Part 17 - Kata Maaf dan Jangan

Hai, hai aku balik lagi bareng Jihan yang lagi galau. Ada yang kangen?

Coba cek sound dulu. Ketik Aaaaa 👉

Udah pada makan belum?

Spam nama Haikal di sini 👉

Spam nama Jihan 👉

Spam nama Niken 👉

Spam PEMERAN UTAMA di sini 👉

Jangan lupa komentar yang banyak di setiap paragraf ya 😉

Happy reading ❤

I love you to the moon and back.
____

Pagi ini Jihan berangkat ke kantor tidak sendiri. Si berondong semalaman suntuk menganggu Jihan via chat untuk menawarkan tumpangan. Katanya sebagai balas budi karena dikasih jajan. Jadilah sekarang Jihan berangkat kerja bersama Dirga.

"Makasih," kata Jihan sembari merapikan pakaiannya berniat turun dari dalam mobil.

"Iya, sama-sama. Oh iya, hari ini gue di kampus cuma sampe siang."

Jihan mencium bau-bau modus dari kalimat Dirga.

"Jadi?"

"Mau dijemput?" tarwa Dirga dengan kalem.

"Boleh!" Jihan tidak berniat menolak. Dia tidak bawa motor hari ini. Hitung-hitung hemat ongkos, dan sebagai denda uang tiga ratus ribunya yang melayang tadi malam.

Jihan turun dari dalam mobil Dirga. Hari ini Jihan bekerja memakai kemeja biru muda yang dipadukan dengan celana bahan warna hitam. Rambut sebahunya Jihan biarkan tergerai indah. Tak lupa make up ala-ala beauty vloger Jihan gunakan sebagai penunjang penampilannya.

Baru beberapa langkah Jihan berjalan meninggalkan mobil terdengar teriakan cempreng Dirga.

"Nanti gue chat ya!" teriak Dirga dari dalam mobil dengan kaca yang terbuka, ia melambai heboh.

"Dasar bocah!"

Jihan meringis melihat tingkah bocah yang satu itu, beberapa orang yang melintas melirik karena tingkah Dirga. Dengan gerakan tangan Jihan menyuruh Dirga pergi.

"Nanti gue jemput." Bukannya pergi Dirga justru kembali berteriak.

Masa bodoh! batin Jihan terus melangkah. Dia memilih mengabaikan Dirga dari pada menjadi bahan tontonan orang-orang.

"Semangat kerjanya, Kak! I love you to the moon and back," canda Dirga. Lalu mobil laki-laki itu bergerak pergi.

Jihan meringis mendengarnya. Norak banget!

"Cieee Jihan, i love you to the moon and back," goda seorang karyawati yang tidak sengaja melintas.

Jihan meringis menanggapi candaan karyawati itu. Senyuman kaku Jihan tampilankan. Dengan secepat kilat kaki Jihan melangkah memasuki gedung kantor. Namun sebelum benar-benar mencapai pintu masuk tangan Jihan ditarik seseorang.

"Siapa laki-laki itu?" sambar Haikal dengan tatapan mata tajam. Tangannya mencengkram kuat pergelangan Jihan.

Keduanya menepi di sisi kiri pintu utama.

"Lepasin!" Jihan meringis risih.

"Dia bocah yang kemarin bareng kamu di kafe?" tanya Haikal.

"Bukan urusan lo!" Jihan berusaha menarik tangannya. Ia tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang.

"Apa harus anak itu Jihan? Dia itu bocah ingusan. Tidak tahu apa-apa. Kamu cuma buang-buang waktu kalau dengannya," ungkap Haikal. "Setidaknya cari yang lebih baik dari saya."

Jihan tertawa hambar. "Lo lebih baik dari dia?"

"Dia terlalu muda buat kamu," debat Haikal.

"Apa peduli lo?!" Jihan berujar kesal.

"Bisa nggak kamu jangan membantah. Saya hanya ingin memastikan yang terbaik buat kamu. Jadi perempuan yang patuh! Jangan dekat dengannya!" sentak Haikal tajam.

"Apa urusan lo?!" ulang Jihan sekali lagi.

Haikal terdiam dengan wajah menahan emosi. Bukan urusannya memang mengingat kini Jihan bukan siapa-siapanya lagi. Namun Haikal tidak bisa menahan perasaannya untuk tidak ikut campur melihat Jihan dekat dengan bocah ingusan itu.

"Lo sendiri dekat dengan Niken gue nggak pernah larang. Gue nggak pernah ikut campur," balas Jihan.

"Bisa kamu dewasa sedikit, Jihan? Jangan bawa-bawa Niken di antara kita."

"Nggak bisa! Karena akar semua masalah kita adalah Niken. Dia biang masalah! Dia perusak hubungan orang!" ungkap Jihan menggebu-gebu.

Mata Haikal semakin tajam. Rahang laki-laki itu mengetat. Dapat Jihan rasakan emosi yang mendalam dari dua bola mata Haikal.

