Chapter 7. Jurus Kuasa Daun

Daun POV


Beberapa hari telah berlalu dan aku bisa merasakan kalau pergelangan tanganku sudah jauh lebih baik rasanya. Memang masih terasa ngilu, tapi bisa jadi rasa ngilu itu timbul karena aku melihat benang-benang jahitan pada lukaku ketika BoBoiBoy atau Tok Aba mengganti perbannya. Sekarang perbannya tidak sebanyak dulu waktu awal, bahkan jari-jariku kini sudah bebas bergerak. Hanya jari kelingkingku saja yang rasanya masih aneh. Kalau disentuh pangkalnya yang terasa malah sampai ke ujungnya.

"Akar Menjalar." Kali ini kugunakan tangan kananku. Beberapa buah kaleng koko yang sudah kosong kucoba untuk disusun dengan rapi menggunakan kuasa akarku itu. Tumpukan kaleng-kaleng bekas itu kususun membentuk piramida, lalu bentuk kotak. lalu piramida lagi, semakin lama semakin cepat dengan tanpa kesalahan. 'Koordinasi Akar Menjalarku sudah lebih baik.'

Beberapa kali aku meringis menahan sakit ketika akarku itu bersenggolan dengan titik dimana luka pergelangan tanganku berada. 'Aku ngga boleh menyerah!' Aku membatin sambil menahan denyutan nyeri yang bersumber dari pergelangan tanganku.

Sebetulnya BoBoiBoy sudah melarangku untuk berlatih, tapi kalau aku juga tidak mau bermalas-malasan sepanjang hari menunggu BoBoiBoy pulang sekolah. Maka dari itu, aku diam-diam berlatih di halaman belakang rumah. Toh ada Ochobot yang menemaniku dan berjanji untuk tidak bilang-bilang pada BoBoiBoy kalau aku memaksa berlatih sendirian.

Kalau ada yang bertanya mengapa Ochobot bisa kubuat setuju, itu perkara mudah. Cukup dengan mengangkat Power Sphera itu melampaui batas layang mesin anti gravitasinya, maka dia akan dengan mudah dibujuk. Meskipun setelahnya Ochobot pasti jadi kesal. 'Siapa sangka kalau robot takut ketinggian.'

"Awas, nanti lukanya berdarah lagi," dengkus Ochobot yang sedari tadi melayang agak jauh dibelakangku. "Nanti aku lagi yang diomeli BoBoiBoy."

Aku menengok ke arah Ochobot sambil memijat-mijat pergelangan tanganku yang masih terasa sedikit nyeri. "Daun ngga apa-apa kok. Lukanya sudah kering 'kan? Cuma masih ngilu sedikit saja."

Dari bentuk mata LEDnya, aku bisa tahu kalau Ochobot tidak setuju dengan kemauanku ini. "Kamu sampai meringis begitu, terus kamu bilang itu ngga sakit?" gerutu Power Sphera itu.

"Ngga kok, tangan Daun sudah oke," protesku sambil menggerakan seluruh jari di tangan kananku supaya Ochobot percaya.

"Kau ... BoBoiBoy Daun ... kita bertemu lagi." Sebuah suara robot yang sangat kukenal mendadak terdengar. Suara serak itu cukup untuk membuatku meneguk ludah.

Dari balik pagar belakang halaman rumah melompatlah sebuah robot yang kini menjejakkan kaki di hadapanku.

Tanpa membuang waktu, aku langsung mengambil kuda-kuda bertarung. Kondisiku belum terlalu memungkinkan, tapi aku tidak punya pilihan lain. "Robot ABAM ... Mau apa lagi kau kemari!?" 

Robot ABAM itu kembali lagi. Tapi entah kenapa, robot itu hanya berdiri tegak didepanku tanpa ada tanda-tanda hendak menyerang.

"Aku ... robot ABAM TAPOPS ... diprogram ulang oleh Private Fang .... Dilarang menyerang anggota TAPOPS," ujar robot itu dengan terpatah-patah sembari menunjuk logo TAPOPS yang kini terpatri di bagian dadanya

"Fang?" tanyaku sambil menarik mundur kuda-kuda bertarungku.

"Ya, aku berhasil, Daun." Kulihat Fang menyusul Robot ABAM melompati pagar tinggi di halaman belakang rumahku dengan mudahnya. "Tapi belum seratus persen. Aku masih belum bisa menemukan identitas orang yang mengambilnya dari dasar danau di Planet Gurunda."

Kutatap robot yang telah melubangi pergelangan tanganku itu. Aku percaya bahwa Fang berhasil mengubah program robot itu, tetapi tetap saja aku merasa sangat tidak nyaman berada di dekat Robot ABAM ini. "Daun masih ngeri ...," gumamku sembari membuat jarak agak jauh dengan robot itu.

