Part 10 - Semua Tentang Niken
Aku balik lagiiiiii. Siapa yang kangen Haikal? Semoga gk bosan ya sama cerita ini 😉
Yuk absen dulu 👉
Kalian baca cerita ini jam berapa?
Spam ❤ di sini 👉
Happy reading
Mencintai seseorang selamanya tidak akan mungkin, tetapi kehilangan seseorang selamanya itu mungkin.
____
"Nggak sopan!" kata Haikal tegas saat Jihan beranjak pergi. "Duduk!"
Waduh! Jihan merinding melihat aura bos yang Haikal pancarkan. Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya Jihan kembali duduk.
"Saya belum selesai cerita main tinggal saja," omel Haikal dengan bahasa formal.
Jihan memutar bola mata dengan malas.
"Obati lagi luka saya," suruhnya.
Jihan diam tak bergerak. Ia sapu pandangannya pada ruangan kerja minimalis milik Haikal yang rapi. Hanya ada meja kerja, rak berisi berkas serta satu set sofa abu-abu yang kini sedang mereka tempati. Ruangan Haikal bernuansa formal dengan cat dinding abu dipadukan dengan putih.
"Tunggu apa lagi Jihan?" Haikal mendengkus.
"Baik Pak," sahut Jihan patuh.
Dengan perasaan kesal Jihan mengobati luka Haikal. Demi apapun, Jihan tidak akan menunjukkan perasaan sedih, walau Haikal tahu semua tentang perasaannya.
Hening untuk beberapa saat, membuat Jihan bersyukur Haikal tidak lagi melanjutkan dongeng tentang Niken.
Sungguh, Jihan malas mendengar sesuatu tentang Niken.
"Jadi singkatnya kami pacaran karena Niken juga punya rasa yang sama."
Oh, jadi ceritanya masih berlanjut. Baikalah, dengarkan saja sampai batas sabar Jihan habis.
"Orangtua Niken meninggal dua tahun yang lalu dalam keceakaan pesawat saat akan mengunjungi Niken di Singapura."
Jihan tidak mau tahu, tetapi Jihan prihatin mendengarnya.
"Niken sangat terpukul, saat itu aku ingin menghibur dia tapi tidak tahu harus apa. Kami sudah lama hilang kontak sejak dia lanjut S2, dia jauh di sana. Jauh dari jangkauanku."
Bodo amat! batin Jihan.
"Bams, laki-laki yang buat onar saat pesta di rumah malam itu adalah Abang Niken. Keluarga kandung Niken satu-satunya yang selalu buat masalah sejak dulu. Pernah rehab saat SMA. Sembuh dari obat-obatan, tapi kini terlilit utang karena main judi. Bahkan Niken harus merelakan rumah orangtuanya dijual untuk menutupi utang Bams."
Ya, ya! Jadi intinya kalian sekarang nggak tetanggan lagi? Nggak peduli! Jihan menatap datar luka Haikal yang sudah selesai ia obati.
"Bams sampai sekarang masih suka minta uang pada Niken. Berbagai cara Bams lalukan. Bahkan dia pernah berniat membobol pintu apartement Niken. Seram, bukan?"
"Biasa aja!" ceplos Jihan.
Haikal menatap Jihan tak habis pikir. "Di mana perikemanusiaanmu, Jihan?"
"Hilang dimakan kebencian," jawab Jihan kesal. "Dengar, aku nggak peduli apapun itu tentang orang yang sudah menyakitiku. Aku nggak peduli soal Niken."
"Bicara soal menyakiti. Aku yang bikin kamu sakit di sini. Bukan Niken!" debat Haikal.
Jihan menipiskan bibirnya. "Udahlah, to the point aja. Intinya kamu mau melindungi Niken, bukan?"
"Percuma ya aku cerita ke kamu!"
Jihan tersenyum getir. Haikal selalu saja meninggikan Niken, seolah-olah Jihan bukan seseorang yang pantas disanjung. "Balikan aja lagi sana sama Niken! Kalian saling masih suka, bukan?!"
"Iya suka! Puas kamu?!" debat Haikal kesal.
"Semua terlalu abu-abu, Haikal. Kamu ingin selalu ada untuk Niken, tanpa sadar kamu berpaling dariku." Sorot mata Jihan menajam.
"Kamu yang menjauh! Bahkan untuk kenal keluargaku saja kamu nggak mau." Haikal tidak mau kalah.
Jihan terdiam. Bukan Jihan tidak ingin mengenal keluarga Haikal lebih jauh. Ada perasaan tidak nyaman berada dalam lingkungan Haikal. Entahlah, Jihan merasa terpojok.
