Tiga
Beberapa bulan telah berlalu. Neneng tak lagi sering mengunjungi rumahnya. Entah mengapa. Ia hanya berbaik sangka kalau Neneng sedang sibuk. Sampai jagat maya dan berita di televisi dihebohkan dengan kasus korupsi seorang pejabat, tiada lain dan tiada bukan ia adalah Neneng. Ia terjerat kasus korupsi karena menyelewengkan uang yang diberikan negara untuk pembangunan daerah, malah ia pakai sebagiannya untuk kepentingan pribadinya. Ujang begitu prihatin melihatnya. “Mungkin, ini karena prinsipnya yang ia pegang sejak dahulu. Ia selalu menghalalkan segala cara hanya untuk mencapai tujuannya, mencapai kebahagiaannya,” ucap Ujang dalam hati.
Suatu hari, ada sebuah mobil Pazero Sport hitam berhenti di depan gerbang rumahnya. Ujang bingung, mobil siapa itu. Ia pun keluar rumah hendak memeriksa siapa yang datang. Alangkah terkejutnya Ujang ketika melihat orang yang turun dari mobil itu adalah Neneng. Dahulu ia sering menggunakan mobil Mercedes Benz. Karena kaget, langsung saja Ujang meneriakinya, “apa yang kamu lakukan di sini? Aku tidak akan mengizinkanmu bersembunyi di rumahku.”
“Aku tak berniat bersembunyi. Aku hanya ingin kau menjadi pengacaraku. Kau kan temanku, apalagi kau sebagai orang terpandang ahli agama,” ia menghela nafas, “pembelaanmu akan sangat berrpengaruh bagiku.” Ia mengambil satu koper dari mobilnya. “Kalau kau masih ragu, apakah ini cukup meyakinkan?” Dibukanya koper itu sambil diasongkan kepada Ujang dan terlihat isinya adalah uang yang entah berapa jumlahnya.
Ia menolak uang tersebut. “Aku tak bisa disogok. Kau sudah jelas salah. Kau terlalu serakah dan menghalalkan segala cara untuk memenuhi keserakahanmu. Aku tak ma membela orang sepertimu. Aku takut aku akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak kalau aku membela orang yang salah apalagi kalau aku menerima uang haram itu,” katanya sambil masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Neneng.
“Tapi kau kan temanku,” kata Neneng sambil mengejar Ujang.
Ujang berhenti sambil berbalik ia berkata, “Teman katamu? Dahulu kau saja tidak menganggapku sebagai temanmu saat sekolah. Kau begitu keterlaluan. Sudah mempermalukan nama baik sekolah kita, orangtuamu, bahkan agamamu sendiri.”
Neneng terdiam. Ia lantas bertepuk tangan. Tak lama kemudian turun dua orang bertubuh kekar dari mobil. Sambil menodongkan sebuah pistol.
“Apa kau sudah gila?”
“Aku memberimu tawaran terakhir. Kalau kau masih keras kepala, apa boleh buat.”
“Lebih baik aku mati daripada harus membela orang yang salah.”
Dorrr...
Satu peluru ditembakkan tepat di kepalanya. Neneng dan kedua anak buahnya melarikan diri. Anak istri dan tetangganya cepat menghampiri sumber suara tembakan itu. Semuanya kaget ketika melihat Ujang sudah terbaring di halaman rumahnya dengan darah mengucur dari kepalanya. Semuanya panik, ada yang menelepon polisi, ambulan, dll. Tidak ada yang tahu siapa pelakunya karena Neneng dan anak buahnya langsung melarikan diri.
Aku begitu bersyukur. Walaupun kehidupanku sederhana dan banyak mengalami kesulitan, tapi aku hidup dengan cara yang dihalalkan agama. Bukan cara apapun yang dihalalkan diriku sendiri.
Ujang
Tugas dari @writerplanet
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top