Part 14 - Kenangan Bersama Haikal
Yuhuu aku balik lagi bareng Jihan dan Haikal.
Cek sound dulu. Coba ketik Aaaaa 👉
Coba spam nama Jihan di sini 👉
Spam nama Haikal di sini 👉
Spam nama Niken di sini 👉
Happy reading ❤
Dari semua yang hilang aku paling merindukan diriku sendiri.
______
"80 juta?"
Jihan mengangguk ragu menjawab pertanyaan singkat dari Haikal. Akhirnya setelah menyelesaikan drama Niken, Jihan dapat curhat pada Haikal.
"Kalau memang uangnya nggak ada, nggak masalah. Lagipula--"
"Aku bantu," potong Haikal. Laki-laki itu melipat kedua tangannya dengan sok. Senang rasanya bisa mengetahui sisi lemah Jihan.
Mata Jihan semakin menyorot ragu. "Serius?"
"Tapi dengan satu syarat."
"Syarat?" cicit Jihan.
Saat meminjamkan uang pada Niken tidak pakai syarat, tuh. Kenapa giliran Jihan dipersulit?
"Syarat apa? Jangan macam-macam deh," kata Jihan dongkol.
Haikal tersenyum miring.
"Giliran aku yang pinjem uang dipersulit. Tadi waktu Niken langsung kasih gitu aja," sindir Jihan. "Jadi syaratnya apa?!"
Belum sempat Haikal memberi syarat Niken telah kembali dari toilet. Saat ini ketiganya sedang makan di salah satu restoran. Malam ini juga Niken pindah ke rumah Haikal, perempuan itu hanya membawa barang yang ia perlukan saja.
Apartemen dan semua isinya Niken ikhlaskan untuk membayar utang Bams. Besok Niken akan mengurus segala keperluan administrasi.
"Haikal, kepala aku sakit." Niken meringis. Wajahnya nampak pucat.
"Mau minum air hangat?" kata Haikal dengan wajah khawatir.
"Kayaknya aku mau demam. Badan aku juga anget. Pegel semua," tambah Niken.
Jihan mencibir pelan. Dia tidak pernah memakai nada semanja Niken pada Haikal. Mungkin besok-besok Jihan akan mencoba.
"Aku cari obat sebentar." Haikal bangun dari duduknya. Dengan tergesah ia meninggalkann Jihan dan Niken untuk mencari apotek terdekat.
Bibir Jihan menganga. Tidak percaya dengan adegan picisan yang baru terjadi. Apalagi gerakan Haikal yang terlampau cepat mencubit sudut hati Jihan.
Niken menyesap teh hangatnya yang mulai dingin. "Haikal memang seperhatian ini," katanya.
Perempuan ini sedang pamer perhatian? Jihan menatap tanpa minat.
"Iya, Haikal memang baik. Dulu pernah waktu gue PMS dia belikan pembalut. Tanpa berpikir dua kali." Sesungguhnya Jihan bohong. Ayolah, tidak mungkin Jihan meminta hal sepicisan itu pada Haikal.
Yang terpenting tidak kalah saing dari mantannya Sang Mantan.
"Haikal pernah belikan gue nasi goreng padahal udah hampir tengah malam. Dia langsung anter ke rumah. Dia takut perut gue sakit." Niken tersenyum pongah.
"Oh ya?" Jihan pura-pura terkejut. "Haikal juga pernah nganter martabak ke kosan gue tengah malam hanya karena gue lagi kepengen banget."
Bohong banget! Mana pernah Haikal melakukan itu. Lagipula Jihan tidak pernah minta martabak.
Niken menyelipkan rambutnya di belakang telinga. Perempuan itu berusaha untuk tetap tenang.
"Dulu gue pernah di kasih bunga sama Haikal," pamer Jihan tak benar.
"Gue juga pernah!" balas Niken.
Jihan mendengkus pelan. "Gue pernah dibelikan kalung," Jihan mengarang indah.
"Kalau gue dibelikan cincin." Niken tersenyum setengah.
Jihan diam. Niken juga diam. Untuk sesaat hening tercipta. Keduanya sadar bahwa sikap mereka sangat kekanakan.
"Dulu Haikal itu suka banget makan nasi goreng buatan gue," kenang Niken.
Dan ternyata ajang pamer kenangan ini belum selesai. Kenapa ceritanya menjadi ajang pamer begini?
Duh, gue nggak pernah masakin Haikal selama pacaran, keluh Jihan.
"Haikal suka banget bika ambon yang gue bawa dari Medan," balas Jihan.
Yang penting pamer, batinnya.
"Selera Haikal berubah, ya? Dulu dia lebih suka makanan yang gurih-gurih setahu gue." Secara tidak langsung Niken mempertanyakan kenangan yang Jihan miliki.
