Part 27 - Awas Ada Mantan

Hai aku balik lagi.

Cek sound dulu. Coba ketik Aaaaaa 👉

Spam nama Jihan 👉

Spam nama Haikal 👉

Spam nama Niken 👉

Spam PEMERAN UTAMA 👉

Jangan lupa ramaikan setiap kolom komentar 😉

Happy reading ❤

Aku kehilangan kepercayaan pada semua hal yang ada disekitarku.
_______

"Eh, ada mantan," ceplos Dirga melihat kehadiran Haikal.

Perkataan Dirga sukses menarik perhatian Haikal, laki-laki itu menoleh.

Dengan terpaksa Jihan menarik kedua sudut bibirnya. Menciptakan senyuman kecut yang tidak enak dipandang. "Pagi, Pak," sapanya formal.

"Pagi," jawab Haikal singkat.

"Untuk Bu Niken?" tanya Dirga memastikan buket bunga yang ada di tangan Haikal untuk siapa.

"Ya." Haikal tidak ingin berbohong. Buket mawar merah ini memang ia beli untuk Niken sebagai permintaan maaf karena telah menyakiti hati perempuan itu.

"Ini kartu ucapannya, Pak. Sudah saya tulis atas nama Niken Mutiara Safira." Karyawan toko datang dengan kartu ucapan berwarna merah bata motif love.

Haikal menerima kartu tersebut, lalu menyelipkannya di antara bunga mawar merah yang ia beli. "Terima kasih."

"Mbak, saya mau buket mawar merah yang besar," sela Dirga.

"Maaf, ini buket terakhir untuk mawar merah." Tunjuk karyawan toko pada bunga milik Haikal.

Jihan menatap nelangsa mawar merah itu.

"Apa benar-benar tidak ada lagi?" tanya Dirga, ia tidak ingin mengecewakan Jihan.

"Maaf." Karyawan toko itu menunjukkan wajah penuh sesal.

"Kak--"

"Nggak masalah." Jihan memotong ucapan Dirga.

Tangan Haikal terlihat menarik satu batang bunga mawar dari rangkaian buket miliknya. Lalu tanpa diduga laki-laki itu memberikannya pada Jihan.

"Buat kamu," kata Haikal.

"Nggak perlu. Saya masih sanggup belikan untuk Kak Jihan." Dirga mendorong pelan bunga yang Haikal sodorkan.

Mata Haikal menatap tak suka.

"Ayo, Kak kita pergi," ajak Dirga.

Kaki Jihan bersiap untuk mengikuti langkah Dirga, tetapi terhenti saat tangan Haikal mencekal pergelangan tangan kirinya. Dengan sedikit paksaan Haikal menyelipkan bunga itu di antara genggaman Jihan.

"Ambil!" tegas Haikal. "Kamu hanya perlu terima, jangan buat ini jadi sulit."

"Pak Haikal ngerti bahasa Indonesia, nggak?" Dirga menyela. "Apa saya harus gunakan bahasa kalbu agar Bapak paham? Kak Jihan nggak butuh bunga itu!"

"Saya punya urusan dengan Jihan. Jadi jangan ikut campur!" sentak Haikal marah. Dia tatap Dirga dengan tajam.

"Jangan egois! Saya menghormati Pak Haikal sebagai seorang yang lebih dewasa dari saya. Jadi jangan buat rasa hormat itu hilang," balas Dirga.

Jihan dapat merasakan genggaman Haikal di pergelangan tangannya mengetat, mungkin sebagai luapan emosi. Bunga mawar yang Haikal selipkan di tangan Jihan menggores telapaknya, bunga itu berduri.

Bodohnya Jihan terus menggenggam bunga mawar itu.

"Kak Jihan sekarang jadi tanggung jawab saya. Saya yang bertanggung jawab atas kebahagiannya."

Haikal tersenyum remeh menanggapi perkataan Dirga. "Siapa kamu?"

