Part 5 - Nanti Kita Bicara Tentang Luka

Tes, tes, tes satu dua tiga......

Yuhuuu aku balik lagi bareng Haikal dan Jihan.

Say hi dulu dong 👉

Spam ❤ di sini 👉

Kalian baca cerita ini jam berapa? 👉

Happy reading ❤

Badai pasti berlalu, tapi ingat, masih ada angin topan, gempa, longsor bahkan tsunami.
_______

Jihan kembali ke kantor sekitar pukul sebelas siang. Sejak pagi dia keluar untuk memperbaharui kontrak kerja dengan salah satu talent yang dipakai perusahaan tempat Jihan bekerja sebagai brand ambasador produk kopi. Hari ini Jihan belum bertemu Haikal sama sekali.

"Kerja lembur bagai kuda, sampai lupa orangtua." Jihan membuang napas lelah sembari mendaratkan bokong di kursi kerjanya.

Untuk memberikan banyak cuan pada perusahaan yang sudah kaya raya Jihan terpaksa berurusan dengan artis yang banyak maunya. Syukur-syukur Jihan ikutan kaya, yang ada ia sakit, stress apalagi. Belum lagi mikirin masalah percintaannya yang runyam.

"Waduh cakep banget!" Alvian berujar heboh dari balik kubikelnya. "Anjir, ternyata gue!" Alvian sedang berkaca pada kamera ponsel.

Jihan melirik Alvian sekilas. Bodo amat, pikirnya.

"Penyakit narsisnya benar-benar nggak ketolong. Bikin suasana jelek." Mutia melirik Alvian ngeri.

"Ayo dong yang semangat kerjanya. Pada loyo-loyo banget. Buat rencana hidup yang pasti. Lulus kuliah. Dapat kerja. Menikah. Meninggal. Terus masuk surga," canda Alvian.

"Terus hidup bahagia selama-lamanya," lanjutnya.

"Tamat!" sambungnya lagi.

"Serah lo deh, Vian. Yang penting gue tetap cantek," balas Mutia dengan nada malas.

"Udah beres, Ji?" tanya Mei, dia sengaja mendatangi meja Jihan.

"Aman. Gue nggak bakal kena semprot lagi," canda Jihan.

"Sayangnya lo bakal kena semprot sebentar lagi." Mei menatap dengan pandangan nestapa.

"Lo sejak tadi pagi dicari Pak Haikal. Pak Haikal bilang temui dia begitu lo balik ke kantor." Mutia menyampaikan pesan Haikal. Sejak tadi Jihan sudah menjadi buronan Haikal.

"Sekarang?" Jihan tidak yakin.

"Iyalah!" sahut Mutia.

"Harus ya sekarang banget?" Jihan menunjukkan ekspresi setengah hati.

"Sekarang banget!" tegas Mutia.

Kaki Jihan melangkah dengan berat hati memasuki ruangan Haikal.

"Permisi, Pak," sapa Jihan sembari membuka pintu ruangan Haikal.

"Masuk."

Jihan segera mendekat. Dia berdiri tepat di depan meja Haikal.

"Sudah beres pembaharuan kontrak kopi?"

"Hm," jawab Jihan singkat.

"Bisa segera kirim ke email saya file-nya untuk saya cek terlebih dahulu sebelum di-acc?" Haikal memang jagonya untuk urusan pekerjaan. Di saat seperti ini dia baru banyak bicara pada Jihan.

"Hm," jawab Jihan dengan nada yang sama seperti sebelumnya.

"Bisa kita bicara diluar pekerjaan?" Jihan mengalihkan pembicaraan.

"Tidak ada istilah pembicaraan pribadi saat jam kerja," sahut Haikal. Matanya tidak lepas dari layar laptop.

"Tapi cuma di saat seperti ini kamu mau bicara sama aku," decak Jihan.

"Apa yang mau kamu bicarakan memang penting?"

"Penting!" sambar Jihan cepat. "Buat aku ini penting. Tapi mungkin bagi kamu ini hal sepele."

Akhirnya Haikal menatap Jihan, tepat pada dua bola mata perempuan itu. Ada kemarahan yang Haikal dapati.

"Aku nggak tahu maksud kamu apa, Haikal. Buat apa kamu ikat aku dalam satu hubungan, saat prioritas kamu bukan aku? Apa aku ini cuma bahan coba-coba buat kamu saat dulu Niken pergi? Pelarian." Mata Jihan menyorot sedih.

Haikal tarik satu ujung bibirnya. "Pemikiran dari mana itu?"

"Hasil pemikiranku karena sikap kamu," jawab Jihan tanpa berpikir dua kali.

"Pemikiran yang kekanakan," sahut Haikal.

Jihan benci dirinya yang tidak begitu mengenal Haikal. Di saat seperti ini, di saat wajah Haikal tanpa ekspresi dia tidak bisa membaca isi pikiran laki-laki itu. Tidak bisa menerka isi hati Haikal.