Hei, untuk bagian bika ambon Jihan tidak berbohong ya! Haikal bahkan menyuruhnya untuk terbang langsung ke Medan membeli bika ambon.
"Dulu." Niken mulai bercerita. "Haikal nembak gue di taman belakang rumahnya. Di hadapan keluarga kami berdua. Awalnya gue kira cuma gue yang punya rasa lebih dari seorang sahabat, ternyata dia juga."
Jihan meminum jus jambu miliknya dengan gusar. Dulu Haikal mengajaknya pacaran hanya via chat. Jihan yang kesenangan digebet sama kepala divisi marketing idaman ciwi-ciwi tanpa berpikir dua kali langsung menerima Haikal.
"Lo beruntung banget," komentar Jihan tanpa sadar. Jujur dia iri.
Niken tertawa renyah. "Lo juga beruntung pernah menjadi bagian dari hidup Haikal. Bahkan menempati hatinya."
"Tapi lo jauh lebih beruntung."
"Nggak! Lo lebih beruntung, Jihan."
"Lo yang lebih beruntung, Niken."
"Lo, Jihan."
"Elo."
Sekarang menjadi ajang pamer rendah hati. Hei, apa perdebatan ini penting sekarang?
"Pantas telinga saya panas sejak tadi. Ternyata jadi bahan gosip di sini." Haikal kembali dari apotek.
Jihan merespons Haikal dengan cibiran kuat. Sangat berbanding terbalik dengan respons Niken yang memberi senyuman geli tetapi tetap terlihat elegan.
"Niken, ini obatnya." Haikal menyodorkan kresek putih pada Niken.
"Kamu memang yang paling cekatan. Terima kasih." Niken terima plastik putih itu dengan senyuman bahagia.
Haikal mengambil tempat duduk tepat di sisi Niken. Sementara Jihan duduk di hadapan mereka berdua. Haikal mulai sibuk menjelaskan obat apa saja yang ia beli, dan Niken menanggapi dengan mata teduh penuh binar.
Lalu, Jihan? Ah, sudahlah jangan ditanya bagaimana keadaannya.
"Obatnya pahit," keluh Niken ketika Haikal memaksanya untuk minum obat. Niken ini tipe cewek-cewek manja nan lugu idaman para lelaki.
Ibaratnya Niken ini paket lengkap. Bersikap dewasa bisa, manja juga bisa.
"Ada permen juga aku beli tadi. Aku tahu kamu nggak suka minum obat." Haikal memeriksa plastik belanja yang ia bawa. Haikal mengeluarkan permen rasa mint kesukaan Niken.
Tolong ya jangan pamer kemesraan di sini! omel Jihan dalam hati.
"Permisi ke toilet sebentar." Kini giliran Jihan yang pamit ke toilet. Ia tidak tahan melihat semua perhatian Haikal untuk Niken. Bagaimanapun Jihan belum move on sepenuhnya.
Di dalam toilet Jihan merapikan rambut sebahunya yang tampak lusuh. Kemeja dan celana bahannya mulai mengkerut akibat berbagai aktivis yang ia lakukan. Bedaknya tidak tampak lagi. Penampilan yang menyedihkan.
"Kuatkan bahu lo, Jihan!" kata Jihan pada dirinya sendiri sembari memoles lipstik warna rose dibibir kecilnya.
Jihan menyimpan kembali lipstiknya. Dia keluar dari dalam toilet dengan langkah mantap. Baru beberapa langkah Jihan bergerak melewati pintu toilet, seseorang menarik tangannya. Membuat badan Jihan tersentak kaget.
Jihan hampir saja berteriak jika tidak melihat siapa pelakunya. Haikal ternyata.
"Apa-apaan, sih?" omel Jihan.
Haikal memasang wajah tenang diantara rasa terkejut Jihan karena perbuatannya.
"Buat kamu." Haikal memberikan vitamin untuk Jihan.
Bukannya terharu, Jihan justru mengembalikan vitamin tersebut pada Haikal.
"Nggak butuh!" ungkapnya sinis. "Gue nggak penyakitan kayak Niken. Gue sehat lahir dan batin!"
"Nggak sopan."
"Kasih aja ke Niken. Dia lebih butuh."
"Kamu sedang cemburu, Jihan."
Tbc
Part ini kita agak santai sedikit yaa 😊
Spam next 👉
Spam ❤
Satu kata untuk Niken 👉
Seperti biasa, 200 vote
500 komen
Jangan lupa ajak teman-teman kalian untuk baca cerita ini 😄 share cerita ini berbagai sosial media kalian 😉
Keep reading ya
Ig : Ami_Rahmi98
🐾 Awas ada typo 🐾
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top