Chapter 8
PEEK A BOO
Chapter 8
Ronde 5
Discalimer
Masashi Kishimoto
Story By
Lavendark
[Hinata Hyuuga, Sasuke Uchiha]
Genre
Romance, Drama, Slice of Life
.
.
.
.
.
Enjoy Reading!
.
.
.
.
.
.
.
--- Ronde 5 ---
.
.
"Aku tidak mengantarmu, aku juga ingin membeli bunga untuk kaasanku" Sasuke sedikit tak acuh dan mulai membuka pintu. Naruto di belakangnya hanya mendumel tidak jelas sambil mengikuti langkah Sasuke.
Bunyi lonceng segera menyapa telinganya saat pintu itu didorong, mata onyxnya mulai bergerilya di ruangan yang penuh dengan aneka bunga warna-warni itu. lalu, onyxnya berhenti saat menatap objek yang tak biasa diruangan itu.
Jantungnya berdebar-debar dan berdenyut tak menentu.
Saat sadar, Mata onyxnya mulai melebar.
.
.
.
Figura foto yang terpampang di meja kasir membuat jantung Sasuke bergerak bertalu-talu. Matanya sedikit terbelalak saat menyadari ada hal yang tidak biasa dalam dirinya.
Oh ayolah... kenapa harus berdenyut tak suka? Itu hanyalah foto biasa. Foto seorang perempuan yang memeluk mesra seorang pria. Sasuke mendecih.
"Waaah.... Bunganya banyak ya! Tapi kenapa sama semua?" seperti biasa, di manapun Naruto akan selalu berisik dan ekspresif. Mengabaikan Naruto, onyxnya bergulir lagi, bersibobrok dengan amethis yang memandangnya terkejut.
Terkejut? Kenapa?
kedatangan Sasuke adalah hal yang tak pernah Hinata duga. meski begitu, dirinya sudah mempersiapkan mentalnya dari kemarin.
"Se-Selamat datang!" Hinata sedikit terbata. Dengan cepat tangan lentik itu mencari ponselnya. Mengetikan beberapa teks yang akan dikirim ke Ayame. Pernah hidup sengsara membuat Hinata harus bisa mengolah situasi dengan cepat. Dengan terampil, tentu Hinata bisa tau apa yang perlu dilakukan sekarang ini.
Untunglah Himeka sedang ikut dengan Ayame mengantar bunga beberapa saat yang lalu. Mungkin sebentar lagi mereka akan pulang.
'Ayame, bisakah kau mampir untuk membelikanku caramel cake di toko funnycake?.. sekalian belikan Himeka cake blueberry juga'
Pesan itu terkirim, dan segera muncul tanda telah dibaca.
Hinata bernafas lega. Funnycake adalah tempat favorit Himeka, disana sangat ramai dan selalu antre... sudah pasti, Ayame dan putrinya itu akan cukup lama diluar. Huh! Siapa peduli? didepannya ini sedang ada predator si putri... terlalu berbahaya. Mungkin memang Himeka itu sedikit memiliki kemiripan dengan utakata-senpai, namun Hinata bukanlah gadis bodoh yang akan mengenyahkan perasaan yang mungkin akan timbul jika Sasuke melihat Himeka.
Seperti kata pepatah. Darah lebih kental daripada air.
Mungkin Hinata terlalu banyak menonton drama, dimana seorang ayah mengalami ikatan batin dengan putrinya. Entahlah, Hinata tak peduli itu, lebih baik untuk berjaga-jaga saja.
'Baik, Hinata-san'
Balasan Ayame yang membuat Hinata tersenyum. Sekarang hanya tinggal dirinya yang perlu mengendalikan ekspresi dan tingkah laku.
Sasuke sialan! Karena dia seenaknya menggigit lehernya, tadi malam Hinata harus bermimpi kejadian pembuatan Himeka dulu! Entah kenapa Hinata mulai bertanya-tanya, apakah dia masih bisa dianggap sebagai korban pemerkosaan? Karena sejujurnya, Hinata sedikit menikmatinya.
Sedikit!
Ugh! Itu menggelikan.
"ada yang bisa dibantu?" Hinata bertanya sopan saat lelaki pirang itu berada didepannya. Tersenyum aneh.
Dahi Hinata mengkerut, apa itu senyum bodoh? Meskipun tampan, jika bodoh maka tidak masuk kedalam tipekal pria idaman Hinata. Tapi beda cerita jika pria pirang ini kaya raya. Sudah pasti.... Prioritas pertama Hinata adalah laki-laki berduit. Dilihat dari pakaiannya, sepertinya pria ini kaya, ditambah lagi sepertinya dia berteman dengan Uchiha Sasuke. baiklah! Pria ini masuk kategori pria idaman.
