Part 24 - Ayo Nikah!

Hai, hai aku balik lagi. Ada yang nungguin?

Kayak biasa, cek sound dulu. Ketik Aaaaaaa 👉

Spam PEMERAN UTAMA di sini 👉

Spam nama Jihan 👉

Spam nama Haikal 👉

Spam nama Niken 👉

Penggemar brondong mana?

Komen yang banyak di setiap paragrafnya 😉

Happy reading ❤

Aku tak bisa melihat kau bersamanya.
________

"Kamu kenapa? Habis nangis?"

Haikal datang menjemput Niken sore harinya di kampus. Melihat ada Dirga bersama Niken menimbulkan kerut penuh tanya di wajah Haikal.

Untuk menemani Niken, Dirga sengaja membolos satu mata kuliah hari ini. Ayolah, Dirga tidak mau Niken melakukan hal-hal buruk maka dari itu dia tidak meninggalkan perempuan itu sendiri. Contohnya saja Niken berniat bunuh diri. Kan nggak lucu.

"Niken, kamu kenapa?" tanya Haikal serius.

Niken menggeleng pelan. Menangis membuat matanya terlihat bengkak.

"Jangan sembunyikan apa pun, Niken!" tegas Haikal.

"Nggak ada masalah apa pun." Niken mengelak.

"Bisa tinggalkan kami berdua?" Minta Haikal pada Dirga yang sama sekali tidak memiliki niat untuk beranjak pergi dari duduknya.

"Iya. Iya," balas Dirga sembari bangun.

"Terima kasih, Dirga." Niken mengangkat boneka ulat bulu yang Dirga berikan.

"Sama-sama, Bu. Jangan sungkan kalau butuh bantuan."

Haikal memperhatikan interaksi antara keduanya dengan wajah datar. Mata Haikal tak lepas dari boneka yang Niken pegang dengan bahagia.

"Boneka dari bocah itu?" tanya Haikal selepas kepergian Dirga.

Niken mengangguk.

"Ck." Haikal berdecak karenanya.

"Haikal, boleh aku tanya sesuatu?"

Haikal mengangkat alisnya sebagai jawaban. "Tanya apa?"

"Siapa aku buat kamu?"

"Kenapa tiba-tiba tanya gitu?"

"Ada orang yang bilang kamu cuma kasihan ke aku." Niken menunduk sedih. Ia remas boneka pemberian Dirga.

Haikal diam seribu bahasa. Matanya menatap serius pada Niken yang sedih. "Kamu percaya?"

Niken menggeleng. "Nggak! Kamu nggak mungkin sejahat itu ke aku."

"Percaya saja pada hal yang menurut kamu benar," jawab Haikal.

"Aku bakal ganti uang 100 juta itu secepatnya."

Bola mata Haikal membesar untuk sesaat. Dari mata Niken tahu mengenai uang yang ia berikan pada Bams?

"Aku nggak mau orang-orang mengira rasa kamu ke aku cuma sebatas uang 100 juta. Atau, kamu cuma beli aku dengan harga 100 juta," jelas Niken.

"Kamu tahu kenapa aku mukul Bams sampai hampir mati hari itu? Karena bahasa yang dia gunakan sangat merendahkan kamu. Dia mau jual kamu dengan harga 100 juta," cerita Haikal.

"Dia jual, dan kamu beli."

"Aku berikan uang itu bukan berarti aku setuju untuk membeli kamu. Tapi agar dia berhenti mengganggu kamu." Haikal meluruskan.

"Aku marah, Haikal. Aku marah karena kamu mengikuti kemauan dia." Mata Niken kembali berkaca-kaca. Niken terlihat rapuh.

Haikal terdiam dan membiarkan Niken menumpahkan segala kesedihan di hati.

"Aku marah karena aku selemah ini. Aku marah karena aku cuma bisa buat kamu susah."

"Jangan dengarkan apa kata orang. Yang terpenting sekarang adalah aku selalu ada buat kamu. Sejak dulu, sampai sekarang." Haikal coba membesarkan hati Niken.

"Haikal, aku mau egois."

"Egois?" tanya Haikal.

"Aku mau buktikan ke orang-orang kalau rasa kamu ke aku bukan cuma sebatas rasa kasihan." Niken menjeda kalimatnya sebentar.

"Ayo, kita nikah," lanjut Niken yakin.

******

"Mana boneka ulat bulunya?!" teriak Jihan menggelegar.

