca. Setelah sekian lama tidak ada yang nginginkan dirinya, akhirnya ada yang bersedia selalu ada di samping Niken. Benarkah ini?
"Aku janji kasih yang terbaik untuk Kak Niken," tegas Dirga.
"Jangan kecewain aku, Dirga."
Dirga mengangguk. "Nggak ada salahnya untuk mencoba, bukan?"
Niken awalnya diam, tapi beberapa detik kemudianndia mengangguk.
"Terima kasih untuk kesempatannya." Dirga tersenyum lebar.
Ponsel milik Niken bergetar. Ada panggilan masuk, tertera nomor yang tidak dikenal pada layar ponsel Niken.
"Siapa, Kak?" tanya Dirga.
Niken menggeleng. "Nomer baru."
Jari Niken bergerak menggeser icon berwarna hijau. Lalu menempelkan benda kecil itu di telinganya.
"Halo?" sapa Niken.
"Dengan Saudari Niken? Keluarga dari Pak Bams."
"Ya, benar saya Niken."
"Kami dari pihak kepolisian. Pak Bams ditemukan bunuh diri di kamar kost-nya."
Lutut Niken seketika lemas. Ia hampir saja ambruk jika Dirga tidak meraih tubuhnya. Pandangan Niken mendadak kabur untuk sesaat.
"Jenazah ada di rumah sakit Sinar Medika."
Isak tangis Niken terdengar pelan, tapi begitu pilu dan dalam. Tangan Niken dengan gemetar mematikan sambungan telpon. Lihat, betapa Tuhan begitu tidak adil pada Niken? Harapan yang sedikit terlihat karena janji Dirga dihempas mundur oleh keadaan.
"Dirga," bisik Niken lemah.
"Kenapa, Kak?"
"Sekarang aku benar-benar sendirian. Sendirian. Aku nggak punya keluarga." Air mata Niken jatuh.
"Ada apa, Kak?" tanya Dirga tidak paham.
"Bams bunuh diri. Dia benar-benar pergi jauh sekarang." Niken terisak sedih.
Dirga mengusap bahu Niken dengan lembut, coba memberi kekuatan. Ini pasti berat bagi Niken, sangat berat. Bagaimanapun Bams itu keluarga kandung Niken satu-satunya yang dia miliki.
"Yang sabar, Kak. Ada aku di sini, aku nggak akan ninggalin Kak Niken apapun yang terjadi." Dirga merengkuh Niken.
Dalam dekapan Dirga Niken hanya dapat menangis.
"Ayo, kita ke rumah sakit sekarang."
Niken mengangguk. "Aku mau hubungin Haikal dulu."
"Biar aku yang kasih kabar ke Pak Haikal," cegah Dirga.
Dirga bergegas menuju lantai atas, mengambil kunci mobilnya dengan terburu-buru. Tak lupa ia menarik beberapa lembar tisu dari atas meja kerjanya untuk diberikan kepada Niken. Begitu turun kembali ke bawah Dirga melihat karyawan lain mengerumuni Niken memberi ucapan turut berduka.
Dirga berdiri di atas tangga. Memperhatikan Niken yang tampak rapuh. Perempuan itu memang terlihat lemah, membuat siapa pun ingin berusaha melindunginya.
Mugkin saat ini Dirga melakukan semua kebaikan untuk Niken demi menjaga Jihan. Tidak tahu kalau besok atau besoknya lagi, mungkin saja Dirga akan jatuh cinta sungguhan.
********
"Saya nggak mau putus pokoknya. Kalau kamu mau putus, putus saja sendiri," omel Haikal. Pagi ini dia kembali berantem dengan Jihan.
"Ya sudah, pacaran aja sana sendiri!" balas Jihan tidak mau kalah.
Jam segini Haikal seharusnya berangkat kerja. Butuh waktu tambahan untuknya mempersiapkan diri. Sebelum memulai aktivitas Haikal ingin memastikan hubungannya dengan Jihan yang kemarin minta putus.
"Jangan minta putus dong." Tanpa sadar Haikal memakai nada memelas.
"Gimana nggak minta putus? Nyokap lo aja nggak setuju sama gue."
"Makanya kita berjuang," tegas Haikal.
"Kita? Lo aja kali gue nggak."
Bukannya merasa kesal, Haikal justru merasa gemas mendengarnya. Tanpa dapat Haikal cegah senyumannya tercipta.
"Tante Lily minta Niken jadi bagian keluarga kalian. Kamu tahu itu artinya apa? Tante Lily mau lo nikah sama Niken! Terus gue ini lo anggap apa?" ungkap Jihan kesal.
"Jangan mikir terlalu jauh! Kita baikan, ya?" bujuk Haikal dengan sabar.
"Haikal!" Pintu kamar Haikal tiba-tiba dibuka secara paksa. Lily muncul dengan wajah khawatir. "Bams bunuh diri."
"Apa?!" Haikal terkejut.
"Cepat kamu hubungin Niken. Kasihan dia! Dia pasti sangat terpukul."
"Iya, Ma!"
"Jihan, nanti saya hubungin lagi," kata Haikal pada Jihan.
"Ada apa, Haikal?"
Haikal mematikan sambungan telpon dengan Jihan secara sepihak. Sebelum menghubungi Niken, Haikal melihat ada pesan masuk pada ponselnya dari Dirga, laki-laki itu memberi kabar yang sama dengan ibunya.
"Mama dapat kabar dari siapa?" Haikal bertanya.
"Tadi Niken chat Mama. Tapi Mama telpon balik nggak diangkat. Mama khawatir, Haikal. Masalah selalu aja ada dalam hidup Niken."
Wajah Haikal ikut panik. Dengan cepat dia meraih kunci mobil di atas nakas. Haikal dan Lily bergegas menuju alamat yang Dirga kirimkan.
Haikal yang sedang menyetir menaruh ponselnya di dekat persneling mobil. Beberapa kali tertera nama Jihan pada layar ponselnya. Bukan bermaksud mengabaikan, tapi keadaan tidak memungkin bagi Haikal menjelaskan pada Jihan saat ini.
"Niken," panggil Lily sesampainya di depan kamar jenazah. Ada Niken yang sedang menangis, dan Dirga yang terlihat berusaha menenangkan Niken.
Niken langsung memeluk Lily dengan erat. Keduanya menangis bersama.
Haikal memotret momen itu, lalu mengirimkannya pada Jihan sebagai bukti.
Gue turut berduka
Begitu pesan balasan dari Jihan. Tanpa membalas Haikal mematikan ponselnya.
Sementara itu Jihan duduk di atas ranjang kamarnya masih setia menunggu balasan dari Haikal. Jujur Jihan ikut berduka, tapi Jihan jauh lebih kasihan pada dirinya sendiri.
"Semoga Niken nggak banyak drama setelah ini," gumamnya.
Tbc
Makasih banyak udah baca sampai sejauh ini.
Kalian luar biasa 😘😘😘
Spam next 👉
Btw bentar lagi aku mau post cerita baru. Judulnya KISAH SEDIH DI HARI MINGGU. Nanti mampir ya 😉 awas aja kalau nggak mampir. Aku ngambek nih 🙃 candaaa
Spam ♥️
Spam 🐛
Ig : ami_rahmi98
☠ Awas ada typo ☠
☠ awas ada Sule. Prikitiw! ☠
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top