Tolong digaris bawahi! Pria idaman! Bukan pria yang dicintainya. Itu beda konteks! Hinata itu bukanlah perempuan murahan yang akan langsung jatuh cinta dengan pria kaya diluaran sana. Oh ayolah,.... Harga diri Hinata itu lebih mahal dibanding harta didunia ini! Dan sialnya, harga dirinya sudah dirusak oleh Yamanaka Ino dan Uchiha Sasuke.
Keperawanannya yang malang!
"Oh kau pemilik toko ini? atau pegawai?" bukannya menjawab pertanyaannya, pria ini malah bertanya sok akrab dengannya "oh perkenalkan! Namaku Namikaze Naruto.... Apa kau kenalannya Uchiha Sasuke? dia loh yang merekomendasikan tempat mu ini! jika bagus... aku juga akan merekomendasikan ke teman-temanku yang lain!"
Banyak omong dan berisik. Itulah yang Hinata simpulkan dari pria pirang ini. Namikaze Naruto? Ah! Jadi dia putra dari pengusaha sukses Namikaze Minato?
Hinata menggangguk "saya pemilik toko ini..." Hinata menjawab seadanya, namun melihat Naruto yang diam membuat Hinata menghela nafas ringan, terlihat sekali jika Naruto masih menunggu jawaban yang lainnya. "eum.. tidak, saya dengan Uchiha-san tidak saling mengenal. Dia hanya pernah memesan bunga satu kali beberapa waktu yang lalu"
"Ah...." Naruto mengangguk mengerti "Hyuuga Hinata ya?" lanjutnya lagi saat membaca nametag pada celemek yang dipakai oleh Hinata. "Untuk ukuran pemilik toko bunga, kau sangat cantik, Hinata-chan!..... eum... tapi lebih cantik Sakura-ku" hah apa? Apa katanya? Hinata rasa-rasanya ingin mendecih.
Apa pria ini tidak tau, hal yang paling dibenci umat manusia adalah dibanding-bandingkan.... Dan Hinata termasuk kedalamnya. Dan lagi, Hinata-chan? Sial, pria ini sepertinya perlu ke psikiater.
"Cepatlah memesan, dobe!" suara berat di ujung mengintrupsi. Hinata sedikit melirik Sasuke. pria itu duduk dikursi putih dekat pintu. terlihat cuek sembari memainkan ponselnya, yah sekiranya itulah yang Hinata tau. Hinata hanya tak tau, jika sedari tadi Sasuke sibuk mencuri pandang kearahnya. Juga ke figura di meja kasirnya.
Sasuke yang memang selalu diam cukup terganggu dengan ucapan Naruto. Sakura? Lebih cantik dari si penjual bunga ini? oh yang benar saja... dilihat darimana pun juga si pembuat bunga ini terlihat lebih muda dan lebih imut.
Sasuke diam. mencoba mencerna pikiran gilanya barusan. Sejak kapan Sasuke ikut membandingkan istri orang lain dengan calon istri temannya? ugh! ini seperti bukan dirinya saja.
"Urusai! teme!" teriakannya melengking, rasa-rasanya Hinata ingin menyumpal mulut pria pirang ini dengan pupuk kompos.
Hinata sangat setuju dengan Sasuke. cepatlah memesan! Lebih cepat memesan lebih cepat perginya! Hinata jadi sedikit was-was jika toko funnycakenya tidak antre. Hinata bersumpah, jika identitas Himeka terungkap disini dan menjadi masalah, maka pria pirang inilah yang pertama akan dia cari dan racuni!
Naruto mengalihkan pandanganya, dan Hinata hanya tersenyum muak kearahnya.
"aku ingin rangkaian bunga yang paling romantis" mendengarnya membuat Hinata membuka setengah mulutnya.
Bukan hanya bodoh dan berisik. Pria pirang ini juga ternyata bar-bar. Bagus, ada lagi sifat menyebalkan lainnya?
Dengan tenang dan kalem Hinata menyodorkan buku katalog. Mengisyaratkan Naruto untuk segera melihat dan memilihnya sendiri.
"Wah bagus-bagus sekali!" dengan brutal Naruto membalik-balikan katalog. Membuat Hinata tak nyaman melihatnya. Hei! membuat buku katalog juga memakai uang tau! bagaimana jika nanti rusak?
