Part 2 - Haikal Narendra

Hai, hai aku balik lagi. Jangan lupa komen yang banyak yaa 😉


Cuss absen dulu, siapa yang kangen mantan di sini? 👉

Yang jomblo siapa aja 👉

Yang punya pacar absen di sini 👉

(Supaya kita tahu banyakan populasi jomblo atau yang punya pacar hahahaha)

Kalian dari kota mana? 👉

Spam emot ❤

Sebelum baca jangan lupa baca doa dulu awokwok

Selamat membaca ❤❤

Komunikasi itu sangat penting,
Kalau tidak ada komunikasi berarti kamu tidak penting.
____

"Tadi malam lo liat Niken, kan? Itu loh mantan pacar Pak Haikal yang paling melegenda. Pas pesta tadi malam berdiri disamping Ibunya Pak Haikal waktu potong kue."

"Iya! Iya! Gue tahu. Wah seleranya Pak Haikal jatuh banget. Dari Niken ke Jihan. Bagai bumi dan langit."

"Namanya juga cinta."

"Iya kalau benaran cinta ke Jihan. Kalau cuma dijadikan pelarian, gimana?"

Pelarian?

Napas Jihan tercekat mendengar kata pelarian. Dua orang rekan kerjanya asik bergosip di depan cermin yang ada di toilet kantor sambil menebalkan bedak atau lipstik yang barang kali luntur, sementara Jihan berada di dalam bilik toilet.

"Kita lihat aja seberapa lama Pak Haikal bakal bosan ke Jihan."

"Paling lama juga beberapa bulan lagi."

"Atau mungkin beberapa hari."

"Beberapa jam."

Lalu keduanya tertawa mengejek sembari pergi meninggalkan toilet. Tanpa disadari dua orang itu mereka telah menyakiti hati Jihan.

Jihan mengadu kedua jarinya, jari telunjuk dan jempol. Entahlah, rasanya sesak sekali. Namun anehnya Jihan tidak menangis. Tidak ada air mata yang keluar.

Gue cuma pelarian? batinnya pilu.

Hubungan lima bulannya versus hubungan lima tahun milik Niken. Mana yang lebih kuat?

Tidak perlu menjadi pintar untuk tahu jawabannya.

Jihan terduduk lemas di atas toilet duduk. Mengumpulkan kembali semangat yang ia miliki, semangat yang hancur sejak tadi malam.

Jihan memeriksa ponsel miliknya, barang kali ada pesan dari seseorang yang ia tunggu. Nyatanya tidak ada. Haikal tidak menghubungi Jihan sejak tadi malam, bahkan laki-laki itu tidak bertanya mengapa Jihan tiba-tiba hilang saat di pesta.

"Jihan." Anita mengetuk pintu toilet. Anita sejak tadi berada di bilik toilet sebelah.

Jihan menghela napas kasar, ia perbaiki raut wajahnya sebelum melangkah keluar.

"Sialan itu cewek-cewek. Dasar tukang gosip. Ya ampun, kalau tadi pup gue enggak lagi di tengah jalan udah gue labrak mereka. Exmosi gue, exmosi," omel Anita menggebu-gebu.

"Udah nggak usah ditanggapin. Kayak nggak tahu aja gimana mulut-mulut tukang gosip di kantor ini." Jihan memperbaiki tatanan rambutnya di depan cermin toilet.

"Gue kesal, Ji. Sok tahu banget mereka soal lo yang dijadikan pelarian. Gue juga kesal sama si Niken. Lagi pula cewek itu harusnya menjauh dari Haikal, udah tahu Haikal punya pacar masih aja mepet. Nggak ada otak memang!" Anita semakin kesal.

Jihan diam tidak menanggapi.

"Gue ngerasa sejak Niken pulang dari Singapura sikap Haikal ke lo berubah."

Jihan tarik kedua sudut bibirnya, menciptakan senyuman miris. "Hubungan lima tahun mereka, bukan apa-apa dibandingkan hubungan lima bulan yang gue punya."

"Jangan terlalu dipaksakan kalau lo ngerasa hubungan lo sama Haikal udah nggak layak buat dipertahankan," nasehat Anita bijak.

"Udah ah jangan bahas Haikal lagi. Gue pusing! Ayo balik, kerjaan gue masih banyak."

Jihan bekerja di sebuah perusahaan manufaktur terbesar di Indonesia bagian marketing sebagai karyawan biasa. Jihan bertemu dengan Haikal di tempat bekerja, romance office istilahnya. Haikal sebagai kepala bagian marketing dan Jihan hanya karyawan biasa.

Haikal itu tipe bos yang tidak banyak bicara. Namun bukan berarti Haikal tidak mau berbaur dengan bawahan, hanya saja karena aura yang begitu kuat membuat orang-orang terkadang segan dengannya.

