tigo

"kita sampai.!" Umum Ravi memberhentikan mobil.
"Ini rumah anda, mulai sekarang.!" Serunya.

Lucien mengintip keluar, mencebik.
"Lumayan." Jawabnya tidak jujur sebab sebenarnya dia tidak menyangka kalau tempat tinggalnya akan sebaik ini.
Rumah itu memang tidak megah, hanya rumah kayu dua tingkat, seperti rumah Tarzan tapi model dan tamannya indah, ditambah lagi jembatan kecil yang hanya bisa dilalui satu orang untuk melewati parit pembatas tanah dengan jalan umum.

"Seorang akan datang setiap paginya untuk bersih-bersih dan masak.
Melakukan apa yang anda suruh."
Tambah Ravi.

Lucien mengangguk, matanya terus melihat ke arah balkon dilantai atas.
"Ada berapa kamar dalam pondok itu.?"

"Kamar utama dilantai atas, yang ada balkonnya itu. Dan satu kamar lagi dilantai bawah.
Kamar mandinya moderen, begitu juga dengan dapurnya.
Tapi dibelakang rumah, ada sungai yang sealiran dengan parit ini, anda bisa berenang disana. Saya jamin airnya bersih.
Kami orang kampung ini sangat menjaga kebersihan dan kelestarian alam."
Terang Ravi tersenyum.

"Apa tugasmu sampai di sini saja.?"
Lucien bersiap keluar dari mobil.

Ravi menggeleng, cepat-cepat keluar dan membukakan pintu bagi Lucien sang tuan muda.
"Saya akan membawakan barang-barang anda, silahkan duluan.!"
Katanya menuju bagasi, mengeluarkan tas-tas Lucien.

"Kau bisa sendirian.?" Tanya Lucien yang bahkan tidak melihat pada Ravi.

"Ya. Tentu saja.!" Jawab Ravi.
"Saya sudah biasa kerja berat. Saya bukan pria manja" sindirnya pada Lucien yang sudah melintasi jembatan, tidak mendengar apa yang dia katakan.
Ravi menurun semua barang, menarik dua tas sekaligus, segera menyusul Lucien yang berputar-memperhatikan sekelilingnya yang terang benderang karena menurut gosip, sang tuan muda takut kegelapan.
"Ini kuncinya.!" Kata Ravi saat tuan muda menekan kenop.

Lucien mundur saat Ravi membukan pintu untuknya.
Dia segera masuk mendahului Ravi saat pria itu masih berkutat dengan barang-barang nya.
Entah bagaimana mengatakan nya tapi Lucien merasa dia akan merasa betah di gubuk ini.
Udaranya segar, alirannya dibuat sangat bagus, tidak perlu AC tapi ada tungku di sana, untuk menghangatkan ruangan saat cuaca terlalu dingin.

Lucien memeriksa dan membuka semua pintu, satu pintu kamar  yang sempit, satunya lagi pintu kamar mandi yang bersih dan bagus tapi seperti rumah sakit jiwa sebab serba putih dan yang terakhir pintu keluar dan terdengarlah suara aliran air sungai yang lumayan deras dan terlihat berkilau an memantulkan cahaya bulan.
"Apa tempat ini baru dibangun atau sebelumnya sudah ada yang tinggal disini.?"
Tanyanya saat menutup pintu itu lagi.

"Dulu ada bangunan lama tapi sudah diruntuhkan, dan dibangun yang ini. Anda yang pertama menempatinya.!"
Jawab Ravi setelah membawa masuk ketiga koper besar milik Lucien.

"Bagus lah.!" Kata Lucien.
"Aku tidak suka memakai barang bekas orang lain.!" Tekannya angkuh.

"Apa ada yang bisa saya lakukan lagi, tuan muda.?" Tanya Ravi datar.

Lucien berpikir sejenak sebelum bertanya.
"Apa yang harus kulakukan besok pagi, bagaimana caraku menghubungi mu.?"
Tanyanya kemudian.