"ah aku mau ini!" Hinata bernafas lega saat Naruto selesai mengacak-acak katalognya.
Hinata melirik. Pria itu memesan rangkaian cone yang paling mahal. Sesuai dugaan Hinata. Namikaze Naruto memang sangat kaya raya!
Apakah pria ini memiliki anak atau keponakan? Jika ia, maka Hinata ingin membuat proposal perjodohan dengan putrinya.
Oh... maaf Ino!.
"Yosh!...Untuk Sakura-ku,... haruslah yang terbaik dan termahal!" Hinata mengabaikan pekikan Naruto. Masa bodoh dengan pria itu. semakin cepat merangkai, semakin cepat mereka berdua pergi. "Teme! Kau bilang kau mau memesan bunga untuk Mikoto-bachan juga?"
Sasuke diam, lalu sedikit berfikir yang pada akhirnya menghampiri Naruto. Figura itu semakin jelas di onyxnya. Cih... dilihat darimanapun, Sasuke jauh lebih tampan daripada pria di foto itu. Karin memang berselera rendah. Apanya yang katanya suaminya tampan? Dan lagi... dimana anak perempuan yang dibilangnya mirip dengan Karin?
Sasuke asik memandang foto itu, membuat Naruto mengikuti arah pandangnya.
"Eh! Hinata-chan kau mengenal pria difoto ini?"
Deg!
"e-eh, a-apa?" tubuhnya terbujur kaku. Naruto sudah Hinata list dalam buku orang-orang yang menyebalkan dan patut di jauhi. Terlalu banyak tanya dan berisik.
"y-ya... dia su-suamiku" Hinata bodoh! Kendalikan dirimu.
Jangan gugup!
"Sungguh?! kau istri dari utakata?" pekikannya semakin nyaring, bahkan Sasuke meringis sambil mengusap telingannya.
DEG!
Amethisnya membola
Apa? Apa katanya? Dari mana si pirang berisik ini tau nama utakata? Hinata menoleh kaku.
"E-eh? Na-Namikaze-san mengenalnya?" Hinata was-was. Tangannya agak gemetaran.
"Ya.... Dulu kami pernah terlibat beberapa proyek kelas bersama! Dia termasuk anak yang pintar loh!!" Hinata berbalik badan. Menyembunyikan raut panik nya.
Bodoh! Bodoh! Bodoh! Bagaimana ini??
"ah... bagaimana kabarnya sekarang?"
"Eum... di-dia sudah meninggal" perkataan Hinata membuat Naruto membisu, lalu shappire itu memandang Hinata dengan raut kasihan.
Oh sialan!
"Jadi kau......" Naruto diam, menimang-nimang perkataannya. Menggaruk kepala kuningnya kikuk.
"Janda" bukan. Bukan Naruto yang bilang, ini Sasuke yang secara reflek mengucapkan itu. dan bodohnya entah kenapa Sasuke merasa perutnya tergelitik senang.
Hinata diam, lalu mengangguk tenang. Yah, setidaknya mulut si pirang sudah terkunci. Ini baik menurut Hinata.
Keadaan cukup hening. Naruto sudah membisu. Mungkin karena merasa tidak enak. Sedangkan Sasuke sedang asik dengan pikirannya sendiri. Status si penjual bunga sebagai seorang janda entah kenapa berhasil memporak-porandakan sesuatu dalam dirinya.
Entah apa itu, Sasuke tak tau. dia tak mau buru-buru menyimpulkan jika dia tertarik dengan perempuan ini, oh ayolah.... Yang dibicarakan ini adalah Sasuke. mau ditaruh mana wajahnya dihadapan para Uchiha jika dia menyukai seorang janda? Terlebih janda beranak satu. Ah dan yang menggelikan anaknya mirip dengan Karin.
Tidak! Meski Sasuke menyukainya... iya akan menolaknya sampai mati. Dia tak mau menikahi perempuan bekas pria lain. Terlebih sampai punya anak.
Keheningan itu terpecah dengan suara ponsel Naruto. Hinata agak terperangah saat mendengar ringtonenya adalah lagu anak-anak.
Benar. Naruto adalah pria gila. Itulah yang Hinata simpulkan. Hinata harus berfikir dua kali jika akan berbesan dengannya.
"Ah! Sakura-ku!" dengannya Naruto berlari keluar dan mengangkat telfon.
Meninggalkan Hinata dengan Sasuke berdua.
Ini sudah lima menit setelah Naruto menganggkat telfonnya. Sasuke menyukai keheningan, tapi entah kenapa dia tak suka jika perempuan di depannya ini mengabaikannya. Oh tidak! Sasuke lebih merasakan jika perempuan ini menghindarinya.
