Part 19 - Luka

Hai, hai aku balik lagi bareng Jihan. Ada yang kangen?

Sebelum baca kita cek sound dulu ya. Ketik Aaaaaa 👉

Spam nama Jihan 👉

Spam nama Haikal 👉

Spam nama Niken 👉

Spam PEMERAN UTAMA di sini 👉

Jangan lupa komentar di setiap paragraf.

Happy reading ❤

Sekarang aku menjadi orang yang tidak kamu sukai. Dan sekarang aku pastikan aku akan berubah menjadi orang yang tidak akan bisa kamu miliki.
______


"Gue mau jadi orang jahat aja." Pandangan Jihan tertuju pada satu titik yang begitu jauh. Lurus dan tidak teraih.

Kopi hitam pesanan Jihan mulai mendingin, seperti suasana hatinya yang tidak jauh berbeda. Berbagai kejadian dalam beberapa waktu belakangan menciptakan luka yang begitu dalam bagi Jihan. Tidak ada yang berjalan lancar. Baik pekerjaannya, urusan cinta dan keluarga yang kena tipu.

"Beberapa waktu yang lalu gue dimaki-maki sama manager salah satu artis karena datang terlambat."

"Di hari yang sama gue dapat kabar kalau orangtua gue kena tipu."

"Urusan percintaan gue juga nggak mulus sama sekali."

"Dan sekarang gue dicampakkan."

Jihan mengakhiri curhatannya dengan tawa miris. Namun di telinga Dirga justru terdengar tawa yang penuh keputusasaan.

"Dalam hidup suka duka itu pasti," balas Dirga.

Jihan menyesap kopi dingin miliknya. "Hidup gue terlalu banyak duka. Siapa yang harus gue salahkan?"

Dirga memilih untuk tidak menjawab.

"Tuhan? Jangan, gue terlalu lemah untuk menyalahkan Tuhan pemilik segalanya." Jihan bertanya dan menjawab sendiri.

"Diri gue sendiri? Nggak, gue jelas nggak mau disalahkan," ungkap Jihan.

Dirga memasang wajah penuh minat. "Lalu, siapa yang salah?"

"Haikal!" tegasnya.

"Apa?"

"Laki-laki itu yang bertanggung jawab atas semua kesialan gue. Gue akan rebut Haikal dari Niken! Karena kebahagiaan gue ada pada Haikal."

Dirga tidak habis pikir dengan jalan pikiran perempuan yang menyukai hal-hal rumit untuk dimengerti.

"Kak, jangan jadi jahat hanya untuk seorang laki-laki," peringat Dirga.

Mata Jihan lagi-lagi tampak kosong. Suasana riuh di sekitar kafe tidak mengusik kekosongan batinnya.

"Perempuan baik akan menemukan laki-laki baik. Atau jika tidak, dia yang akan ditemukan oleh laki-laki baik," nasehat Dirga.

"Itu hanya untuk orang-orang beruntung. Dan gue bukan orang beruntung," balas Jihan datar.

*****

Hari kembali berganti. Sinar matahari pagi masih tampak bersembunyi dibalik awan, hangat terasa. Jihan menyambut pagi yang cerah ini dengan senyuman palsu. Satu hari penuh Jihan isi dengan kekosongan.

Sore ini Jihan pulang dengan menggunakan angkutan umum. Si berodong tidak bisa datang menjemput dengan alasan urusan kampus. Entah benar atau tidak.

Sebelum keluar dari gedung kantor, Jihan mampir ke toilet sebentar yang ada di lantai dasar. Selepas menyelesaikan urusannya, Jihan kaget dengan apa yang terjadi di dekat toilet. Haikal terlihat menghajar seseorang dengan brutal.

"Sialan!" maki Haikal emosi.

Jihan yang melihat kejadian itu takut setengah mati. Ia bersembunyi di balik dinding dengan kaki gemetar. Jihan tidak menyangka Haikal bisa seliar itu memukul orang.

"Lo pantas mati!"

Si laki-laki yang dihajar Haikal terbatuk. Sudut bibirnya robek.

Area sekitar sepi. Tidak ada tanda-tanda orang terlihat akan melintas. Membuat Jihan semakin panik, bagaimana kalau Haikal sampai memukul laki-laki itu hingga mati?

"Jangan sakiti Niken lagi!" pekik Haikal sambil melayangkan tinju.

Demi Niken?

"Nggak tahu diri!" Haikal semakin membabi buta.

"Haikal udah!" Niken datang, berlari tergesah-gesah. Dia tarik Haikal untuk menjauh jadi tubuh Kakaknya, Bams.

Napas Haikal memburu cepat dengan wajah memerah. Haikal tidak pernah seemosi ini sebelumnya.

