Part 20 - Memilih

Holaaa, aku balik lagi bareng Jihan dan Haikal.

Cek sound dulu. Coba ketik Aaaaaa 👉

Spam PEMERAN UTAMA di sini 👉

Spam nama Jihan 👉

Spam nama Haikal 👉

Spam nama Niken 👉

Komentar yang banyak di setiap paragraf 😉

Happy reading ❤❤

Sampai bertemu pada titik penyesalan tertinggimu.
_______

Semenjak kecil Haikal selalu ada untuk Niken. Bams yang terkenal nakal dan sering membuat Niken menangis, Haikal yang akan pasang badan untuk melindungi.

Pernah satu hari Bams marah dan memukul Niken saat mereka bermain di taman komplek hanya karena Niken merusak robotannya. Tanpa berpikir dua kali Haikal balas memukul Bams hingga terjadi perkelahian. Entahlah, sudah seperti naluri bagi Haikal untuk melindungi Niken.

"Pergi!" Haikal mengusir Jihan dari ruangannya.

Air wajah Jihan mengeruh. Setelah ia mengobati luka Haikal, laki-laki itu tanpa perasaan meminta Jihan untuk pergi.

"Niken udah datang. Sebaiknya kamu pulang," suruh Haikal dengan nada yang lebih halus.

Jihan melirik ke arah pintu, bayangan Niken terlihat. Perempuan itu sepertinya enggan untuk masuk karena tidak ingin mengganggu Jihan bersama Haikal.

"Saya permisi, Pak!" kata Jihan dengan nada formal. Harga dirinya seolah diinjak-injak.

Begitu keluar dari ruangan Haikal, hal pertama yang Jihan dapati ada wajah Niken yang tampak tidak baik-baik saja. Entah mengapa Jihan benci melihatnya. Ada perasaan kesal yang Jihan rasakan.

"Kenapa lo harus muncul?" bisik Jihan pelan, tapi tajam dan menusuk.

Niken menunduk dalam. "Maaf, Jihan."

"Lo merusak semua kebahagiaan gue!" bentak Jihan dengan suara rendah, takut Haikal dengar perkataannya.

Rasanya Jihan ingin memukul Niken dengan sesuatu. Atau meninju Niken dengan tangan kosong. Beruntung akal sehatnya masih bekerja dan tidak melakukan semua hal bodoh itu.

"Haikal itu sayang sama gue. Dia cuma kasihan sama lo, Niken! Kenapa lo nggak paham juga?" Jihan merasa seperti pemeran antagonis yang coba memisahkan para tokoh utama.

Mata Niken berkaca-kaca. Benarkah begitu?

"Beri Haikal kebebasan. Biar dia bahagia dengan orang yang dia sayang. Dan orang itu gue," bohong Jihan. Dia sudah kepalang bersandiwara, lanjutkan saja hingga benar-benar hancur.

Air mata Niken jatuh.

"Haikal cuma kasihan sama lo!" ulang Jihan berkali-kali agar Niken sadar diri. "Cuma kasihan, Niken!"

Niken menggeleng tidak terima.

"Tolong pergi dari hidup, Haikal!" tegas Jihan.

Niken menangis tanpa suara.

"Niken, kamu kenapa?" Disaat bersamaan Haikal keluar dari ruangannya.

Tangisan Niken pecah begitu melihat Haikal datang, terdengar pilu dan penuh sesak.

"Maafin aku, Haikal. Maaf," ulang Niken berkali-kali.

Haikal memasang wajah bingung. Dia tidak mengerti untuk apa Niken meminta maaf, jika hanya karena Bams jelas ini bukan kesalahan Niken sejak awal.

"Jangan minta aku pergi, Haikal," isak Niken dengan nada memohon.

"Jangan suruh aku menjauh," ulang Niken.

"Siapa yang minta kamu untuk pergi?!" tanya Haikal dengan nada dalam, sarat akan kemarahan.

Mendadak tangan Jihan dingin. Sorot mata Haikal menggambarkan emosi yang jelas.

Niken menangis sedih, menumpahkan segala kesedihannya. Niken tidak dapat membayangkan jika dia harus hidup tanpa Haikal, melepaskan laki-laki itu dulu adalah satu kesalahan. Niken tidak ingin mengulangnya kembali.

"Kamu ngomong apa ke Niken?!" tanya Haikal pada Jihan.

Tangan Jihan gemetar takut. Antara ingin mengakui atau tidak semua perbuatannya.

"Kamu ngomong apa?!" tanya Haikal sekali lagi.

"Gue minta dia pergi!" balas Jihan dengan sisa keberanian yang ia miliki.

"Atas dasar apa kamu ngomong gitu? Apa hak kamu?!" Haikal menggebu-gebu. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Jihan. "Kamu tahu apa yang sudah dia lalui?!"

"Gue memang nggak tahu, Haikal! Yang gue tahu diperusak hubungan orang!" amuk Jihan.