Tunggu, jangan katakan jika perempuan ini sudah mengecapnya sebagai pria mesum karena kejadian tempo lalu? Oh ayolah.... Itu hanyalah kecelakaan. Sasuke terlalu terbawa suasana. Dan tentu... Sasuke menganggap itu sebuah kejadian buruknya.
Sasuke bersumpah hal seperti itu tak akan terjadi lagi.
Sasuke diam. samar-samar hidungnya mencium aroma yang tak asing.
Bunga?
Sepertinya Sasuke pernah mencium aroma ini. apa karena dia sedang berada ditoko bunga? Entahlah... baunya seperti parfum. Bukan aroma alamiah bunga.
"Kau__"
"Teme! Gawat" Sasuke menggeram saat kalimatnya dipotong. Naruto datang dengan ekspresi pucatnya. Menatapnya horrr yang membuat Sasuke jijik. "aku salah mengartikan waktu. Sakura mengamuk! Kupikir jam dua siang.... Ternyata jam dua belas. Dan sekarang dia sedang menunggu di bandara" Sasuke membuang wajahnya asal, menatap si bucin satu itu tanpa minat.
"Apakah bunganya masih lama?" Hinata mengangguk, Naruto memesan bunga yang termahal, rangkaiannya cukup rumit. Setidaknya 30 menit lagi baru jadi. "Eum.... Bisakah kau mengantarnya ke apartemenku?" Sasuke melotot kearah Naruto. Sejak kapan Naruto memiliki apartemen disini? Jangan bilang jika si kuning bodoh ini berusaha pindah dan menempelinya setiap hari?
Lagi, Hinata mengangguk "jika dengan pengantaran, ada biaya tambahan" meski satu sen, Hinata tak akan pernah memberi diskon pada laki-laki macam Naruto! Lagipula Naruto itu kaya. Lihat saja, dia hanya mengangguk santai. "Bisakah aku meminta alamatnya?" tanyanya lagi.
Diam, Naruto menggaruk kepalanya bodoh. "ah maaf, aku baru pindah disekitar sini... aku tak hafal nama jalan dan nama daerahnya"
Hinata diam. bodohnya sampai ke sumsum tulang belakang rupanya. "kalau begitu nama Gedung apartemennya?"
"hehehehe... aku lupa!"
Ah! Idiot!
"Lalu bagaimana saya mengantarnya, tuan?" Hinata masih menyabari dirinya sendiri. Meski kata Tuan sangat ditekankan. Dan Naruto? Dia Tidak peka untuk melihat Hinata yang sudah muak dengannya.
"Ah begini saja....
.... Teme! Kau juga akan memesan bunga kan? Jika aku dan Sakura-chan sudah sampai apartemen,..... aku akan mengirimkan alamatnya padamu.. dan kau.. antarkan---"
"tidak!" belum selesai kalimat Naruto, Sasuke sudah menolaknya.
Naruto meringis kesal.
Hinata diam, kenapa Naruto tidak memberikan alamatnya padanya saja? toh dia tidak masalah untuk mengantarkan bunga. Hinata baru saja ingin mengajukan untuk bertukar nomor ponsel, namun Sasuke langsung mendahuluinya dan berbicara ide yang lain.
"Baiklah. Aku akan menemani si janda ini mengantarkan bunganya ke apartemenmu" entah darimana pikiran itu datang. Sasuke merasa mulutnya bergerak sendiri.
Hinata menatap Sasuke tak suka. Janda katanya? Dasar tidak sopan.
Naruto terpekik girang, memberikan beberapa uang pembayarannya.
setelahnya Naruto melesat secepat kilat. Meninggalkan senyuman bodoh di memori Hinata.
Hinata diam. berdua dengan Uchiha Sasuke adalah hal yang patut di hindari, oleh karenanya Hinata memutar otak.
"Uchiha-san.... Bukankah lebih efektif jika rangkaian bunganya dititipkan padamu? Namikaze-san juga tak perlu membayar biaya pengantarannya" Hinata meringis saat Sasuke menatapnya bengis.
"Harga diriku terlalu tinggi... aku tak sudi menjadi pesuruh kuning bodoh itu" mendengarnya membuat Hinata mengangkat satu alisnya. Dia tak mau jadi pesuruh Naruto, tapi kenapa dia rela menjadi penunjuk arah untuk Hinata?