"Bukannya sudah saya perjelas saat di rumah sakit? Berhenti mengusik Kak Jihan!" Dirga menarik Jihan. Membuat genggaman Haikal terlepas begitu saja, hati Jihan menjadi hampa. Terlepas, seperti Haikal melepasnya tanpa perjuangan.

"Ayo, Kak."

Kaki Jihan melangkah cepat mengikuti tarikan Dirga yang menuntunnya pergi. Mata Jihan tertuju pada bunga mawar yang Haikal berikan. Sebagian hatinya mengatakan buang saja, tetapi di satu sisi ada perasaan tidak rela.

"Dirga, tunggu dulu!" Jihan menghentikan langkah saat mereka keluar dari toko. Dia tarik tangannya dari Dirga.

Sorot mata Jihan terlihat bingung.

"Kenapa, Kak?"

"Perasaan gue nggak tenang," jawab Jihan. Berulang kali dia melirik ke dalam toko.

Sedikit banyak Dirga paham maksud Jihan. Mata Jihan tidak dapat berbohong bahwa ia ingin kembali masuk ke dalam toko untuk menemui Haikal.

"Jangan jadi perempuan bodoh! Kita pergi!" sentak Dirga.

Jihan menolak saat Dirga kembali ingin menggenggam tangannya.

"Kak!" Dirga memperingati.

Jihan mengangkat bunga pemberian Haikal. "Bunga ini."

"Ini cuma bunga, Kak Jihan! Jangan hanya karena bunga satu tangkai harga diri Kakak hancur. Sadar, Kak Jihan! Dia berikan pada Kak Jihan hanya satu, sementara Bu Niken dia berikan satu buket!"

Jihan diam.

"Dan bunga ini pada awalnya milik Bu Niken," tambah Dirga.

Jihan menunduk. "Haikal punya Niken."

"Itu tahu! Sekarang ayo kita pergi. Jangan jadi orang bodoh!" Dirga kembali menggenggam Jihan.

"Maaf," bisik Jihan.

Dirga melongo saat Jihan menolak. Perempuan itu melepas genggamannya.

"Kak." Dirga tidak percaya. Jihan kembali masuk ke toko bunga untuk menghampiri Haikal.

Dirga menghela napas kecewa. Dia tidak suka Jihan berpaling darinya untuk laki-laki lain. Dirga suka Jihan, itu sudah pasti. Dengan hati terluka Dirga meninggalkan toko bunga itu. Jihan tidak butuh dirinya.

*****

Suasana hati Dirga benar-benar buruk. Pemuda itu memilih untuk bolos kelas pagi ini setelah pergi dari toko bunga. Dia duduk sendiri di kantin fakultas. Bermain game online menjadi pilihan Dirga sebagai penghilang penat.

"Sial," maki Dirga. Lagi-lagi ia kalah dalam game. Dirga mengakhiri permainannya.

"Jadi ini kerjaan kamu?" Niken datang menghampiri. "Bolos kelas saya dan main game di kantin."

Dirga meringis. Ia nyengir lebar karena ketahuan bolos. "Maaf, Bu."

Niken meletakkan buku yang ia bawa di atas meja. Lelah pikiran dan badan. Niken baru selesai mengajar dari kelas Dirga.

"Saya lagi banyak pikiran, Bu." Dirga ngeles.

"Sama," balas Niken dengan suara rendah.

Dirga memilih untuk tidak mengungkit masalah Haikal pada Niken. Dia terlalu malas untuk membahas laki-laki itu.

"Kamu ada masalah apa?"

"Biasa, Bu. Masalah perempuan. Banyak yang rebutin saya," canda Dirga.

"Dasar!" Niken mendelik. "Saya lagi butuh hiburan. Kamu mau temani saya?"

"Tapi saya ada kelas nanti siang."

"Alasan. Kelas saya kamu bolos tadi."

Dirga lagi-lagi nyengir. Dengan semangat dia meraih tas ranselnya. Menyandang asal di bahu kanan. "Ya sudah, Bu. Ayo kita cari hiburan."