"Tenang Daun. Aku janji Robot ABAM tidak akan melukaimu atau anggota TAPOPS yang lain," ujar Fang dengan bangga sambil menepuk-nepuk lengan robot yang telah diprogram ulang olehnya. "Aku perlu bantuan Cahaya, siapa tahu dia bisa membongkar kode program inti robot ini."

"Sebentar lagi BoBoiBoy pulang kok. Ah ya, kamu mau minum apa, Fang?" tanyaku sembari melangkah masuk ke dalam rumah.

"Apa saja asal jangan minuman manis buatanmu!"

"Hey, memang kenapa dengan minuman buatan Daun?"

"Terlalu manis .... Aku tahu kamu itu manis, tapi ngga segitunya juga," ujar Fang sambil terkekeh

Aku bahkan tidak tahu ucapan Fang itu pujian atau sindiran atau mungkin keduanya sekaligus. "Daun cuma pakai lima sendok gula kok," protesku sembari berjalan menuju dapur sementara Fang, Ochobot, dan Robot ABAM mengikut di belakangku.

"Itu yang kumaksud terlalu banyak, Daun. Dua sendok saja sudah terlalu manis buatku. Maklum, aku kan sudah manis, ngga perlu banyak-banyak gula."

"Manis apanya, Fang? Mana ada badan manusia atau alien macam kamu itu manis. Kalau asin sih masih mungkin kalau keringatan," sahutku sembari membuat segelas es teh tawar untuk Fang dan segelas es teh manis untukku sendiri. Sempat kulihat Fang menggelengkan kepala dan memijit pelipisnya ketika mendengar komentarku. 'Apa yang salah dengan ucapanku ya? Memang benar kan kalau badan manusia atau alien macam dia ngga manis?'

Kami berkumpul di ruang tamu sembari menunggu kepulangan BoBoiBoy dan aku masih tetap menjaga jarak dengan Robot ABAM yang tegap berdiri seperti sedang menjaga kami. Masih belum hilang rasa ngeriku kepada robot yang satu ini.

Tidak perlu kami menunggu lama sebelum pintu depan dibuka.

"Eh, kau disini, Fang," tegur BoBoiBoy ketika melangkah masuk ke dalam rumah. Belum sempat Fang memberi jawaban ketika matanya melirik ke arah Robot ABAM yang tadinya tidak terlihat karena terhalang pintu. "HIAH!" Pekiknya terkejut ketika melihat Robot ABAM berada dalam ruang tamu bersama kami semua.

"Tunggu, jangan serang, BoBoiBoy!" ujar Fang yang langsung berdiri. "Robot itu sudah kuprogram ulang!" serunya lagi untuk mencegah kesalahpahaman dan pertarungan dadakan di dalam ruang tamu ini.

Jelas sekali terlihat wajah BoBoiBoy sedikit memucat ketika aku melihatnya mengelus-ngelus dadanya. "Reaksi Daun juga sama kok waktu melihat robot itu," ujarku sambil menggeser posisi duduk, memberikan tempat bagi BoBoiBoy untuk duduk di sebelahku.

"Astaga Fang .... Lain kali bilang-bilang dulu dong!" gerutu BoBoiBoy sambil menghempaskan dirinya di sebelahku. Perhatiannya kini beralih padaku. "Bagaimana tanganmu, Daun? Sudah mendingan?"

"Sudah kok. Tangan Daun ngga kaku seperti kemarin." Aku menjawab sambil menggerak-gerakan tangan kananku. "Lukanya juga sudah kering."

"Ya, memang sudah hampir seminggu sih," lanjut BoBoiBoy sembari membuka perban yang melilit pergelangan tangan kananku. Diamatinya bekas jahitan yang sudah bebas bergeser pada lukaku ini. "Yah, memang sudah saatnya ...."

"Saatnya untuk apa?"

BoBoiBoy tidak mejawab pertanyaanku. Dia menyentuh powerband miliknya dan berbisik. "Kuasa elemental ... BoBoiBoy kuasa tiga!"

Kini tiga pecahan elemental berada mengelilingi aku. Api, Angin dan yang agak aku takutkan, Cahaya.

"Akhirnya, sudah lama kutunggu saat begini," ujar BoBoiBoy Cahaya sambil menyeringai.

"Yap, seperti kemarin dulu, Api," lanjut BoBoiBoy Angin.

"Siap laksanakan," tambah BoBoiBoy Api. "Siap Fang?"

Fang mengangguk dan posisi duduknya menjadi tegak, seakan siap untuk berdiri kapan saja dipanggil.

