Part 21 - Bisakah sembuh nantinya?

Hai, semua! Ada yang nungguin Jihan?

Coba mana semangatnya? Ketik Aaaaaa 👉

Spam nama Jihan 👉

Spam nama Haikal 👉

Spam nama Niken 👉

Spam PEMERAN UTAMA 👉

Jangan lupa komentar yang banyak di setiap paragraf

Happy reading ❤

Semua akan sembuh,
Semua pasti sembuh.
______

"Haikal," panggil Niken.

Haikal menoleh. "Ya?"

Senyuman Niken mengembang tanpa diminta. Ini hari minggu yang cerah, secerah wajah Niken yang tampak merona sejak tadi. Tepatnya sejak Haikal mengatakan kamu mau memulai semua dari awal denganku?

Niken tidak menyangka Haikal kini kembali padanya.

"Aku janji nggak akan melepas kamu lagi baik untuk pendidikan, cita-cita atau apa pun itu," janji Niken.

"Aku akan jadi Niken yang selalu ada untuk kamu."

"Menggenggam tangan kamu saat sulit."

"Membuatkan sarapan buat kamu."

"Ngerecokin kamu setiap hari."

"Seperti dulu."

Niken bahagia. Terlampau sangat.

"Terima kasih udah kasih aku kesempatan kedua. Terima kasih sudah menyayangiku di hari-hari kelamku, di hari-hari ketika aku bahkan tidak bisa menyayangi diriku sendiri." Mata Niken berkaca-kaca.

Haikal yang semula menatap bunga mawar yang ditanam ibunya mengalihkan pandangan pada Niken. Taman samping rumah Haikal memang selalu terawat berkat Sang Ibu.

"Akhirnya kita bisa sama-sama kayak dulu lagi," ungkap Niken senang.

Kenangan masa dulu mengusik hati kedunya. Cerita cinta masa remaja yang indah, yang perlahan dirampas oleh tuntutan kedewasaan. Namun kini telah kembali.

"Kamu senang?" tanya Haikal.

Niken mengangguk antusias. "Senang."

"Kenapa senang?" tanya Haikal lagi.

"Karena orang itu kamu." Niken kembali menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Menciptakan senyuman simetris yang sempurna.

Haikal ikut tersenyum. "Aku juga senang. Karena orang itu kamu."

Ya, karena orang itu kamu. Bukan Jihan, lanjutnya dalam hati. Coba meyakinkan diri.

"Mau jalan-jalan ke luar?" tawar Haikal.

Niken menggeleng. "Di rumah aja. Begini aja udah buat aku senang. Kita duduk berdua, terus ngobrol hal-hal receh. Seperti dulu."

Seperti dulu. Dulu. Kata dulu entah mengapa begitu mengusik hati Haikal. Kenangan dulu yang ia bawa kembali ke masa kini.

Akankah rasanya masih tetap sama?

"Dulu kamu sering banget jajanin aku es krim." Niken mulai bercerita.

"Ya aku, ingat. Kamu suka semua rasa es krim," jawab Haikal.

Hati Haikal tercubit ketika tiba-tiba ia mengingat Jihan. Haikal tidak tahu rasa es krim kesukaan perempuan itu.

"Kalau kafe favorit aku? Kamu masih ingat?"

"Kafe yang mana saja, asal aku yang bayar." Haikal tahu, sangat tahu.

Niken tertawa mendengarnya. "Kamu masih tetap sama ternyata. Kamu masih tetap jadi Haikal-ku yang dulu."

"Ya, sama. Semua masih sama," sahut Haikal singkat.

"Haikal," panggil Niken halus.

"Aku mau hubungan kita dipublish," suara Niken memelan. Seperti diambang keraguan ingin menyampaikan atau tidak.

"Maksud aku, walau hanya foto tangan kita berdua yang akan di posting. Makanan yang kita makan. Atau foto sepasang sepatu kita. Bukan bermaksud pamer," Niken menggantung kalimatnya.

"Aku cuma mau orang lain tahu bahwa kamu sudah dimiliki." Niken menunduk malu mengakui.

"Ya, itu bukan masalah besar," jawab Haikal.

Dan di hari minggu ini Haikal memposting foto tangan mereka berdua yang saling mengenggam di instagram pribadi miliknya. Sesuai dengan permintaan Niken.

Dengan ini luka lama Niken sembuh.

*****

Hari kembali berganti. Matahari bersinar cerah. Senin yang sibuk selalu menyapa dengan pasti.

Sampai bertemu dititik penyesalan tertinggimu.

Haikal menatap nanar sticky note yang tertempel di layar komputernya, ia tahu siapa pemilik tulisan tangan ini. Kalau tidak salah menebak adalah milik Jihan.