Dirga menutup kedua telinganya menerima teriakan Jihan yang luar biasa. Kalau tahu begini dia tidak akan menceritakan mengenai boneka ulat bulu yang diberikan pada Sang Dosen, Niken.

"Nanti gue belikan lagi yang lain. Yang gede. Lebih mahal dari pada boneka punya Bu Niken," janji Dirga dengan nada meyakinkan.

"Nggak mau! Gue maunya yang lo kasih ke Niken. Minta boneka itu sekarang juga!" tegas Jihan tak mau kalah.

"Mana bisa. Pamali meminta kembali barang yang sudah diberikan." Tolak Dirga.

"Boneka ulat bulu itu punya gue!" kata Jihan sebal.

"Kan sekarang punya Bu Niken."

"Tapi awalnya itu punya gue," jawab Jihan tidak santai.

Entah sudah berapa kali Dirga meringis karena Jihan meneriakinya. Teman-teman kos Jihan yang tidak sengaja melintas dari tempat mereka ngobrol melirik Dirga kasihan.

Sabar ya, kurang lebih begitu arti tatapan orang-orang.

"Gue pulang dulu, ya." Dirga berniat pergi, kabur adalah jalan ninja terbaik.

Namun tangan Jihan tidak kalah cepat dari gerakan ninja Dirga, ia menarik kaos Dirga dari belakang.

"Ampuuun." Dirga memohon pengampunan.

"Boneka ulat bulu!"

"Nanti gue belikan yang baru."

"Gue mau yang ada sama Niken!"

"Orang sakit nggak boleh marah-marah," bujuk Dirga.

"Gue udah sehat. Lo yang sakit jiwa! Gue mau boneka ulat bulu yang ada sama Niken."

Kenapa perempuan suka sekali membuat segala sesuatu jadi rumit?

"Kenapa lo kasih boneka itu ke Niken? Lo mau kayak Haikal lebih memprioritaskan dia dari pada gue?" tanya Jihan dengan ekspresi sedih.

"Bukan gitu!" Dirga menggeleng dengan cepat. "Jangan marah dulu."

"Lo bikin emosi!" amuk Jihan, nama Niken terus berputar-putar di otaknya.

Kemarin Haikal, dan sekarang boneka ulat bulu yang direbut perempuan itu. Besok apa lagi?

Dirga kembali duduk di kursi kayu yang ada di depan kamar kos Jihan.

Jihan ikut duduk di sisi Dirga. "Jangan terpengaruh sama cewek itu!"

"Iya."

"Nggak usah sok jagoan mau ngelindungi dia. Haikal aja udah cukup!"

"Tapikan dia dosen aku," sanggah Dirga. Namun pelototan Jihan membuatnya langsung kicep. "Iya, iya. Nggak bakal peduli sama Bu Niken."

"Janji dulu."

"Iya, janji!"

"Bagus."

Barulah setelah itu ekspresi wajah Jihan lebih rileks.

"Gue sedih tahu kalau semua orang lebih milih Niken. Seolah gue ini bukan apa-apa. Oh iya, Besok gue udah mulai masuk kerja," cerita Jihan.

"Besok gue anter. Semangat kerjanya! Biar bisa jajanin gue lagi."

"Ih," decak Jihan sok kesal. "Gue justru belum siap ketemu Haikal. Masih sedih. Masih sakit. Masih nyesek. Masih--"

"Masih cinta," potong Dirga dengan cepat.

Jihan tidak membalas. Tidak mengiyakan, tidak juga membantah kalimat Dirga.

"Kira-kira kapan bisa move on? Biar gue bisa masuk ke hatinya Kakak." Entah ini kalimat bercanda atau tidak, Jihan hanya tanggapi dengan meninju lengan Dirga.

"Gue serius!" katanya serius, tapi wajah Dirga menampilkan ekspresi menyebalkan.

"Gue nggak ada niat pacaran untuk sekarang. Gue mau langsung nikah aja."

Wajah Dirga kaget. Kemudian berubah menjadi serba salah.

"Tapi gue masih kuliah," ujar Dirga lebih kepada dirinya sendiri.

Jihan yang mendengar hal itu tertawa renyah. "Emang siapa yang mau nikah sama lo?"

Dirga terkekeh malu-malu. "Kak Jihan lah, siapa lagi coba?!"

Tbc

Spam next 👉

Spam ❤

Share cerita ini keberbagai sosial media kalian. Biar kita bisa baper baperan bareng 😉

1000 komen. 500 vote. Yok, bisa yok. 🤗

Ig : Ami_Rahmi98

☡ Awas ada typo ☡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top