"Kamu nggak paham," kata Jihan lirih.
"Kamu yang nggak paham!" Haikal semakin tegas.
"Udah, Haikal. Lagi pula buat apa kamu cerita semua ini ke aku? Nggak ada gunanya lagi! Kita udah berakhir." Jihan menutup kotak P3K, kemudian dia letakkan di atas meja.
Haikal tarik satu ujung bibirnya. "Aku cuma nggak mau kamu mengingatku sebagai laki-laki brengsek."
"Demi image kamu ternyata." Jihan berdecih. Ia kira Haikal ingin meluruskan kesalahpahaman, nyatanya hanya sebatas images yang tak ingin rusak.
"Kenapa kamu nggak paham juga? Aku bukan bermaksud mencari Niken dalam diri kamu, Jihan. Tapi apa nggak bisa kamu belajar memahami aku seperti Niken?"
Jihan seperti mendapat tamparan keras. Dia tatap Haikal dalam. Hati Jihan tiba-tiba terasa hampa.
"Sekarang aku sadar nggak semua orang pantas dicintai! Jangan bandingkan aku dengan siapapun!" ungkapnya.
Wajah Haikal berubah pias saat Jihan meninggalkan ruangan dengan ekspresi marah. Pintu dibanding keras hingga menciptakan dentuman nyaring.
Tujuan Haikal bukan ingin membandingkan. Dia hanya mau Jihan berlajar tentang dirinya. Memahaminya. Dan mencintainya seperti dia mencintai perempuan itu.
Jihan terlalu rumit.
Haikal mendesah pasrah sembari menghempaskan tubuh pada sandaran sofa. Haikal hanya ingin Jihan paham, Niken cuma sekedar masa lalu yang datang kembali tanpa diminta.
Tanpa diminta. Tanpa bisa Haikal cegah.
Ponsel Haikal yang ada di atas meja bergetar. Ada pesan masuk dari Niken.
Haikal aku butuh kamu.
Dan tanpa berpikir dua kali Haikal bergegas pergi menghampiri Niken yang butuh dirinya.
Terkadang manusia memang seegois itu. Bukan Jihan yang harus memahami Haikal. Ataupun sebalikanya, bukan pula Haikal yang harus memahami Jihan. Mereka harus saling memahami karena ini cinta antara dua orang, bukan hanya satu arah.
Sementara Jihan sendiri begitu keluar dari ruangan Haikal langsung berteriak keras pada Mei.
"Mei, mana nomor berondong itu?! Atur pertemuan gue sama dia!" kata Jihan menggebu-gebu.
*****
Niken menebar senyuman manis sepanjang langkah kakinya menuju parkiran fakultas. Niken baru selesai mengajar. Beberapa mahasiswa menyapa dengan ramah, Niken balas dengan senyuman tidak kalah ramah. Dia dosen yang baik, asik tetapi tetap tegas di saat yang tepat. Niken memang sebaik itu di mata orang-orang. Pribadi yang menyenangkan.
"Bu Niken, ada yang nungguin di parkiran. Dia udah lama di sana." Seorang mahasiswi bergaya modis datang menghampiri Niken.
Niken mengerutkan kening. "Siapa? Laki-laki atau perempuan?"
"Laki-laki," jawab mahasiswi itu.
Haikal?
Pikiran Niken langsung tertuju pada Haikal. Siapa lagi kalau bukan mantannya itu, satu-satunya laki-laki yang akrab sejak dulu dengan Niken.
"Pacar ibu?" tanya mahasiswi itu iseng.
Niken tertawa renyah. "Ah bukan."
Setelah mengucapkan terima kasih pada si mahasiswi Niken langsung bergegas menuju parkiran. Langkahnya terlampau semangat, senyuman lebar Niken kian lebar.
Punggung lebar yang Niken dapati begitu sampai di parkiran. Laki-laki itu berdiri di sisi mobil putih milik Niken. Bukan, bukan Haikal yang datang. Seseorang yang kehadirannya tidak Niken harapkan.
"Bams," bisik Niken takut. Niken memutar langkahnya menjauhi parkiran. Dia berjalan cepat, setelah merasa aman Niken segera menghubungi Haikal.
Haikal aku butuh kamu.
Begitu pesan yang Niken kirim pada Haikal.
Tbc
Spam next 👉
Give me ⛤ sebanyak banyaknya
Silakan bully Haikal 👉
Target vote 200. Bisa yuk, bisa 😉😉
👹 Awa ada typo 👹
Ig: Ami_Rahmi98
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top