Niken mengangguk. Beberapa hari ini Niken penat memikirkan Haikal dan urusan kampus. Tidak ada salahnya pergi buang suntuk dengan mahasiswanya.

Dirga dan Niken memutuskan keluar menggunakan mobil Dirga. Keduanya berjalan beriringan sambil berbagi cerita. Sesekali tertawa tak jelas karena suatu hal.

"Banyak banget boneka ulat bulunya," kata Niken begitu mereka memasuki mobil Dirga.

Dirga menatap malas pada boneka-boneka ulat bulu yang tadi ia belikan untuk Jihan. Memikirkan Jihan membuat pikiran Dirga semakin kusut.

"Punya siapa ini?" tanya Niken.

"Ambil aja kalau Bu Niken mau," jawab Dirga tanpa berpikir dua kali. Jihan tidak butuh boneka darinya.

"Ini punya Jihan?"

"Bukan!" Dirga menyahut dengan cepat. "Itu saya beli karena iseng. Kak Jihan nggak butuh barang kekanakan kayak gitu. Dia sukanya bunga mawar."

Dirga teringat bunga mawar dari Haikal.

"Buat saya?"

Ditanya begitu Dirga ragu untuk mengangguk. Setelah bergelut dengan perasaan yang tidak menentu, pada akhirnya Dirga mengiyakan.

"Buat Bu Niken saja."

Niken tersenyum senang sembari mendekap boneka-boneka ulat bulu itu. "Terima kasih. Omong-omong kalau di luar kampus panggil aja Kak Niken. Anggap saya ini sama seperti Jihan."

"Siap, Komandan!" balas Dirga.

******

Senyuman Haikal mengembang tipis melihat Jihan kembali masuk ke dalam toko. Ekspresi wajah perempuan itu terlihat senduh. Haikal sedih karenanya. Ini semua karena dia.

"Jihan," lirih Haikal.

"Saya kembalikan ini." Jihan menyodorkan bunga yang Haikal berikan padanya.

Haikal tidak bereaksi apa-apa.

"Ini bukan milik saya," tambah Jihan. Tak adanya gerakan dari Haikal membuat Jihan menghela napas. Ia mengambil inisiatif untuk menyelipkan bunga itu ke dalam buket.

Tanpa diduga tangan Haikal yang tidak mengenggam buket bunga meraih tangan Jihan. Laki-laki itu menarik Jihan, membuat Jihan satu langkah lebih dekat.

"Lepas!" sentak Jihan. Jarak mereka tak sampai satu meter.

"Jangan macam-macam!" Jantung Jihan berdetak lebih cepat.

"Tangan kamu berdarah," kata Haikal.

Benarkah? Jihan tidak sadar kalau telapak tangannya tergores karena duri bunga.

"Saya obati."

"Saya nggak butuh! Permisi!" Jihan menolak mentah-mentah kebaikan hati Haikal.

Jihan mengambil langkah pergi. Setidaknya dengan mengembalikan bunga itu hati Jihan menjadi lebih lega. Harga dirinya tidak jatuh. Dia tidak boleh mengecewakan dirinya sendiri. Terlebih lagi mengecewakan Dirga yang mendukungnya habis-habisan.

Ketika keluar dari toko bunga Jihan tidak menemukan keberadaan Dirga. Ke mana laki-laki bawel itu pergi?

Tbc

Spam next 👉

Spam emot ulat bulu 🐛

Spam ❤

1500 komen
700 vote
Yok, bisa yok 😁

Yang penasaran gimana bentukan boneka ulet bulu boleh cek story IG aku. Entar aku share di sana 😉😉😉

Wah Niken ngalusnya bisa banget nih. Jangan sampai Dirga nyangkut di Niken juga 😂😂

Banyak yg minta Haikal buat jadi sadboy. Tapi Haikal terlalu ganteng buat jadi sadboy. Gimana dong? 😝

Part berikutnya mau di publish kapan?

Ig: ami_rahmi98

🐛 Awas ada ulet bulu, eh salah, maksud aku awas ada typo 🐛

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top