"Besok pagi saya akan datang menjemput anda. Saya ini sopir anda, meski diperkebunan anda adalah bawahan saya."
Jawab Ravi, menyerah kan Ponsel yang sangat jadul, Lucien bahkan sudah lupa cara pakainya.
"Untuk telponan wilayah sini masih ada jaringan nya. untuk internet memang sedikit lemot, menguji kesabaran.!"

Lucien mengamati ponsel yang dulu sangat booming tersebut.
"Nomormu sudah ada di dalam sini.?"

"Ravi. Ada di sana, hanya satu nomor itu. Anda bisa menambah kan siapa yang anda mau nanti.
Dan tuan muda, ada makan malam di dalam kulkas, anda tinggal memanaskan nya saja."
Ravi terdiam, melihat Lucien.
"Anda bisa melakukannya kan.?"

Lucien mengangkat bahu.
"Aku kuliah bertahun-tahun diluar negeri, tinggal sendiri dan melakukan semuanya sendiri meski mama ingin menyediakan pelayan untukku tapi aku menolak karena akan merusak kesenangan ku dan saat ini ternyata hal itu berguna."

Ravi mengangguk.
"Baiklah kalau begitu saya bisa pergi"

"Ya pergilah.!" Jawab Lucien sambil menghempaskan diri diatas kursi, tidak mengantar Ravi ke pintu atau mengucapakan terimakasih.

Ravi pergi dengan gelengan kecil.
Benar-benar anak muda yang sombong dan tidak punya adab.
Didikan yang salah, sangat disayangkan batinnya.

Lucien sendiri berulang kali menghembuskan dan menarik napas.
Sendirian di tempat asing.!
Dia cemas, takut dan gugup tapi bukan Lucien namanya jika dia mundur,merengek dan memohon agar diizinkan kembali ke rumah.
Setahun, dia akan bertahan dan setelahnya kembali dengan dagu dan hidung yang terangkat, dia akan membuktikan pada kedua orangtuanya kalau dia bisa dan mampu.

Perlahan Lucien berdiri, mengunci pintu, melakukan kebiasaan yang tak pernah dilupakannya meski tidur dirumah dan kamar sendiri, menjaga agar tidak ada hal buruk yang akan terjadi.
Dengan langkah berat, dia menapak satu persatu anak tangga terbuat dari kayu.
Tangga itu berakhir dilantai kamar atas.
Alisnya terangkat lagi melihat tempat tidur ukuran besar dengan sprei putih polos seperti yang disukainya, ini semua pasti atas instruksi mama.

Godaan untuk naik ke atas tempat tidur, merebahkan badan lalu memejamkan mata, begitu menggoda tapi tidak mungkin akan Lucien lakukan tanpa membersihkan tubuh kembali dan itu artinya dia harus turun ke bawah lagi.
Lucien menghembuskan napas kesal tapi tetap turun lagi, langsung menuju kamar mandi dan dalam sekejap sudah menelanjangi dirinya, dan mulai menyalakan Shower.

"Sialan.! Kurang ajar.!" Makinya begitu air sedingin es menyentuh kulitnya.
Dia mundur, mengulurkan tangan untuk memastikan kalau air ini memang dingin.
"Apa mesinnya tidak menyala.?"
Gumammya yang tak tahu apakah sanggup melanjutkan mandi dengan air sedingin ini.
Akhirnya Lucien hanya menyeka tubuhnya, mencuci muka dan keluar dari kamar mandi dengan pinggul yang dibungkus handuk yang sudah tersedia di sana.
Lucien membongkar kopernya, mengambil piyama dan segera memakai, hanya celananya saja meski mama mengemas atasan nya sekali.

Dia berlari naik ke kamar, memastikan semua jendela sudah terkunci lalu melompat ke atas tempat tidur dan menarik selimut.
"Hanya kurang wanitanya, kalau tidak ceritanya akan jadi tarzan dan Jane" desahnya tersenyum sendiri, lupa apa yang sudah dia lakukan sampai diasingkan ke tempat ini.