Jadi dimana letak harga diri yang terlalu tinggi itu? kenyataannya sama saja, Sasuke membantu Naruto.
Tak mau ambil pusing, Hinata melanjutkan merangkai bunganya. "Jika ingin memesan bunga, silakan tuan melihat katalognya dan pilih yang sesuai" Hinata akan bereaksi sibuk agar tak ada obrolan yang tercipta. Seperti apa yang diajarkan oleh Ino padanya, semakin banyak berbicara, maka semakin banyak rahasia yang terkuak.
.
...
.
Hinata tersenyum lega, mengunci tokonya dan bersiap-siap berangkat. Pada akhirnya Sasuke tak jadi memesan bunga, entah apa alasannya Hinata tak peduli, justru dirinya bersyukur, jadi dirinya bisa cepat-cepat pergi dari sini sebelum Himeka pulang. Untungnya Hinata menyerahkan kunci cadangan pada Ayame, seperti setiap harinya,... Ayame akan datang lebih pagi dibanding dirinya.
Sungguh karyawan yang ulet.
"Apa Namikaze-san sudah mengirimkan lokasinya?" Hinata bertanya formal.
Sasuke menggeleng "belum, namun kita tetap berangkat sekarang. Untuk menghemat waktu"
"Kau tau jalannya?"
"Tidak... tapi kurasa apartemennya tak jauh dari lokasi tempatku bekerja" Sasuke hafal dengan kebiasaan Naruto. Mencari lokasi strategis untuk mudah mengganggunya. Sasuke melirik jam tangannya. "kurasa Naruto pun sudah dijalan pulang"
Mereka berjalan. Awalnya Hinata ingin menggunakan mobilnya sendiri, namun Sasuke melarang itu. Hinata membenarkan alasannya yang masuk akal. Akan sulit jika mereka naik mobil sendiri-sendiri. Hinata pun tak tau kecepatan Sasuke dalam mengemudi,... jadi yah, dibanding Hinata nyasar dan mendapat kesulitan lainnya, akhirnya Hinata setuju.
Ini lucu, entah kenapa dia selalu terlibat dengan Uchiha Sasuke. semenjak perempuan merah datang ke tokonya, saat itulah semua masalalu yang berusaha dihindarinya datang. Hinata harus bersabar diri. Satu bulan.... Sampai dirinya pindah ke Amerika. Tenang Hinata... semua akan berjalan aman. Selagi Sasuke berada di depannya, maka Sasuke tak akan pernah bertemu dengan putrinya.
Jangan katakan jika Hinata jahat. Memisahkan seorang ayah dengan putrinya sendiri... yah, untuk apa mempertemukan mereka jika itu malah membahayakan keselamatan sang putri?
"Apa yang kau lakukan?" Hinata diam, memandang wajah Sasuke dari balik kaca Panjang dilangit-langit mobil.
"Du--duk?" Hinata menjawab ragu.
"kau pikir aku supirmu?" mata onyx itu menyipit tak suka. Hinata mengigit bibirnya. "pindah!" dan dengan berat hati, Hinata pindah ke kursi depan.
.
.
.
...
.
.
.
"Janda?" Mikoto memandang Kakashi tak percaya.
"benar Mikoto-sama, itulah yang aku dengar dari lingkungan sekitar. Dia janda dengan seorang putri" mendengarnya membuat Mikoto memijat pelipisnya.
Apa putranya itu sudah gila? apa tanggapan suaminya nanti jika tau Sasuke berhubungan dengan seorang janda? Oh... pasti Sasuke benar-benar akan ditendang.
"Latar belakangnya?"
"Yatim piatu. Dia pernah tinggal di Konoha"
Mikoto menyenderkan punggungnya dengan kasar. Tampak sekali rautnya tak puas. Penjual bunga, seorang janda dengan satu putri, dan latar belakang yang tak jelas. Tidak cocok sama sekali dengan kriteria dan standar yang telah di tetapkan oleh Uchiha.
Tidak masalah, semua akan berjalan sesuai harapan Mikoto. Sasuke akan menerima perjodohannya dengan Sara. Mikoto tak akan memberikan putranya sebuah pilihan. Kali ini Mikoto akan benar-benar tegas, karena baginya, ini adalah yang terbaik untuk sang putra. Mikoto lebih memilih pernikahan tanpa cinta dibanding harus kehilangan putra bungsunya.
"Lalu bagaimana dengan Sasuke?"
"Maaf, salah satu bawahan saya melihatnya pergi dengan Namikaze-sama menuju lokasi Hyuuga-san" ucapan Kakashi bagaikan minyak yang disiram ke hati Mikoto yang memang sudah terbakar.
