Part 42 - Ditolak
Hai, hai ada yg kangen Jihan?
Cek semangat dulu. Ketik aaaaaa 👉
Spam nama Jihan 👉
Spam nama Niken 👉
Spam nama Haikal 👉
Spam nama Dirga 👉
Ada fans tuan tanah?
Jangan lupa baca doa sebelum baca yaaaa. Tenang aja part ini gk nyesek kok 😉
Happy reading ❤
Jika aku adalah seseorang paling buruk yang pernah kamu temui, aku minta maaf.
_____
"Jangan buat masalah!" Jihan melotot garang pada Haikal. Mewanti-wanti agar laki-laki itu tidak melakukan sesuatu yang dapat membuat kekacauan.
Haikal memasang wajah tanpa ekspresi.
"Kalau sampai Ayah tahu lo ada sini, bisa habis gue." Jihan lanjut mengomel.
"Saya tidak peduli."
"Tapi gue peduli." Jihan keluar dari dalam kamar. Membanting pintu dengan kuat sebagai lampiasan kekesalannya.
Haikal sudah dikurung, sekarang waktunya Jihan menghadapi laki-laki lain yang bernama Remi. Risiko orang cantik memang dikekelilingi laki-laki tampan.
Jihan mempersilahkan Remi untuk masuk. Dengan sangat sopan Jihan meminta Remi duduk di sofa sederhana milik keluarganya. Remi tidak mengeluarkan sepatah kata pun untuk membalas sambutan Jihan sebagai tuan rumah.
"Rem!"
"Rem!"
"Dih, sok nggak dengar," Jihan berdecak. Yang dipanggil Rem tidak menoleh sama sekali.
"Rem!"
"Memangnnya saya Rem mobil? Rem motor? Rem blong?" Remi mencak-mencak tak karuan.
Jihan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bermaksud membuat panggilan special, malah jadi aneh begini.
"Bukan gitu."
"Bukan gitu, tapi gini." Remi memotong perkataan Jihan.
Jihan melirik was-was ke arah pintu kamar tamu. Di sana masih ada Haikal yang terembunyi. Kalau sampai ketahuan bisa panjang urusannya.
"Rem, gimana kalau kita jalan-jalan keluar aja?" tawar Jihan.
Rencananya Jihan akan mengajak Remi pergi keluar rumah. Lalu dengan bantuan ibunya Jihan akan meminta untuk memindahkan Haikal ke tempat yang lebih aman.
"Nggak ada jalan-jalan keluar! Hari ini kita tes wawasan kebangsaan," balas Remi sambil mengeluarkan buku bersampul hitam kramat miliknya.
"Tes wawasan kebangsaan?" ulang Jihan tak yakin.
Apa ini sejenis tes CPNS?
"Kita harus harus memiliki wawasan yang luas untuk nanti diwariskan kepada anak-anak kelak. Harta bisa habis, tapi ilmu pengetahuan tidak akan pernah habis bahkan hilang."
"Pemikiran yang bagus, sih. Tapi gue belum belajar." Jihan bingung sendiri.
"Bisa kita mulai?"
"Besok aja deh. Kita jalan-jalan keluar aja hari ini." Jihan ngeles seperti bajay.
"Sebutkan emat pilar kebangsaan!"
Duh, kalau salah jawab bisa dihujat nih gur, batin Jihan.
"Satu soal tiga menit," tambah Remi.
"Ehmm--" perkataan Jihan terpotong.
Terdengar suara benda jatuh dari arah kamar tamu.
Membuat Jihan menoleh. Remi juga. Mata tajam Remi semakin menajam, lebih tajam dari pada silet.
Haikal, kampret! maki Jihan.
"Kamu tidak menyembunyikan selingkuhan di dalam kamar itu, kan?"
Jihan terbatuk-batuk mendengar pertanyaan random Remi yang tepat sasaran. Seketika raut wajah Jihan menegang.
"Mungkin itu tikus yang jatuhin entah apa. Kan kamar tamu udah lama nggak kosong," jelas Jihan dalam satu tarikan napas.
Lalu tiba-tiba terdengar suara bersin.
"Tikusnya lagi bersin!" Jihan menambahkan dengan cepat.
"Saya tidak bodoh!" Remi menutup buku catatan hitam miliknya. Apa itu artinya tidak jadi tes wawasan kebangsaan? Alhamdulillah.
"Kita tes wawasan sekarang!" Jihan menarik lengan Remi yang akan beranjak. Lebih baik tes wawasan daripada Haikal digrebek.
"Besok saja," sahut Remi. "Saya penasaran jenis laki-laki seperti apa yang kamu sembunyikan."
Mata Jihan berkaca-kaca karena takut. Ingin bersembunyi di balik punggung ibunya yang tadi begitu semangat ingin menyembunyikan Haikal. Entah di mana beliau sekarang. Katanya mau masak, tapi tidak ada tanda-tanda keributan di dapur. Jihan curiga ibunya pergi ngerumpi ke rumah tetangga.
Remi berjalan menuju kamar tamu, setiap langkah laki-laki itu tak luput dari pengawasan Jihan. Tangan Remi meraih gagang pintu, pintu ruangan terbuka dengan perlahan.
