Part 32 - Jangan pergi
Haiiiiii. Aku balik lagi. Mana nih yang neror aku sampe ke IG? Masih pada baca kan?
Tes semangat dulu. Spam Lalala yeyeye 👉
Udah pada mandi belum?
Spam nama Jihan 👉
Spam nama Haikal 👉
Spam nama Niken 👉
Spam nama Dirga 👉
Spam PEMERAN UTAMA 👉
Jangan lupa komentar yang banyak di setiap paragraf 😉
Happy reading ❤
Berjuang tiada ujung.
____
"Hanya satu yang saya minta, kamu jangan pergi dari saya bagaimana pun keadaannya."
Pernyataan yang sangat egois.
Jihan termenung mendengar penuturan Haikal. Bagaimana pun keadaannya kata Haikal? Apa Haikal ingin memenjarakan Jihan dalam kesedihan?
Jika Niken kembali, lalu Jihan kembali dicampakkan. Apa saat itu tiba ia juga tidak boleh pergi?
Haikal mendekat ke arah Jihan. Dia raih pergelangan perempuan itu, Haikal usap pelan. "Ada banyak hal yang ingin saya katakan. Niken memang berharga. Saya ingin menjaga dia--"
"Lo terlalu bertele-tele!" potong Jihan. "Perasaan lo ke Niken udah berubah. Dan mau balik ke gue?"
Haikal menatap tepat ke dua bola mata Jihan. Menyelami banyak hal yang tidak terungkapkan.
"Haikal, gue nggak mau berurusan sama seseorang yang belum selesai dengan masa lalunya," ungkap Jihan sungguh-sungguh.
Dan di saat bersamaan ponsel Haikal bergetar. Ada chat masuk dari ibunya.
Niken masuk rumah sakit. Dia dipukuli Bams.
Jihan melirik pesan masuk itu. Tertawa miris. Kenapa dunia semua orang berputar hanya pada Niken? Wajah panik Haikal menambah duka hati Jihan.
"Sekarang pergi!" suruh Jihan.
Genggaman Haikal perlahan terlepas. Detik selanjutkan kaki Haikal berputar. Punggung laki-laki itu akan melangkah jauh.
"Karena gue juga akan pergi!" Kalimat Jihan masih dapat di dengar telinga Haikal.
Air mata Jihan akhirnya jatuh. Pergi. Semua orang pergi. Meninggalkan dia sendiri. Jihan ingin meraih pergelangan Haikal, memaksa untuk tetap tinggal seperti yang biasa laki-laki itu lakukan padanya. Namun yang Jihan lakukan hanya berdiri di tempat menikmati punggung Haikal yang hilang bersama jarak.
"Kalau gue pergi, apa kalian semua akan khawatir?" Jihan bertanya pada dirinya sendiri.
Hilangku mungkin tak akan dicari, batin Jihan.
******
Haikal menatap Niken yang terbaring lemah di ranjang pesakitan. Baru beberapa hari perempuan itu hilang dari jangkauan Haikal, dan kini kembali dalam keadaan babak belur.
Bagaimana keadaan Niken nantinya jika benar-benar tanpa Haikal?
Selama kabur Niken berada di Semarang. Entah bagaimana Bams menemukan Niken. Terjadi keributan karena Bams lagi-lagi meminta uang pada Niken hingga akhirnya Niken dipukuli karena tidak memberikan apa yang Bams minta. Begitu cerita yang disampaikan Ibu Haikal padanya.
"Ini alasan kenapa saya sangat sulit meninggalkan kamu," bisik Haikal sambil memperbaiki letak selimut Niken.
Haikal beranjak dari kursi yang ada di samping ranjang Niken. Melangkah menuju jendela yang menampilkan suasana malam.
Niken di rawat di lantai tujuh rumah sakit. Dari sini Haikal dapat menikmati pemandangan kota yang entah mengapa membuatnya merasa hampa.
Haikal teringat Jihan, selalu, dia selalu mengingat perempuan itu. Keadaan yang membuat Haikal tidak bisa beranjak untuk berlari mengejar Jihan. Membuat semua semakin sulit.
"Karena saya juga akan pergi!" Kata-kata Jihan berdengung hebat di telinga Haikal.
Jihan tidak mungkin benar-benar pergi, bukan?
Perasaan Haikal tidak menentu. Dia sangat ingin bertemu Jihan lalu memaksa perempuan itu untuk tetap tinggal seperti yang tadi pagi dia lakukan.
Lalu Haikal melirik Niken yang terlelap karena efek dari obat yang diminumnya.
"Saya boleh pergi sebentar?" Haikal bertanya dengan nada pelan, dia kembali berdiri di sisi ranjang Niken.
Tentu tidak ada jawaban dari bibir Niken, perempuan itu sedang tidur.
"Saja janji akan kembali," ungkap Haikal. Walau ragu Haikal melangkah meninggalkan ruang rawat Niken.