Apinya semakin besar.
Tak ada hubungan apa-apa katanya? Baru semalam putranya mengatakan jika si penjual bunga itu bukan tipenya, tapi apa ini? Sasuke mendatangi si penjual bunga?
Apa putranya itu mulai berani membual padanya?
Dari dulu, Sasuke lebih bersifat pembangkang dibanding dengan Itachi yang penurut. Satu putranya itu selalu sukses membuatnya selalu khawatir. Padahal Mikoto sudah mengancamnya tadi malam.
"Kakashi__ antarkan aku ke toko bunga itu" Kakashi mengangguk. Wajah Mikoto mengeras, jika putranya tak bisa di ancam, maka Mikoto akan mengancam pihak satunya.
Si penjual bunga.
Hyuuga Hinata
.
.
.
...
.
.
.
"Ini untukmu! Sebagai permintaan maafku"
Hinata ingin muntah, setelah dirinya berhasil mengantarkan bunganya, kenapa sekarang dia harus disuguhi adegan seperti di opera sabun? Namikaze itu berlutut di depan perempuan berambut pink yang bersidekap marah.
Sungguh, Hinata ingin sekali pamit dan pulang, tapi Hinata tetaplah Hinata.... Orang baik yang tak enakan dengan orang lain. Naruto, Kondisinya terlihat sedih namun konyol... Hinata tak tega untuk mengintrupsi kegiatan Namikaze bersama calon istrinya.
Jadi itu yang namanya Sakura? Yang selalu dielu-elukan oleh si Namikaze dan dibandingkan dengannya?
Yah... Hinata akui, Haruno Sakura memang sangat cantik, tapi Hinata rasa Himeka sepuluh kali lipat lebih cantik daripada si Haruno itu. Hinata tersenyum, mulai membayangkan masa depan Himeka tersayangnya.
Tunggu... jika Haruno yang fisiknya seperti itu saja bisa mendapatkan keturunan Namikaze yang kaya raya.... Bagaimana dengan Himeka? Pastilah lebih kaya.... Hinata sudah membayangkan mahar pernikahan anaknya nanti adalah sebuah pulau.
Terimakasih, gen Uchiha! Hinata hanya perlu melatih skill penggoda putrinya saja!
"Sasuke-kun~.... Tularkanlah sedikit otakmu pada si bodoh ini!" Hinata mengernyit, melihat Haruno yang memasang wajah manjanya.
Sialan! Ternyata si Haruno itu memiliki skill penggoda di atas rata-rata.
"Ck..." Sasuke hanya berdecak, jika bukan karena si janda jelita ini..... Sasuke tidak rela untuk berlama-lama di apartemen baru Naruto.
"Orang bilang, karakter seseorang terbentuk dari lingkungannya, aku heran... padahal si bodoh ini terus menempelimu! Tapi kenapa dia tak pintar-pintar juga sih!" wajah manjanya berubah menjadi garang! Menatap tak suka Naruto yang masih bersimpuh di depannya.
"Hei! aku ini pintar! Kau kan tau aku ini direktur dari Namikaze corp!" Naruto berkelit, yang entah kenapa malah terlihat semakin bodoh di mata Hinata.
"Jika kau pintar, kau tak akan membiarkan calon istrimu ini menunggu lama di bandara!"
"Sudahku bilang aku lupa... lihat! Aku sibuk menyiapkan ini untukmu!" Naruto mengacungkan jarinya kearah buket bunga yang besar.
"Alasan!"
"tidak... sungguh!"
Dan Hinata terlalu pusing menontonnya.
Setelah dua puluh menitan, akhirnya pertengkaran mereka berdua berakhir. Ditutup dengan cincin berlian dari si pirang dan pekikan girang si pinky.
Huh! Pasangan yang aneh!
Oh ya ampun, Hinata pikir Haruno itu pintar, ternyata sama bodohnya dengan calon suaminya.
Setelah adegan peluk haru Sakura dan Naruto, akhirnya Hinata bisa mengutarakan niatnya untuk pamit. Disusul dengan Sasuke yang katanya juga ada rapat.
.
...
.
"Dia penjual bunga?" Sakura bertanya pada Naruto selepas kepergian Hinata dan Sasuke. Naruto hanya mengangguk, sambil mengaduk-adukan cup ramen instannya. Sakura masa bodo melihatnya. Dia sudah Lelah menyuruh Naruto untuk berhenti mengkonsumsi ramen secara berlebih. "oh! Kupikir dia kekasih Sasuke-kun"
Gerakan sumpit Naruto terhenti, memandang Sakura dengan raut terkejut. "jangan gila, dia itu janda satu orang anak!"