"Hey, siap untuk apa?" Terus terang aku merasa sangat tidak nyaman dengan tatapan keempat orang ini kepadaku.

Aku bahkan tidak sempat bereaksi ketika Api memegangi badanku dari belakang, Angin memegangi tangan kiriku, dan Fang memegangi lengan kananku. "HEY! KENAPA INI?!" Aku menjerit sekuat tenaga sembari meronta-ronta dari tindihan mereka semua. Aku tidak bisa bergerak, hanya kakiku saja yang menendang-nendang udara kosong tanpa hasil.

"Membuka jahitanmu," ujar Cahaya dengan sebuah gunting di tangannya. "Jangan gerak ya Daun ... ngga sakit kok."

Aku menjerit sejadi-jadinya ketika Cahaya mendekatkan gunting itu pada jahitan di pergelangan tanganku. 'Matilah aku!' Cuma itu yang terlintas di batinku ketika Cahaya mulai mengguntingi benang-benang hitam jahitan lukaku. Tidak kusangka kalau aku hanya merasakan sedikit geli ketika semua benang-benang itu ditarik keluar dari pergelangan tanganku oleh Cahaya.

Semua itu hanya berlangsung dalam hitungan detik saja. Tapi mungkin pengalaman itu akan menghantuiku seumur hidup.

"Kalian ... Jahat!" ketusku sengit ketika mereka melepaskanku.

"Daripada ke rumah sakit lagi? Nanti kena biaya lagi, mahal. kalau bisa kita kerjakan sendiri, kenapa ngga?" ujar Cahaya.

"Ngeri, tahu!" ketusku lagi dengan memasang muka cemberut. Apalagi tadi mereka memegangiku seperti aku ini orang kesurupan. "Masa nyawa Daun diukur pakai uang sih?"

"Aah, tenang, Daun. Kamu ngga bakalan sampai mati juga kok. Palingan berdarah lagi lukanya," komentar Angin dengan enteng, sesuai dengan namanya. "Tinggal di plester lagi juga beres 'kan?"

'Kenapa elemen-elemen yang lain jadi pada sadis ya ke aku?' Sebuah pertanyaan terlintas dalam batinku. 'Atau memang mereka seperti itu tapi aku yang ngga memperhatikan selama ini ya?'

"Masa kamu ngga percaya sama kita sih, Daun?" tanya Api dengan tidak kalah cemberutnya. "Kita kan trio troublemaker."

"Justru karena sebutan troublemaker itu makanya Daun ngga percaya," jawabku sembari memperhatikan pergelangan tangan kananku yang sudah tidak ada benang jahitannya. "Untung ngga sakit ...."

"Tapi hati-hati ya, Daun. Tendon dan lukamu sudah sembuh, tapi mungkin masih terasa nyeri," ujar Cahaya yang kini memperhatikan pergelangan tangan kananku. "Beres deh kalau begini ... cantum semula." 

Aku memperhatikan saja ketika pecahan Api dan Angin bersatu pada Cahaya dan berganti menjadi BoBoiBoy biasa yang tanpa elemen. "Ngga salah aku milih Cahaya untuk hal-hal begini 'kan?" komentarnya sambil cengar-cengir.

"Kenapa ngga bilang-bilang sih? Daun kan jadi takut." Rasa kesalku masih belum hilang, tapi minimal tindakan BoBoiBoy ada baiknya juga. Tidak ada benang-benang jahitan mengerikan lagi pada lukaku ini dan pastinya tidak ada kejutan aneh-aneh lagi selepas ini.

"Maaf, Daun. Kalau kami bilang, kamu pasti ngabur duluan, ya 'kan?" tanya BoBoiBoy sembari mengelus kepalaku dengan lembut.

Entah kenapa elusan BoBoiBoy membuat emosiku langsung reda dan hatiku menjadi tenang. "Iya sih ... terima kasih ya, BoBoiBoy, Fang juga."

"Ya ... nanti kamu ganti dengan donat lobak merah saja, Daun," ujar Fang singkat. "Sepuluh rasanya cukup."

"Yah ... Daun mana punya uang?" lirihku begitu mendengar tagihan Fang. "Dua saja ya?" Pintaku dengan memelas sembari menatap Fang dengan memasang mata polosku yang bulat dan lugu.

"Ah... I-Iya, dua saja deh," keluh Fang. Rasanya jurus tatapan puppy eyes ku masih berguna dengannya.

"Fang terbaik!" ujarku riang sembari memeluk Fang, yang hanya bisa mengeluh pasrah saja.

BoBoiBoy nampak menggelengkan kepalanya. "Ini jurus mautmu yang ngga ada penangkalnya, Daun."

.

.

.

Bersambung.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top