"Sekarang Niken ada di depan mata kamu. Kenapa kalian nggak balikan aja? Apa karena aku? Ngomong baik-baik kalau kamu memang masih sayang sama dia. Bukan gini caranya!" ungkap Jihan dengan nada menggebu.

"Pada intinya aku nggak ada hubungan dengan Niken!" tegas Haikal.

"Iya, aku tahu kalian nggak ada hubungan. Tapi kalian saling sayang!" Jihan mendebat.

"Aku kenal dia sejak lama, Jihan! Jangan jadikan Niken alasan kita bertengkar," balas Haikal dengan nada tegas.

"Sikap kamu ini buat aku ragu. Harusnya kamu lebih terbuka sama aku tentang Niken. Aku sibuk sendiri menerka apa kamu mau balikan sama dia atau enggak? Apa aku cuma sebatas pelarian atau bagaimana?" ungkap Jihan.

"Kalau kamu mau pergi dari hidup aku mending pergi aja. Nggak enak diginiin sama kamu!" tandas Jihan dalam satu tarikan napas.

Tidak adanya jawaban dari Haikal membuat Jihan semakin kecil hati. Dia tarik langkah kakinya untuk meninggalkan ruangan Haikal.

"Kita bicara nanti!" Haikal menatap Jihan dengan serius, tatapannya mengiringi kepergian perempuan itu.

"Saya akan segera kirim email-nya, Pak." Jihan tersenyum formal sebelum benar-benar meninggalkan ruangan Haikal.

*****

"Besok Jihan ulang tahun!" teriak Mutia dari balik kubikelnya. Ia renggangkan ototnya yang tegang selama bekerja.

Jam pulang telah tiba.

"Lho, bukannya bulan kemarin ya? Gue kira tanggal 1 Mei." Mei balas bertanya dengan nada polos.

"Itu sih ulang tahun lo!" Anita menimpali. Ia mendekat ke kubikel Jihan. "Jadi gimana, Ji? Kita makan-makan atau bakar-bakaran?"

"Bakar kalori kali ah!" Alvian ikut mendekat ke meja kerja Jihan. "Besok udah pasti makan mahal. Secarakan ada Pak Bos yang traktir."

Mood Jihan seketika rusak saat Haikal disinggung. Jika bukan karena teman-temannya ingat tanggal ulang tahun Jihan, dia mugkin akan lupa.

Dan Jihan tidak yakin Haikal tahu tanggal ulang tahunnya. Masalah tadi siang belum selesai di antara mereka. Sungguh, Jihan tidak berharap banyak tentang apapun dari Haikal. Apalagi masalah ulang tahun.

"Tahun ini perayaan ulang tahun Jihan harus meriah. Mei, cari restoran paling mahal buat ngerayainnya," suruh Mutia semangat.

"Jihan jadi ulang tahun besok?" Pertanyaan Mei membuat kesal.

"Iyalah jadi!"

"Kan ngerayainnya udah tahun kemarin," sahut Mei lagi.

Mutia dan Anita elus dada mendengar perkataan Mei. Harus banyak-banyak sabar memang kalau ngobrol dengan Mei.

"Pak Haikal mau pulang?" Alvian basa-basi saat Haikal keluar dari ruangannya, melintas dari tempat mereka ngobrol.

Haikal melirik sekilas, sementara Jihan tidak berani menatap. Mereka berdua masih dalam mode tidak baik-baik saja.

"Pak Haikal, besok ada yang ulang tahun, tapi bukan saya," seloroh Mei.

"Oh ya. Siapa?"

Pertanyaan Haikal sukses membuat orang-orang terdiam. Jika Haikal hanya bercanda dan pura-pura tidak tahu jelas tidak lucu sama sekali. Wajah Haikal terlalu serius untuk menganggap kata siapa yang terucap dari bibirnya sebagai sebuah candaan.

"Gue dengar suara hati yang retak," ceplos Alvian polos.

Pelan-pelan Alvian mengambil langkah menjauh dari kubikel Jihan. Alvian ambil tas kerjanya dan buru-buru pulang, Alvian tidak ingin terlibat dalam drama apapun.

"Siapa yang ulang tahun besok?" tanya Haikal lagi.

"Saya!" jawab Jihan sambil berdiri. Dan kemudian ia pergi begitu saja meninggalkan ruangan kerja.

Haikal terdiam. Merasa tertampar. Besok Jihan ulang tahun? Benarkah?

"Saya duluan ya semua." Mei mengambil langkah hati-hati keluar ruangan sambil terkekeh tidak jelas.

"Mei, tunggu!" Anita menyusul Mei dengan panik.

"Misi, Pak."

"Duluan, Pak."

"Mari, Pak Haikal."

Dan hanya Haikal yang tersisa bersama rasa ketidaktahuannya tentang Jihan.

Niken
Nggak lupakan besok hari apa?
Yuhuuu aku ulang tahun

Haikal tidak mungkin lupa besok hari ulang tahun Niken, juga.

Tbc

Spam next di sini👉

🛇 Awas ada typo 🛇

ig : ami_rahmi98

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top