"Niken nggak pernah merusak hubungan kita! Nggak pernah!" Haikal semakin marah.

"Dia orang jahat!" Jihan balas berteriak kuat, melampiaskan segala sesak di hati.

"AKU BUKAN ORANG JAHAT!" jerit Niken dengan histeris.

Niken meremas rambutnya, mendadak Niken merasakan tubuhnya lemas. Niken tidak mampu memopang berat tubuhnya lagi, perempuan itu jongkok sambil menangis.

"Aku bukan orang jahat! Aku nggak jahat kayak Bams!" racau Niken tak jelas.

"Sebaiknya kamu pergi!" Sudah berapa kali Haikal mengusir Jihan hari ini?

Lucu sekali. Tadi Jihan yang meminta Niken untuk pergi, tapi kini justru ia yang diusir pergi.

"Niken." Haikal menghampiri Niken, ikut jongkok di hadapan perempuan itu. "Nggak. Kamu bukan orang jahat. Kamu Niken yang baik sejak dulu."

Haikal mendekap Niken coba memberi kekuatan.

Mata Jihan berkaca-kaca. "Haikal, gue benci sama lo!" teriak Jihan marah. Ia tinggalkan pasangan paling memuakkan itu dengan perasaan berkecambuk.

*****

"Haikal." Lily menghampiri putranya yang duduk sendiri di teras samping rumah mereka. Lily letakkan segelas kopi di atas meja untuk Haikal.

"Makasih, Ma." Haikal menyesap kopi buatan ibunya.

"Tangan kamu sudah dikasih salep? Supaya luka dan memarnya cepat hilang." Luka yang Lily maksud adalah luka yang Haikal dapat dari perkelahian dengan Bams tadi sore.

"Iya, Ma. Nanti aku obati." Haikal teringat pada Jihan yang tadi sore mengobati lukanya.

Ah, tadi dia menyakiti perempuan itu lagi.

"Niken kenapa?" tanya Lily. Tadi Niken pulang dalam keadaan menangis.

"Berantem sama Jihan," jawab Haikal apa adanya.

"Jihan buat masalah?"

Haikal diam, tidak ingin mengiyakan perkataan ibunya.

"Bukan Mama mau mengatur kehidupan percintaan kamu. Tapi, kalau kamu memang udah nggak ada hubungan apa-apa lagi dengan Jihan, jauhi dia," nasehat Lily.

"Dan kalau kamu memang mau kembali pada Niken, kamu harus serius. Jangan kasih harapan palsu ke Niken. Kamu tahu sendiri Niken nggak punya siapa-siapa selain abangnya yang gila harta itu. Jangan sakiti Niken." Lily menatap serius pada Haikal.

"Maksud Mama aku boleh menyakiti Jihan?"

"Kamu jelas nggak boleh menyakiti dua-duanya. Sekarang Mama tanya, kamu mau Jihan atau Niken?"

Haikal diam dengan perasaan terombang-ambing. Di satu sisi dia memang harus melindungi Niken dari Bams. Namun, di sisi lain Haikal tidak ingin Jihan bersama yang lain.

Egois, bukan? Tidak, Haikal tidak egois. Dia hanya ingin memastikan semua orang bahagia, tetapi tanpa Haikal sadari ia telah menyakiti hati orang-orang di sekitarnya.

"Aku cuma mau semua orang bahagia, Ma," jawab Haikal.

"Kamu bukan Tuhan, Nak. Bukan malaikat juga. Kebahagiaan semua orang bukan tanggung jawab kamu."

Haikal mencerna dengan baik nasehat ibunya.

"Tapi untuk saat ini, Niken butuh kamu. Jaga dia!" Lily menutup nasehat panjangnya di malam yang dingin.

"Iya, Ma."

"Sebaiknya kamu pertegas hubungan kamu dengan Niken. Bukan Mama mau ikut campur. Tapi Mama lebih senang kamu dengan Niken, kita sudah tahu dia sejak lama," saran Lily.

"Iya, Ma."

"Kamu nggak ada rasa lagi pada Jihan, bukan?"

Haikal terdiam. Memikirkan baik-baik jawaban apa yang akan dia berikan. "Nggak, Ma."

Dengan segala kewarasan yang Haikal miliki dia memilih untuk menjauhi Jihan. Melupakan rasa meluap-luap yang ia rasakan saat mengetahui Jihan dekat dengn laki-laki lain. Melupakan bahwa dia masih begitu peduli pada perempuan itu. Melupakan rasa nyaman saat bersama Jihan.

Haikal harus melupakan semua itu, karena Niken lebih membutuhkannya.

Tbc

Spam next

Spam ❤

Satu kata buat Haikal 👉

500 vote. 1000 komen. Yok bisa yok 😊😊😊

Jangan lupa share cerita ini diberbagai sosial media kalian 😉 ajak yang lain juga buat baca supaya kita bisa baper baperan bareng 🤗🤗

Ig : Ami_Rahmi98

Awas ada typo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top