Part 39 - Semua Ada Penawarnya
Hai...... aku balik lagi. Ada yang kangen?
Tes semangat dulu. Ketik Aaaaaaaa 👉
Udah pada mandi belum?
Spam nama Jihan 👉
Spam nama Niken 👉
Spam nama Haikal 👉
Spam nama Dirga 👉
Spam PEMERAN UTAMA 👉
Jangan lupa komentar di setiap paragraf ya ❤
Happy reading 😘
Seperti lirik lagu, "ku berjanji untuk menutup pintu hatiku entah untuk siapa pun itu."
________
"Apa harus secepat ini, Kak?"
"Kenapa harus secepat ini gue kehilangan lo?"
"Jangan tinggalkan gue sendiri."
"Semoga tenang di sana."
"Heh, Bambwang! Gue mau pulang kampung. Bukan pulang ke sisi Tuhan." Jihan berujar dengan nada sewot menanggapi semua kalimat perpisahan dari Dirga.
Walau bercanda, Jihan tahu Dirga sedih atas kepergiaannya. Terlihat dari sorot mata laki-laki itu. Dirga bahkan sengaja mendatangi kos Jihan pagi ini untuk mengantar kepergian Jihan.
"Ini." Dirga menyerahkan sebuah boneka ulat bulu warna hijau pada Jihan. "Kenang-kenangan."
Jihan tersenyum samar. Sederhana, tapi terlihat sangat manis. Boneka ulat bulu yang tidak pernah sampai ke tangan Jihan.
"Walau singkat, tapi bisa kenal sama Kak Jihan adalah sesuatu yang indah," ungkap Dirga sungguh-sungguh.
"Sumpah, lo nggak cocok banget ngegombal." Jihan memukul lengan Dirga sebelum menerima boneka yang Dirga sodorkan.
"Gue bakal kangen banget. Banget-banget." Dirga memelas.
"Belajar yang rajin. Jangan sering bolos kampus. Harus bisa bagi waktu antara kampus, organisasi sama distro. Jangan sering PHP sama perempuan!" nesehat Jihan.
Dirga menikmati wajah Jihan sebelum berpisah. Merekam sebaik mungkin dalam benak Dirga.
"Jangan nakal!" Jihan menutup wejangannya.
"Jihan ayo, Nak. Nanti kita terlambat ke bandara," panggil Ayah Jihan dari dalam mobil.
Tuan Tanah dan Ayah Jihan sudah menunggu di dalam mobil yang sengaja di sewa si Tuan Tanah selama dia berada di ibu kota.
"Gue pamit." Jihan kembali menatap Dirga dengan mata berkaca-kaca.
Jihan melangkah menelusuri halaman depan kosnya. Sedih harus meninggalkan ibu kota setelah hidup bertahun-tahun di sini. Sedih harus meninggalkan semua kenangan yang ada.
"See you on top. Gue bakal ingat semua nasehat Kak Jihan," janji Dirga.
Dirga dengan pasrah melepas kepergian Jihan. Ingin berjuang, tapi melihat ada yang lebih baik darinya untuk Jihan membuat Dirga mundur teratur.
Jihan pantas bahagia.
********
Ini pagi kedua Dirga sengaja mampir sebentar ke kos Jihan. Dan ruangan itu masih kosong. Sepi. Dan gelap. Terkadang Dirga berharap semua ini hanya mimpi dan Jihan tiba-tiba hadir kembali.
Belum apa-apa Dirga sudah rindu.
"Pagi, Dirga." Niken menyapa Dirga dengan senyuman saat laki-laki itu memasuki distro.
Selepas dari kos Jihan Dirga mampir ke distronya sebelum berangkat ke kampus. Dia ada kelas siang.
"Pagi," balas Dirga.
"Tumben Dir mampir lagi. Sejak Kak Niken kerja di sini lo sering banget mampir," goda karyawan Dirga yang lain.
Dirga tertawa kecil menanggapi perkataan karyawannya. Sementara Niken juga ikut tertawa.
"Jangan nyebar gosip," canda Niken.
Dirga berlalu menuju ruangannya yang terletak di lantai dua. Niken cukup mengerti suasana hati Dirga sedang tidak baik. Tawa laki-laki itu terdengar hambar.
"Ada masalah apa, sih?" Niken memilih untuk mengikuti Dirga dari belakang. Ikut masuk ke dalam ruangan bosnya itu.
Dirga menghempaskan tubuh di sofa hitam. "Lagi nggak mood aja."
"Urusan kampus?" tanya Niken. Dia ambil tempat duduk pada sofa ukuran single.
"Kak Jihan pergi."
Niken tidak kaget mendengar kabar yang Dirga sampaikan. Haikal juga sedang sedih karena kepergiaan perempuan itu.
"Itu udah pilihan, Jihan. Ikhlaskan saja," hibur Niken. "Jadi dua hari ini kamu galau karena kepergian Jihan?"
Dirga menggangguk.
"Mau aku hibur?"
"Nggak mau, ah!" tolak Dirga dengan cepat. "Terakhir kali Kak Niken ngehibur aku malah diajak ke perpustakaan kota. Itu mau cari hiburan atau belajar?"