Pada awalnya Jihan juga takut berinteraksi dengan Haikal. Awal hubungan mereka dimulai dari kue bika ambon yang Jihan bawa dari Medan saat pulang kampung. Hari itu Jihan membagi bika ambon pada seluruh rekan kerjanya termasuk Haikal, siapa sangka Haikal menyukai kue bika ambon itu dan meminta Jihan untuk membeli kembali kue bika ambon langsung ke Medan keesokan harinya.

Ya, semua berawal dari kue bika ambon khas Medan.

*****

"Kenapa bisa?!" pekik Haikal marah.

"Bagian keuangan tidak meng-acc proposal kita, Pak. Artis KPOP terlalu mahal untuk bintang iklan produk minuman baru," jawab bawahan Haikal yang bernama Mutia dengan takut-takut.

Jihan dan Anita yang baru memasuki ruangan terkejut mendengar kemarahan Haikal. Keduanya baru saja selesai makan siang. Drama apa lagi ini?

"Sial!" Haikal memberikan tatapan kesal pada Mutia.

"Cari artis lokal yang sedang naik daun untuk produk baru kita. Tapi harus yang berkualitas!" Kemudian Haikal memasuki ruangan khusus untuknya. Sebelum memasuki ruangan Haikal melirik Jihan dengan tajam. Ya, tajam. Seakan Jihan juga melakukan kesalahan.

Bahu Mutia melemas selepas kepergian Haikal. Dia hempaskan tubuhnya ke atas kursi kerja. Kena omel bos memang tidak pernah enak.

"Yang tabah ya," seloroh Anita pada Mutia sebelum kembali duduk ke meja kerjanya.

Begitu juga Jihan, ia kembali duduk ke kursi kerjanya. Sesekali Jihan melirik ke arah pintu ruangan milik Haikal. Laki-laki yang satu itu sangat tidak bisa ditebak. Kenapa Haikal yang terlihat marah? Bukankah seharusnya Jihan yang merasa kesal di sini.

"Bos kalau marah bikin suasana jadi rusak," decak Alvian, si playboy kelas kakap dari bagian marketing.

"Calon suami lo kenapa sih, Ji?! Bikin makan hati," tanya Mutia.

"Mana saya tahu, saya kan ikan," sahut Jihan cuek.

"Kurang balaian kali," seloroh Mei.

"Kampret lo!" Jihan melotot sebal dari balik kubikelnya.

"Eh, ngomong jangan asal ceplos dong, Mei. Kita sebagai cabai-cabaian syariah harus jaga sikap," sahut Anita.

Anita, Mutia, Mei dan Jihan adalah empat sekawan dari divisi marketing. Mereka menamai kelompok mereka dengan cabe-cabean syariah. Walau keempatnya tidak tampak syariah sama sekali.

Hari beranjak sore, jarum jam menunjuk ke arah angka lima. Itu artinya jam pulang telah tiba. Satu per saru rekan kerja Jihan meninggalkan ruangan.

"Yakin nggak mau bareng, Ji?" tanya Mutia. Orang terakhir yang ada di ruangan selain Jihan.

"Gue naik gojek aja," sahut Jihan.

"Alasan. Bilang aja mau bareng si bos."

Jihan berdecak kesal. Bareng Haikal? Ck, omong kosong. "Gue emang naik gojek!"

"Iya, iya. Biasa aja kali jawabnya. Jangan sewot gitu." Mutia menyimpan ponselnya ke dalam tas. "Gue duluan."

"Hati-hati. Kalau ketemu cowok di jalan jangan ganjen." Jihan setengah berteriak.

"Nggak ganjen, palingan centil dikit nanti."

"Dasar!"

Kini Mutia benar-benar hilang dari pandangan Jihan.

Jihan sengaja menunggu Haikal ke luar dari ruangan. Mereka perlu bicara secara langsung untuk menyelesaikan masalah yang ada. Hubungan ini sudah terlalu dingin.

"Haikal." Penantian Jihan akhirnya berbuah manis. Selang lima menit kemudian Haikal keluar dari ruangannya.

"Belum pulang?" tanyanya.

"Aku nungguin kamu. Kita perlu bicara," kata Jihan.

"Kenapa nggak kasih kabar tadi kalau mau bicara. Aku udah terlanjur buat janji sama Niken."

Kecewa. Jihan kecewa.

"Lain kali aja kalau gitu!" balas Jihan dengan nada sinis. Dia raih tasnya dan berjalan pergi meninggalkan ruangan.

Bodohnya Jihan berharap Haikal akan menahan kepergiannya. Atau setidaknya membujuk Jihan untuk tidak marah. Atau Haikal mengucapkan kata maaf maaf.

Baiklah, kembali pada kenyataan. Hingga di atas boncengan motor gojek Haikal sama sekali tidak melakukan hal-hal picisan yang Jihan harapkan.

Sudahlah.

Tbc

Spam next di sini 👉

❤ Awas ada typo ❤

Ig : Ami_Rahmi98

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top