Kali ini Sakura yang melotot kaget. "sungguh?!"
"benar! dia sendiri yang bilang.. dunia sangat sempit kau tau? suaminya adalah kenalan ku dulu.. hahahahaha" Sakura diam, tidak tertarik sama sekali dengan kenalan Naruto atau tidak.
"mereka bercerai?"
Naruto menggeleng. "bukan, Suaminya meninggal"
"Ah..." Sakura bergumam tak enak.
"nah! Jadi jangan mengatakan hal yang aneh-aneh mengenai pacar Sasuke ya! Kau tau... Sasuke masih sibuk mencari shion!"
"kenapa tak boleh?" Sakura mengernyit, apa yang salah dengan mengira si penjual bunga itu adalah kekasih Sasuke? Sakura melihat mereka cocok-cocok saja... bahkan Sakura bisa merasakan chemistry antara keduanya.
"kau tau sendiri.... Keluarga Uchiha itu memiliki standar dan kualitasnya sendiri untuk memilih seorang menantu. Penjual bunga? Janda satu anak? Ah ayolah Sakura... itu hanya akan menjadi aib untuk Sasuke!" Naruto mengatakan itu bukan berniat untuk menjatuhkan Hinata, dia hanya membicarakan perihal standar Uchiha yang terlalu tinggi. Dan Naruto rasa, kondisi Hinata saat ini berada di level yang sangat jauh. Yah, ini bukan masalah harta, sebenarnya yang paling dipermasalahkannya ini status Hinata.
Janda beranak satu. Sasuke itu tersohor... bagaimanapun, Hinata lah yang akan menjadi pihak yang dirugikan nantinya.
Sakura terkekeh. "oh, Sasuke-kun yang malang!"
"Kenapa malang?" Naruto berhenti memakan ramennya. Memandang calon istrinya yang sekarang menatap sebal kearahan.
"dasar tak peka! Biar kutanya padamu..... selama kau mengenal Sasuke, seberapa lama Sasuke memandang seorang gadis?" Sakura bertanya. Jangan remehkan kejelian Sakura, meski dirinya bertengkar dengan Naruto, Sakura tetap mengawasi orang-orang sekitar. Dan hal menarik tentu Sakura dapatkan. Sebenarnya itulah yang menjadi alasan Sakura untuk bersandiwara marah pada Naruto, menahan Sasuke dan si penjual bunga. Pertama kali lihat,... Sakura merasakan ada yang aneh dari pandangan Sasuke pada si penjual bunga. Dan terbukti akurat.
"Eum.... Jika Mikoto bachan itu tidak termasuk, maka kurasa dua menit"
"tepat sekali!" sebagai mantan stalker dan pemuja Sasuke, tentu Sakura sangat hafal dan mengerti sifat Sasuke dan tingkah lakunya. "dan tadi, Sasuke memandang si penjual bunga lebih dari tiga menit tanpa berkedip! Bahkan dia melakukan itu berulang ulang!" satu yang bisa Sakura simpulkan dari tingkah Sasuke.
tertarik.
Yah, Sasuke sepertinya tertarik pada si penjual bunga. Sakura tersenyum kecut. Ternyata dirinya dikalahkan oleh janda anak satu penjual bunga. Oh bukan dirinya saja... tapi semua perempuan pemuja Sasuke diluar sana.
selera Sasuke aneh.
Meski begitu, Sakura kasihan pada Sasuke. pasti akan sulit untuk meminta restu dari keluarga Uchiha.... Ugh... Sasuke yang malang. Saat dirinya tak tertarik pada gadis-gadis menawan, Sasuke justru terjebak perasaan dengan seorang janda?
Ini menggelikan.
"Lalu apa masalahnya?" Naruto bertanya, dan Sakura hanya terperangah.
Dasar tidak peka. Jelas saja... jika Sasuke itu tertarik pada si penjual bunga! Apa Naruto tak mengerti ucapannya barusan?!
Sakura mendengus, mengabaikan rasa penasaran Naruto. Dirinya membuang muka, dan pada saat itulah gioknya melihat sebuah kartu nama diatas meja kaca. "Naruto, ini apa?"
"ah, itu kartu nama Hinata-chan" Sakura terdiam. Dia tak mempermasalahkan panggilan calon suaminya pada 'Hinata'. Karena mayoritas semua perempuan dipanggil seperti itu olehnya. Playboy bodoh yang tergila-gila padanya.