Sekali lagi Haikal melirik ke arah Niken sebelum benar-benar pergi dari sana. Takut sesuatu akan terjadi pada perempuan itu jika ia pergi.
Perasaan Haikal sungguh tidak tenang. Dia harus menemui Jihan. Sangat ingin bertemu.
Sebelum pergi Haikal meminta pada ibunya untuk segera kembali ke rumah sakit. Setidaknya Niken harus ada yang menemani. Sore tadi Ibu Haikal pulang untuk membersihkan diri.
"Niken, kamu tetap punya tempat tersendiri untuk saya." Haikal menutup pintu. Kemudian berjalan cepat menelusuri lorong rumah sakit.
Mobil Haikal membelah jalanan dengan kecepatan penuh. Beberapa kali ia mendapat klakson dari pengendara lain karena mengendarai mobil ugal-ugalan.
Jihan, batin Haikal.
Haikal baru memahami banyak hal yang lebih penting saat memilih pasangan, bukan hanya sekedar rasa ingin atau sesuai dengan kriteria. Memilih pasangan adalah bagaimana kita mememukan seseorang yang tepat dalam memberikan rasa nyaman, ketenangan dan rasa tidak ingin yang lain lagi.
Mungkin akan banyak yang terlihat lebih. Namun hati akan tahu ke mana ia akan pulang.
"Jihan," panggil Haikal.
Begitu sampai di depan kos Jihan tanpa membuang waktu Haikal langsung berlari ke depan pintu. Suasana di dalam kamar kos Jihan terlihat gelap. Seperti tidak ada orang.
"Jihan!" panggil Haikal sembari mengetuk tak sabaran.
Sunyi. Tidak ada sahutan.
"Jihan, saya tahu kamu ada di dalam. Buka pintunya!"
Haikal menggedor pintu kamar kos Jihan dengan tidak sabaran.
"Jihan! Keluar! Jangan main-main dengan saya!"
Dan Haikal mulai ketakutan. Takut kehilangan. Takut Jihan benar-benar pergi.
Jihan tidak mungkin senekat itu.
"Jihan, buka pintunya!" amuk Haikal.
"Sial." Hailal menendang pintu kamar kos Jihan. Dia frustasi.
Jihan sudah pergi. Pergi jauh.
"Jihan!" Kali ini suara Haikal terdengar lebih lembut. Berharap ada jawaban dari dalam. Atau setidaknya lampu kamar Jihan menyala agar Haikal merasa lebih tenang.
Andai Haikal lebih cepat. Andai tadi Haikal mendengarkan kata hatinya untuk segera kembali ke tempat Jihan mungkin dia akan dapat mencegah kepergian Jihan.
Sorot mata Haikal terlihat bingung. Dia seperti orang yang tidak tahu harus berbuat apa. Perasaan Haikal berkecambuk. Terbayang wajah Jihan yang tidak mungkin akan ia temui lagi.
"Dia pergi." Haikal tertawa tanpa makna.
Jihan pergi sebelum Haikal mengucapkan bahwa dia begitu menyayangi perempuan itu. Belum meminta maaf dengan benar.
Haikal mengusap wajahnya gusar. Ingin memangis. Haikal ingin menangis. Sudut mata laki-laki itu berair. Terasa sesak.
Air mata yang akhirnya jatuh dengan cepat Haikal hapus.
Kapan terakhir Haikal menangis? Sepanjang hidup Haikal setelah dewasa ia tidak pernah menetaskan air mata, bahkan dulu saat berpisah dengan Niken pun tidak.
"Maaf," lirih Haikal pada angin malam.
Dengan perasaan sedih yang tak berkesudahan Haikal beranjak. Melangkah ragu meninggalkan area kos Jihan.
Sebelum laki-laki itu benar-benar pergi seseorang datang. Menenteng tas belanjaan yang bertuliskan indoagustus.
"Jihan," bisik Haikal teramat sangat pelan.
Jihan menatap bingung.
Dengan gerakan yang terlampau cepat Haikal mendekati Jihan. Menarik perempuan itu dalam dekapannya. Merasa lega, sangat.
Haikal seolah tidak percaya. Jihan masih berada di sini. Dalam jangkauannya. Dalam dekapannya.
Sejenak tubuh Jihan berubah kaku karena kaget.
"Saya kira kamu pergi." Haikal menumpuh kepalanya di atas puncak kepala Jihan.
Jihan merasakan detak jantung Haikal yang berdetak dua kali lebih cepat.
Apa-apaan laki-laki ini? Pikir Jihan.
Tbc
Spam next di sini 👉
Spam ❤
Spam 🐛
Satu kata untuk Jihan 👉
8000 vote. 10000 komen
Aku banyakin targetnya wkwkwkwk. Kalau targetnya cepat terpenuhi aku ngerasa kayak ada utang. Jadi biar bisa seloooow 😁
Ig: ami_rahmi98
❤ awas ada typo ❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top