Jihan deg-degan. Remi penasaran. Sementara Haikal, entahlah.
"Tidak ada siapa-siapa di sini. Jadi suara siapa tadi itu?" Kening Remi berkerut bingung.
"Nggak ada siapa-siapa?!" Jihan memekik heboh dan ikut memeriksa. Kosong. Ruangan itu kosong.
Ke mana Haikal pergi? Jihan jadi cemas.
*******
Menjelang malam Remi baru pulang. Karena mood yang rusak Remi tidak jadi melancarkan aksi melakukan tes wawasan kebangsaan. Otak Jihan yang goblok terselamatkan.
Tidak berapa lama setelah kepulangan Remi akhirnya Ibu Jihan menunjukkan diri. Beliau memasuki rumah dengan wajah sumringah.
"Ibu dari mana, sih?" tanya Jihan dengan nada setengah menangis. Tadi dia begitu panik saat Haikal akan ketahuan oleh Remi.
"Tenang aja! Nak Mikail udah aman. Tadi ibu ajak dia keluar lewat jendela. Sekarang ibu sembunyikan di rumah Pak RT," cerita Ibu Jihan.
"Di rumah Pak RT?" ulang Jihan.
Ibu Jihan mengangguk antusias.
"Pak RT kan ayahnya Remi, Bu." Jihan tidak punya pilian lain selain menangis.
"Oh iya, lupa!" Ibu Jihan nyengir.
Dan Jihan mencium bau-bau masalah.
******
Kedua pasang mata itu saling menyorot tajam. Menghunus dengan tatapan paling mematikan masing-masing, kalau saling tatap dapat membunuh mungkin kedua laki-laki ini akan membunuh satu sama lain.
Haikal duduk dengan penuh percaya diri di kursi teras rumah belakang rumah keluarga Remi. Ibu Jihan yang mengantarnya ke sini. Sementara Remi terkejut dengan kehadiran Haikal begitu pulang dari ke rumah.
Apa yang dilihat Jihan dari laki-laki ini? batin Haikal dan Remi berbarengan sambil mengusap dagu masing-masing.
Dilihat dari sudut mana pun jelas saya lebih tampan, lanjut mereka bersamaan.
"Silakan diminum." Remi basa-basi.
Haikal meraih teh yang disajikan untuknya. Ia sesap pelan dengan gaya ala-ala orang kaya.
"Kita belum menyapa dengan benar terakhir bertemu. Perkenalkan, nama saya Remi Sultan Bumi. Calon Jihan." Remi tidak kalah percaya diri.
"Ya! Sudah tahu." Haikal tidak membantah.
"Kalau boleh tahu apa motivasi kamu datang ke mari?" tanya Remi dengan nada seorang interviewer khasnya.
"Apa perlu saya perjelas tujuan saya?" Haikal mengangkat alisnya penuh tanya.
Tawa nyaring Remi terdengar nyaring. "Mundur saja saran saya. Biar Jihan bahagia dengan pilihannya. Tidak boleh memaksa. Tidak boleh egois. Dia juga berhak menentukan pilihannya sendiri."
Haikal diam dan melabuhkan pandangan pada lantai. Tidak ada hal menarik di sana.
"Kamu terlalu banyak menyakitinya. Sekarang giliran saya yang membahagiakannya." Remi serius soal ini.
Hati Haikal seperti tertampar. Tidak ingin melihat Jihan bersama yang lain, tapi menahan Jihan pasti juga akan menyakitkan bagi perempuan itu.
Pembicaraan keduanya terhenti kala langkah kaki terdengar mendekat. Keluarga Jihan dan keluarga Remi datang. Hal pertama yang menarik perhatian Haikal adalah wajah tak suka Ayah Jihan.
"Sepertinya banyak terjadi salah paham di sini. Biar saya jelaskan--"
"Tidak ada salah paham!" Haikal memotong perkataan Remi. "Saya datang jauh-jauh ke mari memang untuk Jihan."
Jihan menatap Haikal dengan pandangan tidak percaya. Mereka sudah berakhir dengan cara baik-baik, apa lagi yang Haikal harapkan?
Haikal menegapkan bahu. "Saya akan coba peruntungan satu kali lagi. Om, saya ingin melamar Jihan dengan cara baik-baik."
Mata Haikal dan Ayah Jihan saling tatap.
Ingin sekali Jihan menjawab, bismillahhirahmanirrahim atas izin Allah dan restu Mama Papa-- oh ayolah, ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda.
"Tidak saya izinkan!" jawab Ayah Jihan mantap.
Tbc
Spam next
Spam ❤
Part depan kita ketemu Niken ya. Ada yang kangen Niken?
Btw, endingnya kalian harapkan Jihan sama siapa?
Satu konflik terakhir sebelum ending. Udah siap???
Aku mau buat GC PEMERAN UTAMA kloter ke-2. Buat yang mau gabung DM aku yaaa
Share cerita ini keberbagai sosial media kalian supaya yg lain bisa baper baperan bareng.
Ig : ami_rahmi98
👉 Awas ada typo 👈
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top