"Dia harus mati!" tunjuk Haikal dan ingin menerjang Bams kembali.

Niken menangis, ia dekap tubuh Haikal erat. "Jangan kayak gini. Kamu buat aku takut."

Saat itu perlahan-lahan sorot mata Haikal mulai redup. Deru napasnya perlahan melambat. "Maaf," sesal Haikal akan tindakannya yang tidak terkendali.

Niken menangis kuat, ia genggam kemeja Haikal untuk mengurangi ketakutannya.

Sementara Bams tampak setengah sadar, namun wajah pongah laki-laki itu tidak kunjung hilang.

"Jangan pernah temui Bams lagi!" larang Haikal sambil mengurai dekapan Niken.

Niken mengangguk lugu.

"Dia tidak pantas menjadi keluarga kamu! Dia berhati binatang," kata Haikal dengan nada berapi-api.

"Ada apa lagi kali ini?" tanya Niken.

Haikal memilih diam dan tidak memberitahu alasan sebenarnya mengapa dia memukul Bams hingga hampir sekarat. Semua ini bermula saat Bams tiba-tiba muncul di kantor Haikal saat jam pulang tadi. Meminta waktu Haikal sebentar untuk membicarakan sesuatu yang menyulut emosi Haikal.

"Tangan kamu berdarah." Niken meraih tangan kanan Haikal yang tampak tergores banyak.

"Bukan apa-apa."

"Aku obati." Tangis Niken kembali pecah melihat pengorbanan Haikal untuk melindunginya.

"Sebaiknya hubungin ambulan dulu sebelum laki-laki itu mati." Tunjuk Haikal pada Bams dengan gerakan mata.

Haikal memutar tubuhnya, melangkah dengan sempoyongan. Lalu, Niken segera mengurus Bams untuk mendapat pertolongan yang layak.

Jihan yang menyaksikan semua kejadian itu kehilangan kata-kata. Apa yang membuat Haikal sampai sebengis ini?

Namun bukan itu poin penting bagi Jihan. Satu kesimpulan yang Jihan dapatkan, Niken sangat-sangat berarti untuk Haikal dilihat dari cara laki-laki itu melindunginya.

*****

Diam-diam Jihan mengikuti Haikal yang kembali ke ruangan kerja. Perasaan Jihan bergemuruh di depan pintu kerja laki-laki itu. Tangan kanan Jihan menggenggam kotak P3K.

Ayolah, hanya tinggal masuk lalu obati luka Haikal sebelum keduluan Niken yang saat ini sedang sibuk mengurus Bams.

Rasanya ini tidak semudah saat Jihan mendeklarasikan pada Dirga bahwa ia akan merebut Haikal dari Niken.

"Sampai kapan kamu berdiri di situ?"

"Hah?" Jihan tersadar dari lamunannya.

Pintu ruangan Haikal terbuka lebar. Laki-laki itu berdiri tegap di hadapan Jihan.

Sejak kapan?

Jihan mengangkat tinggi kotak P3K yang ia bawa. "Mau diobati?"

Detik berikutnya Haikal mengangguk. Langkah Haikal kembali masuk ke dalam ruangan, diikuti Jihan.

Keduanya duduk bersisihan di sofa. Dengan perasaan tak karuan Jihan meraih tangan Haikal, ia usap pelan luka-luka itu. "Sakit?" tanyanya.

"Hmmm." Entah kenapa suara Haikal terdengar manja di telinga Jihan.

"Kenapa sampai berantem?" tanya Jihan.

"Bams itu kurang ajar."

"Kenapa?" tanya Jihan lagi.

Haikal tampak enggan untuk menjawab.

"Nggak mau cerita?" Jihan kecewa.

"Bukan nggak mau cerita. Saya hanya tidak mau kamu sakit hati." Haikal menatap tepat pada dua bola mata Jihan.

"Saya tahu, kamu selalu terluka pada semua hal yang menyangkut Niken," lanjut Haikal.

Itu tahu! omel Jihan dalam hati.

"Jihan," panggil Haikal parau. Dapat Jihan rasakan ada banyak hal yang ingin Haikal sampaikan. Tatapan mata Haikal yang biasanya tidak dapat Jihan baca, hari ini terlihat menggambarkan semua.

"Jihan," panggil Haikal satu kali lagi, dengan suara serak yang dalam.

"A-apa?" Sial, kenapa Jihan menjadi gugup?

"Kapan kamu mau mengobati luka saya?"

"Oh iya lupa!" Jihan cengegesan. Merasa bodoh karena terlena Haikal memanggil namanya dengan nada dalam.

Tbc

Spam next di sini 👉

Spam ❤

500 vote, 1000 komen ya.

💓 Awas ada typo 💓

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top