"Permisi, Pak." Jihan memasuki ruangan Haikal. Tangannya membawa berkas yang memang harus Haikal periksa. "Ini kontrak dengan Kiki Febian. Silahkan dicek kembali sebelum di-acc."

Haikal menerima berkas itu tanpa mau mengalihkan pandangan pada Jihan.

Persis seperti dua orang asing.

"Buang tulisan itu!"

Jihan diam saja, dia mengerti tulisan apa yang dimaksud Haikal.

"Buang!" amuk Haikal.

Dengan langkah terpaksa Jihan mendekati meja Haikal. Berjalan mengitari meja dan berdiri di sisi kiri Haikal. Tangan Jihan terulur untuk meraih sticky note yang ia tempelkan tadi pagi sebelum Haikal datang.

Di saat bersamaan ponsel Haikal bergetar. Pesan masuk dari Niken muncul di sana.

Niken
Jangan lupa makan siang ❤

Heart symbol yang Niken kirimkan membuat dada Jihan sesak tak tertahankan. Secepat ini?

Jihan meremas sticky note tersebut hingga membentuk gumpalan kecil. Ia lemparkan kertas itu pada Haikal.

"Apa-apaan kamu?!"

Dengan sengaja Jihan menumpahkan kopi yang ada di atas meja Haikal, mengenai berkas kerja laki-laki itu. Gelas kopi Jihan ambil, lalu ia lemparkan ke dinding.

Jihan melakukan semua itu tanpa suara. Hatinya terlalu sakit, bahkan untuk menangis pun tak mampu.

Haikal bangun dari duduknya, ia berteriak marah, "Jihan!"  

Sungguh Jihan tidak peduli. Semua ini belum sebanding dengan rasa sakit hati Jihan.

Seperti Niken yang selalu ada untuk Haikal. Bukankah dulu Jihan juga begitu?

Jihan yang dulu selalu ada, ingin juga diperhatikan.

Jihan yang dulu selalu mengabari, ingin juga dicari.

Jihan yang peduli, juga ingin dihargai.

Tidak ada ceritanya orang sayang tanpa ingin disayang juga. 

"Jihan, kapan kamu akan dewasa?! Selalu saja kekanakan!"

Jihan melangkah meninggalkan ruangan Haikal. Sambil terus berjalan, Jihan mengacungkan jari tengahnya pada Haikal.

"Jihan!" Haikal emosi.

Dengan semua tindakan ini, Jihan seolah mengatakan bahwa aku baik-baik saja.

Selamat tinggal, Haikal!

"Sudah lebih baik?" tanya Anita. Teman-teman Jihan menyambutnya begitu keluar dari ruangan.

Jihan mengangguk

"Nangis aja, jangan dipendam," ujar Alvian.

Lalu Jihan menangis sesegukan dengan kencang. Menumpahkan semua sesak di dada.

*****

"Orang lain kerja, kerja, kerja, kaya. Lah, kalau si Jihan." Mei menjeda kalimatnya.

"Kerja, kerja. Kerja. Tipes," lanjut Mei.

Kemarin malam Jihan memberi kabar bahwa dia sedang dirawat di rumah sakit karena tipes. Ini semua karena pola hidupnya yang tidak sehat, serta banyak masalah yang membebani Jihan.

Rekan kerja Jihan berencana menjenguk hari ini selepas pulang kantor.

"Pak Haikal, mau ikut jenguk Jihan sore ini?" tanya Mei saat Haikal keluar dari ruangannya untuk makan siang.

Haikal tahu Jihan masuk rumah sakit sejak awal. Anak-anak divisi marketing heboh di grup WA sejak kemarin. 

"Tidak," sahut Haikal singkat.

"Yakin, Pak?" Alvian menatap dengan serius.

"Titip salam saja buat dia." Haikal melangkah pergi begitu saja.

"Sekali-kali titip uang kek, ini titip salam doang," dumel Mutia saat Haikal tidak terlihat lagi.

"Kasihan banget Jihan, dicampakkan dengan sadisnya," komentar Anita.

Alvian mengambil kaca mata bacanya. Memasang wajah ala-ala orang pintar, tetapi justru terlihat menyebalkan.

"Satu-satu cara menyembuhkan luka di hati adalah dengan ikhlas," ujarnya sok bijak.

Namun ada benarnya juga.

Tbc

Spam next di sini 👉

Tim Jihan-Haikal

Tim Niken-Haikal

Satu kata buat Niken 👉

1000 komen. 500 vote. Yok bisa yok

Share cerita ini diberbagai sosial media kalian 😉 supaya kita bisa baper-baperan bareng

Ig : ami_rahmi98

❤ Awas ada typo ❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top