Perjalan yang panjang membuat lelah, dengan mudahnya dia tertidur.
Tidak benar-benar nyenyak karena mimpi yang terus datang, membuatnya terjaga sesekali, memperhatikan sekeliling untuk memastikan dia benar-benar sendirian dan baik-baik saja.

Dia terjaga oleh sinar matahari yang masuk dari celah ventilasi, tepat jatuh ke atas wajahnya hingga dia memutuskan akan memindahkan letak tempat tidur ini jika sempat.
Dibawah sana terdengar suara-suara, Lucien langsung duduk.
Dengan waspada dia turun dari tempat tidur, berjinjit, menuruni satu persatu anak tangga tanpa suara.

Suara itu berasal dari arah dapur.
Dia mendekat, mengintip dan melihat punggung seorang perempuan yang tebal dan bulat.
"Apa yang kau lakukan di dapurku.?" Lucien memutuskan keluar langsung menghadapi wanita itu.

Suara jeritan, sebelum perempuan itu akhirnya berbalik menghadap Lucien yang bersedekap menunggu penjelasan.

"Ya tuhan. Anda mengejutkan saya.!" Seru suara melengking tersebut.

"Kalau boleh dibilang, aku jauh lebih kaget karena ada wanita yang tidak kukenal di dapurku.!"
Balas Lucien.

"Oh jadi anda putra dari tuan Julius, tuan Lucien.!"
Tebaknya yang dijawab Lucien dengan anggukan Samar.
"Perkenalkan, saya pelayan harian anda. Tukang masak, tukang cuci, bersih-bersih dan lain sebagainya."
Tangannya terulur ke arah Lucien.
"Nama Saya Bidah .!"

Lucien tidak menyambut uluran tangan Bedar.
"Bagaimana kau bisa masuk ke pondok ini.?" Tanyanya menatap Bidah tajam.

"Saya punya kuncinya.!"
Jawab Bidah menujuk ke saku celananya.

"Berikan padaku.!" Tekan Lucien mengulurkan telapak tangannya.

"Kenapa.?" Bidah jelas tak mengerti.

"Aku tidak suka ada yang masuk ke rumahku, kamarku atau area privasi ku tanpa seizinku.!"
Lucien mulai jengkel.

"Tapi akan repot jika saya tidak punya kunci sendiri.
Saya tidak akan menganggu anda, saya jamin. Saya janji.!"
Bidah mulai terlihat tak enak hati.

"Kau bisa datang dan masuk setelah aku bangun, setelah aku izinkan.!" Lucien kekeh pada prinsipnya.

"Tapi bisa-bisa anda jadi terlambat sarapan.!" Bidah juga mulai jengkel, dia tidak suka diburu-buru saat masak.

"Tidak akan. Kita atur saja jadwalnya." Putus Lucien.
" mulai besok kau datang seperti biasanya, aku akan memyetel alarm agar bisa bangun sebelum kau datang.
Jadi kau tidak akan terlambat, aku juga tidak perlu kaget setiap saat melihat ada orang masuk tanpa izinku.!"

"Terserah anda saja.!" Jawab Bidah.

"Berikan kuncimu.!"
lucien memaksa.

"Lalu bagaimana dengan jam pulang, apa saya harus menunggu anda atau saya pergi tanpa mengunci pintunya.?"
Bidah mulai ketus.

"Lewat pintu belakang, kau boleh pulang dan mengunci pintu di sana, bawa kunci cadangan.
Tapi saat datang, kau harus dari pintu depan.!" Lucien sudah punya jalan keluarnya.

Bidah mengambil kunci di sakunya, meletakan diatas tapak tangan Lucien yang menadah.
"Baiklah. Tidak masalah.!"
Setelahnya dia langsung berbalik membelakangi Lucien yang tidak peduli, mengangkat bahu dan meninggalkan Bidah sendirian melakukan tugasnya.

*******************************
(13112021) PYK




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top