9. Siwi yang Malang

Siwi tertidur dalam keadaan lapar. Ia tidak tahu sudah berapa lama tertidur meringkuk di kursi kayu itu. Sampai tepukan keras membangunkannya dari mimpi. Mimpi yang sangat indah dan seru, saat dia rekreasi bersama papa dan mamanya ke Dufan. Di sana dia menaiki semua wahana membahayakan. Dia tersenyum pada semua keluarganya yang menunggunya di bawah. Apakah pertanda yang dimaksud dari mimpinya?

"Bangun!" sentak Raka, seraya menarik kasar kaki Siwi untuk turun dari kursi. Wanita itu membuka mata kaget, lalu segera duduk.

"Raka ... sukurlah kamu datang lagi. Perutku benar-benar la ...."

"Ya ... ya ... aku membelikan nasi Padang untukmu. Habiskan, setelah itu kita bermain," tukas Raka sambil menunjuk meja dapur dengan dagunya. Siwi langsung berlari menuju dapur. Garis lengkung bibirnya tertarik ke atas. Matanya juga berbinar senang. Ternyata Raka tidak seburuk yang ia pikirkan. Buktinya ada banyak belanjaan bahan makanan yang dia bawa malam ini.

Ada beras, gula, kopi, teh, telur, dan mi instan. Ada juga sebungkus nasi Padang yang suaminya tadi sebutkan.

Siwi berlari ke arah keran air, lalu mencuci tangannya. Dengan cekatan, dia membuka karet yang membungkus kertas nasi berisi nasi Padang. Aroma gulai, rendang, sambal yang sangat lemak, membuatnya tak sabar ingin mencicipinya. Siwi makan dengan lahap, bahkan tanpa bersuara sama sekali. Ia juga tidak peduli Raka sedang apa di belakang sana. Saat ini, perutnya adalah yang utama.

Tak ada satu butir nasi pun yang tersisa. Siwi menghabiskannya dengan sangat antusias. Begitu merasakan sangat tebal pada perutnya, Siwi baru berhenti. Ia mencuci tangan, lalu membuang bungkus nasi ke dalam tempat sampah. Siwi menoleh sebentar ke depan. Raka tengah bermain ponsel sambil sesekali tersenyum dan tersipu. Siwi melihatnya tanpa ekspresi, ia kembali fokus merapikan bahan makanan untuk disimpan di dalam lemari.

"Lama sekali. Sudah selesai belum?!" teriak Raka tak sabar.

"Sudah, tunggu sebentar." Siwi kembali mencuci tangan, lalu mengeringkan tangannya di baju kaus yang ia pakai. Dengan langkah lebar, Siwi berjalan menuju ruang tamu, betapa terkejutnya ia saat mendapati Raka sudah tanpa pakaian duduk sambil mengisap rokok. Siwi menelan ludahnya dengan susah payah. Ia memalingkan wajah karena malu. Kakinya seakan terpaku di depan pintu dapur, begitu melihat suaminya benar-benar tak tahu malu tanpa pakaian duduk santai di sana.

"Kenapa? Takut? Bukannya udah sering lihat. Sekarang, saya akan ajari kamu untuk memuaskannya." Raka bangun dari duduknya. Siwi yang tak siap, malah berlari menjauh. Ia menjadi sangat ketakutan dengan Raka yang menurutnya seperti seorang psikopat.

Hap!

Raka berhasil menangkap pinggang istrinya, lalu dengan kasar menggendongnya bak karung beras, untuk dibawa ke dalam kamar.

"Ka, lepaskan aku. Jangan seperti ini," cicit Siwi dengan air mata siap tumpah.

Bugh!

"Aw! Sakit," desis Siwi saat tubuhnya dilemparkan kasar di atas ranjang. Belum sempat ia merenggangkan tubuhnya, Raka sudah menindihnya dan kembali memperlakukannya bak hewan buas.

Kedua tangannya diikat di tiang ranjang dan lelaki itu melakukan apapun yang dia suka. Lagi-lagi Siwi pasrah dan hanya bisa menangis sejadi-jadinya. Luka itu belum lagi sembuh, namun Raka malah membuatnya semakin parah. Siwi tak sanggup, akhirnya memejamkan mata kembali. Ia pingsan setelah berjam-jam digempur oleh Raka.

"Huh, kasihan sekali kamu Siwi. Wajah pas-pasan, takdir juga begitu kejam. Orang tuamu pasti akan kaget bila mendapati anaknya terkapar kelelahan bercinta. Asal kamu tahu, aku tidak akan berhenti, sampai keluargamu miskin. Mereka sudah merampas kebahagiaanku, maka aku yang akan merampas kebahagiaan mereka. Terimalah nasibmu." Raka meninggalkan Siwi begitu saja di ranjang tanpa melepaskan ikatannya.