"Kenapa? Lo marah karena gue merendahkan Niken?" tantang Jihan.

Kedua tangan Haikal mengepal kuat, ia genggam udara kosong sebagai pelampiasan emosi. Jihan sudah sangat kelewatan menurut Haikal.

"Perempuan itu hatinya busuk!"

"Jihan!" Haikal setengah berteriak, membuat Jihan terpaku karenanya. Harga diri dan hati Jihan tertampar kuat, rasanya sakit sekali menerima perlakuan Haikal ini.

"Saya lebih mengenal Niken dari pada kamu. Jangan pernah merendahkan dia. Karena dia bukan perempuan rendahan!" peringat Haikal dengan serius.

"Jadi sedikit dewasa, Jihan! Cara berpikir kamu buat saya kecewa." Haikal melangkah pergi.

Jihan membeku di tempat memikirkan semua kata-kata Haikal. Apa benar semua yang terjadi antara dia dan Haikal karena kesalahan Jihan sendiri? Bukan Niken yang merusak hubungan mereka, tapi Jihan sendiri yang merusaknya.

Apa benar begitu?

*****

Saat jam makan siang Jihan melihat Haikal keluar dari ruangannya. Laki-laki itu melangkah pergi begitu saja dengan wajah kelam, datar, tajam dan tidak enak dipandang. Jika biasanya, walau jarang, Haikal akan merecoki Jihan dengan segala tingkah julidnya. Maka sejak tadi pagi tidak terjadi sama sekali.

Haikal bersikap tidak peduli. Oh ayolah, apa yang Jihan harapkan?

"Suram banget wajah Pak Haikal." Mei ngeri sendiri.

"Lebih suram masa depan lo," balas Mutia

"Enak aja!" Mei mencebik kesal.

"Sesama manusia bermasa depan suram jangan saling menghina," peringat Alvian dari balik layar komputernya.

"Masa depan lo lebih suram!" kata Mei dan Mutia berbarengan pada Alvian.

"Nggak penting banget obrolan lo semua. Jangan bercanda! Negara lagi susah," seloroh Anita.

Jihan menghela napas kasar dan tidak berniat untuk terlibat obrolan dengan teman-temannya. Dia kepikiran Haikal, Jihan bahkan melewatkan makan siangnya karena dia benar-benar tidak selera. Hingga Haikal kembali selepas makan siang wajah suram laki-laki itu tidak berubah.

Hari beranjak sore. Jihan mematikan layar komputernya, jam pulang kantor telah tiba. Mata Jihan melirik ke arah ruangan Haikal, laki-laki itu masih di sana.

"Mau bareng, Ji?" tawar Anita.

"Gue ada yang jemput," balas Jihan. Dirga yang akan menjemputnya.

"Ada yang jemput? Siapa?" tanya Mei kepo.

"Dirga," Mutia menjawab dengan semangat. Tidak sia-sia dia mengenalkan Jihan pada Dirga. "Gimana cowok kenalan gue? Oke, kan?"

"Oke dari mana? Yang ada kemarin gue diporotin. Tuh anak beneran kayak bocah, masa minta jajan sama gue." Jihan pura-pura kesal.

"Yang lagi pendekatan sama berondong mah beda cara mainnya. Di kasih jajan cuy," canda Mei.

"Apaan sih?" Jihan berdecak.

Teman-teman Jihan menanggapinya dengan tawa.

"Udah, ah, jangan ngeledek gue," lerai Jihan. "Ayo balik."

"Jihan, bisa bicara sebentar." Haikal tiba-tiba keluar dari ruangannya.

Karyawan divisi marketing yang masih berada dalam ruangan saling memandang mendengar perkataan Haikal. Lalu detik berikutnya mereka mundur alon-alon pamit undir diri.

"Gue duluan, ya." Anita kabur begitu saja.

"Nita, tungguin gue." Mutia ikut kabur.

"Ikooot," kata Mei heboh.

Benar-benar bukan tipe yang setia kawan.

Suasana mendadak hening antara Haikal dan Jihan. Dengan serba salah Jihan meremas tali tas tangan yang ia bawa. Menatap wajah lelah Haikal jelas bukan pilihan yang tepat untuk Jihan.

"Maaf," suara Haikal memecahkan keheningan.

Jihan mengangkat wajahnya, memberanikan diri untuk melihat pada dua bola mata Haikal.

"Maaf," ulang Haikal. "Tadi kata-kata saya terlalu kasar."

Jihan terbuai pada kata-kata lembut itu.

Haruskah ia memaafkan?

Atau justru sebaliknya, Jihan yang harus meminta maaf.

Tbc

Spam next di sini 👉

Spam ❤

700 komen. 400 vote bisa lah yaaa hehehe

Share cerita ini ke berbagai sosial media kalian biar yang lainnya ikut baca dan kita baper-baperan bareng 🤗

Ig : Ami_Rahmi98

⛤Awas ada typo⛤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top