Niken tertawa. "Jangan sedih gitu, ah. Kan masih ada aku. Biar nggak inget Jihan lagi, nanti setiap hari aku masakin kamu makanan enak. Aku ini jago masak lho."
Dirga tampak tertarik. "Bener, ya?"
Niken beranjak. "Iya. Sedih boleh, tapi seperlunya saja. Aku ke bawah lagi kalau begitu."
"Makasih banyak Kak Niken," ungkap Dirga tulus sebelum Niken benar-benar pergi.
Sorot mata antusias Dirga meredup selepas kepergian Niken. Bagaimana pun Niken menghiburnya dengan baik tetap tidak dapat menghapus kesedihan setelah Jihan pergi. Karena bagi Dirga Jihan tidak mungkin tergantikan.
Dan bukankah ini sangat tidak adil bagi Niken? Niken mengira semua membaik karena hadirnya, padahal tidak.
******
"Senin." Jihan mulai bertingkah random.
Jihan duduk di sisi kemudi, sementara Haikal mengemudi. Mereka baru saja selesai bertemu salah satu artis yang jadi brand ambasador untuk produk teh. Padahal ini hari minggu.
"Senin, hari yang begitu berat bagiku."
"Karena setelah senin adalah selasa."
"Sebelum hari senin adalah hari minggu."
Jihan berhenti sebentar, menarik napas panjang lalu memasang wajah penuh drama.
"Senin, oh senin." Jihan menutup puisi indahnya.
Haikal tersenyum tipis. Tingkah Jihan memang sekonyol ini.
"Nggak mau hari senin. Pengen weekend terus," keluh Jihan. "Malas ngantor."
"Berarti malas ketemu saya dong."
Jihan berpikir sejenak. "Nggak jadi malas, deh. Kan ada kamu."
"Dih."
Kala itu semua terasa sangat indah bagi Jihan dan Haikal. Ini moment satu bulan mereka bersama.
Jihan hadir merubah rasa sakit Haikal paskah patah hati karena Niken. Membuat semua jadi lebih ringan dan indah. Kala itu Jihan ibarat obat bagi Haikal, ya, kala itu.
Haikal tidak menyangka obatnya kini mematahkan hatinya juga. Haikal kecewa pada keadaan, terlebih pada dirinya sendiri yang diam-diam mengharapkan dan rindu pada perempuan itu.
******
Niken memasuki rumah keluarga Haikal dengan langkah pelan. Lily yang memintanya untuk mampir sepulang bekerja dari distro. Hari sudah malam begitu Niken sampai di rumah keluarga Haikal.
Niken begitu mudah mendapatkam akses masuk ke dalam rumah. Keadaan ruang tamu sepi, kaki Niken berputar menuju ruang keluarga. Sepi juga, hanya ada Haikal di sana yang terlelap sambil memangku laptop. Laki-laki itu ketiduran.
Niken mendekat. Ia raih laptop Haikal, meletakkannya di atas meja. Lalu posisi tidur Haikal Niken perbaiki. Ia angkat kaki Haikal untuk lurus ke sofa, menggeser tubuh besar Haikal untuk berbaring.
Niken mengusap kening Haikal hingga ke puncak kepala. Perempuan itu menghela napas lelah. Wajah terlelap Haikal begitu manis.
Walau saat ini posisinya di hati Haikal tidak sepenting dulu. Namun Niken merasa dia jauh lebih beruntung dari pada Jihan. Jihan tidak pernah melihat wajah terlelap Haikal, sementara dia sudah.
Bukankah Niken sangat beruntung?
"Niken, kamu udah datang? Ayo sini cobain masakan Mama. Mama belajar buat resep baru."
Niken menoleh pada Lily yang berdiri di ambang pintu. "Iya, Ma."
"Haikal kecapek-an. Pikirannya lagi nggak fokus. Sering lembur juga akhir-akhir ini, untungnya hari ini pulang cepat," cerita Lily.
Niken kembali memfokuskan matanya pada Haikal. "Dia pasti sedih karena Jihan."
"Semua butuh waktu," sahut Lily. "Sudah, ayo ke dapur." Lily kembali beranjak pergi.
"Jangan sedih lagi," kata Niken sebelum mengikuti langkah Lily. Ia usap sekali lagi kening Haikal.
Mata Haikal perlahan terbuka setelah langkah kaki Niken tidak terdengar lagi. Laki-laki itu tidak benar-benar tertidur sejak tadi.
Tbc
Part ini kita belum ketemu Jihan ya. Kan Jihan lagi healing 😁😁😁
Sesuai judul part ini SEMUA ADA PENAWARNYA. Niken merasa dia adalah penawar untuk Dirga dan Haikal.
Spam next 👉
Spam ❤
Spam 🐛
5000 vote 3000 double up 😌
Btw yang belum baca cerita aku MANTAN TAPI MENIKAH buruan kepoin lapak sebelah. Udah ada versi novelnya juga kok. Grab it fast 😉
Banyak yang nggak rela Ana dan Niken disamakan 😂😂 pada sensian nih sama Niken.
Ig : ami_rahmi98
Share cerita ini ke berbagai sosial media kalian supaya kita bisa baper-baperan bareng 🤗
❌ Awas ada typo ❌
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top