Lelaki itu harus bergegas untuk janji bertemu dengan orang tua dari Rena. Sudah terlambat lima belas menit dari waktu yang ia janjikan pada pacarnya. Ponselnya juga baru ia aktifkan dan menemukan sepuluh panggilan tidak terjawab dari Rena.

"Aku baru selesai meeting. Jangan takut, aku akan ke rumah sekarang. Mau kubawakan apa?"

"Cepatlah, Raka. Nanti Papa dan Mamaku marah jika kamu terlambat terlalu lama."

Raka keluar dari rumah. Langit sudah benar-benar gelap. Lelaki itu melihat jam tangannya yang sudah berada pada pukul tujuh tiga puluh malam.

"Ya ampun, terlalu asik bermain-main, hampir saja aku lupa janji dengan Rena." Raka masuk ke dalam mobil sportnya. Lalu menekan gas dengan dalam, meninggalkan Siwi yang masih terkulai lemas dengan tangan terikat.

Wanita itu membuka matanya pelan. Saat ia hendak menggeser tubuhnya, sesuatu yang menahannya, membuat Siwi menoleh ke samping atas. "Ya Tuhan, dia belum melepas ikatanku, bagaimana ini?" Siwi terus meronta agar tali itu terlepas. Segala cara ia lakukan, termasuk berusaha duduk, lalu memutar tubuhnya untuk membuka tali yang mengikat kedua tangannya. Namun sayang, sepertinya ia akan tetap terikat tali hingga Raka kembali datang menemuinya.

Tiga hari berlalu, Raka berencana mengunjungi Siwi karena Rena juga sedang datang bulan. Ya ... Raka bergaul terlalu bebas dengan Rena. Setelah bertemu dengan orang tuanya, Rena malah menyodorkan dirinya dengan tulus ikhlas pada Raka. Lelaki itu sempat menyesal, karena tahu Rena ternyata sudah tidak perawan, tapi apa mau dikata, jika cinta sudah melekat, tai kucing rasa granat. Raka tetap menerima Rena dengan lapang dada. Malah Raka membelikan sebuah mobil Toyota Ag*a baru untuk Rena. Entahlah apa yang dilakukan wanita itu pada Raka? Yang jelas, di depan Rena ia tidak bisa berkutik dan selalu saja memenuhi permintaan Rena.

Sore ini, Rena memberitahu bahwa dia sedang datang bulan, sehingga tubuhnya lemas dan tidak bisa pergi bersama Raka. Maka, Raka memutuskan untuk mengunjungi Siwi saja. Dia bisa bermain-main kembali bersama istri tuanya itu.

Mobil masuk ke dalam pekarangan rumah yang semakin rimbun ditutupi oleh tanaman dan rumput liar. Biasanya, jika sore seperti ini dia datang berkunjung, maka Siwi akan mengintip dari balik jendela berteralis itu, tetapi kali ini tidak. Raka mempercepat langkahnya, menaiki anak tangga dari kayu yang hanya ada enam undakan. Dirabanya saku celana untuk mengambil kunci rumah.

Cklek!

"Siwi ... Siwi ...." seru Raka dengan suara menggelegar setelah berhasil membuka pintu rumah, lalu menguncinya kembali.

"Sial! Ke mana dia? Siwi! Kamu budeg ya? Siwi!" Biasanya wanita itu akan berlari tergopoh bila ia memanggil dengan tak sabaran seperti ini, tetapi tak ada tanda-tanda wanita itu ada di sana.

Mendadak jantung lelaki itu berdetak sangat cepat. Ia mendorong pintu kamar perlahan dan nampaklah Siwi tak sadarkan diri masih terikat di ranjang.  Tubuhnya pun masih tanpa busana. Raka melotot kaget, ia ternyata lupa melepaskan ikatan itu tiga hari lalu.

"Siwi! Bangun!" Raka menepuk-nepuk pipi istrinya dengan sedikit panik. Wanita itu membuka mata diantara sisa tenaganya. Wanita itu memandang Raka dengan senyum tipis yang sangat ia paksakan.

"Suami kejamku sudah kembali. Baguslah, akhirnya aku bisa mati sambil melihat wajahmu. Ambilah pisau di dapur, tusuk aku sekarang, Raka, jangan diam saja. Ah ya, aku lupa, kita tidak punya pisau. Adanya gas. Ambil saja tabung gas di dapur, lalu hempaskan di kepalaku, Raka. Lakukan sekarang. Lakukan agar penderitaanku ini segera berakhir."

_Bersambung_

🥺🥺😭 Kasihan Siwi🥺🥺

Sudah tersedia ebooknya di google play store ya. Apakah Raka akan mengabulkan permintaan Siwi untuk menghempaskan tabung gas ke kepalanya? Menyeramkan😱😱

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top