Kartu nama? Sakura membaca semuanya. "dia menerima jasa rangkaian bunga? Bahkan untuk pernikahan? Sebesar apa tokonya?" Sakura bergumam, lalu bibirnya tersenyum kecil.
"Naruto! Aku ingin pengurus interior bunga yang lama diganti oleh Hinata. Bisa tidak?" Sakura tak peduli meski mereka sudah membayar jasa perangkai bunga yang lama. Toh Naruto itu amat sangat kaya.
"Bisa sih.... Tapi kenapa tiba-tiba?" tuh kan. Naruto itu orang yang loyal.
"Tak apa-apa.... Aku hanya ingin akrab dengan Hinata" mata Sakura menyipit cantik, senyuman jahil terpampang di wajahnya.
"Kenapa?"
"Kenapa ya.... Eum... sepertinya akan ada dorama picisan yang menarik!"
.
.
.
...
.
.
.
Ayame menelfonnya. Tak seperti biasanya. Apakah ini tentang Himeka?
"Halo Ayame, apa ada masalah?" Hinata berjalan sambil mengapit ponselnya di telinga. Mengabaikan Sasuke yang berjalan dibelakangnya cuek. Hinata hampir mencapai lobby di Gedung apartemen. Hinata tak mau terlalu percaya diri dengan berfikir jika Sasuke mengikutinya.
Itu simpel. Pintu keluarnya hanya satu, jadi... pastinya Uchiha-san itu tak mengikutinya, melainkan dirinya juga ingin keluar.
Lagipula untuk apa mengikuti Hinata? toh dia ada rapat kan?
"Eum Maaf Hinata-san. Ada pelanggan yang memesan lily putih untuk minggu depan. Apakah kita akan ada stok hingga saat itu?"
Langkah Hinata terhenti, dia berfikir lama, sampai tak menyadari jika Uchiha Sasuke sudah mendahuluinya dan keluar lebih dulu.
"Eum, Yah... kurasa akan ada stok. Memang seberapa banyak yang dibutuhkan?" Hinata kembali berjalan, namun kali ini dirinya tidak menuju pintu keluar, melainkan sofa lobby yang ada dipojok.
"lima buket, dengan sepuluh lily tiap buketnya"
Hinata duduk, menyamankan pantatnya di sofa yang empuk.
"Yah, kurasa kita bisa mengatasinya. Tukar kontak dengannya agar lebih mudah untuk informasi lebih lanjutnya"
"Hum, Okay"
"Bagaimana dengan Hime? Sedang apa dia?" Hinata bertanya, sambil membayangkan jika putrinya itu sedang bersusah payah menelan cake blueberrynya.
"Ah! Dia sedang bermain dengan pelanggan yang memesan lily putih" Hinata tersenyum, bersyukur karena Himeka memiliki kepribadian yang ramah dan mudah disukai. Yah, Himeka memang selalu ramah dan bermain dengan pelanggan-pelanggan yang datang. tentu saja.. siapa yang bisa berkelit dari keimutan putrinya itu?
Tidak ada.
"ah baiklah. Katakan padanya jika aku sedang dalam perjalanan pulang"
"okeh"
Ada jeda sebentar, Hinata hampir ingin menutup ponselnya, namun ucapan Ayame mengurungkan niatnya.
"Hinata-san, kupikir toko mu bisa naik pamor dan popular setelah ini!"
"kenapa begitu?" Hinata terkekeh geli.
Ayame terpekik girang sebentar, sampai dia melanjutkan lagi kata-katanya.
"Kau tidak akan percaya ini! pelanggan yang sedang main dengan Hime,.... Yang memesan lily putih! Dia wanita yang berasal dari keluarga tersohor" lagi, Hinata terkekeh, sedikit terhibur dengan nada Ayame yang seperti seorang fans kepada idolanya.
"Kau terlihat senang sekali...... memangnya siapa?"
.
.
"Ibunya Uchiha Sasuke!
....
......Uchiha Mikoto!"
DEG!
.
.
TBC
Sepertinya bukan hal yang tidak mungkin jika suatu saat nanti himeka akan direbutkan oleh anak Ino-Sai dan anak Sakura-Naruto.
.
.
.
Jadi suka yang mana?
Hinata yang realistis dan sedikit matre
Ino yang logis dan licik
Mikoto yang tegas dan elegan, atau
sakura yang peka dan perencana ?
.
.
.
Signature,
Lavendark (07 April 2019)
[Apakah typonya bertebaran?]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top